Chapter 32

83 13 69
                                    







..

Rin berkutat dengan alat memasaknya di dapur. Seperti biasa Hanare sudah membelanjakan bahan-bahan memasak dan semuanya sudah siap sedia. Tinggal memasak saja.

Kata Hanare, di rumah Rin jauh lebih nyaman dibandingkan di rumahnya sendiri. Jadi dia berminggu-minggu menginap sendirian, tapi sesekali wanita itu juga mengunjungi rumahnya. Rin justru senang, rumahnya bisa terurus dengan bersih selama itu. Tentu saja Rin sudah berusaha untuk membayar lebih pada Hanare, tapi dia selalu menolak. Rin tidak habis pikir dengan wanita yang satu ini.

Setelah memasak, Rin menuju kamar tidur yang ditempati oleh Obito. Beruntung hari ini adalah hari libur, jadi mereka tak perlu buru-buru ke tempat kerja.

Rin menyibak gorden jendela kamar itu membuat pria yang berada di kasur menggeliat tidak nyaman.

"Obito?" Rin berusaha untuk membangunkannya pelan-pelan. Sedikit mengguncang tubuhnya.

"Enggh?" Onyx itu mengerjab beberapa kali. Obito terbangun dari tidurnya dan berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya.

"Sudah pagi," Ucap Rin lembut. "Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu. Kita makan bersama ya."

Alih-alih bangun, Obito malah menutup kembali kelopak matanya. Obito hanya bergumam, suaranya yang berat terdengar tidak jelas.

"Kau bicara sesuatu?" Tanya Rin tidak mengerti.

"Aku mengantuk."

Rin menghela napas. "Baiklah kalau begitu,"

Berniat beranjak pergi, Rin berhenti setelah sebuah tangan besar memegangnya. Gerakan Rin refleks berhenti.

"Aku akan bangun tapi... Aku belum mendapat hadiah kecilku pagi ini."

Rin sedikit tersentak saat genggaman di tangannya berganti sebuah lengan panjang yang melingkari pinggangnya. Obito menariknya hingga jarak mereka berdempetan. Rin harus menahan tubuhnya dengan sebelah tangannya agar tidak menindih tubuh yang berada di kasur.

Rin menahan napas ketika menyadari sebelah tangan Obito meraih sebelah tangannya yang sedang menjadi topangan tubuhnya. Obito menariknya hingga Rin akhirnya jatuh kedalam pelukannya. Obito memeluknya erat, seakan tak ingin melepaskannya.

"O-Obito," Rin memekik kecil. Suaranya menggelitik telinga Obito. "Ayo bangun,"

"Aku sudah kenyang kalau kau begini," Jawab Obito dengan nada rendah.

Rin sedikit memundurkan kepalanya agar dapat melihat wajah itu. "Jangan bergurau."

"Aku serius." Obito mengerjabkan matanya, "Kau sangat cantik jika memerah seperti sekarang."

Rin menggembungkan pipinya. Obito sedikit beranjak. Mendekat pada wajah Rin yang berada di atasnya. Wanita itu terdiam beberapa saat. Pipinya semakin menghangat saat wajah itu semakin dekat. Rin akhirnya memejamkan mata. Kesunyian menyergap beberapa detik.

Jantung Rin berpacu cepat ketika merasakan sebuah telapak tangan besar menemukan pipinya. Obito nyaris mempertemukan dua bibir itu jika saja tidak ada yang datang ke kamarnya dengan tiba-tiba. Rin sontak melepaskan pelukan Obito dan menjauh darinya.

"M-maaf!" Hanare yang berada di pintu memekik dengan wajah merona merah. Ia membungkukkan badan dan segera pergi begitu saja.

Rin membulatkan mata, ia meremas jari-jarinya karena rasa malu. "Kenapa dia datang tiba-tiba?"

Obito yang sejak tadi enggan berniat bangun akhirnya mendudukkan diri di dekat kasur. "Seharusnya kau mengunci pintunya."

Rin membulat, "Mana bisa?! Kau memelukku erat dengan tiba-tiba. Aku tidak bisa bergerak."

Unexpected Love •NewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang