38

1.3K 55 1
                                    

Semenjak kejadian di sekolah itu, Raden tidak menampakan dirinya lagi di sekolah, terhitung sudah satu Minggu Raden tidak masuk sekolah, bahkan guru-guru pun sudah mencoba untuk menghubungi Raden tapi tidak ada jawaban sama sekali.

Teman-teman sekelas Raden pun jadi berbeda, mereka jadi lebih tidak banyak tingkah sekarang, apapun yang guru perintahkan mereka lakukan tanpa ada bantahan sama sekali.

Ilham, tiga hari dia juga tidak masuk sekolah tapi untungnya setelah di telpon pihak sekolah besoknya Ilham kembali bersekolah seperti biasanya. Dia hanya di beri peringatan saja.

Sedangkan Keyala dia masih sekolah tapi karena banyak sekali urusan yang harus Keyala selesaikan di luar sekolah jadi setidaknya Keyala lebih tenang mengerjakan tugasnya dengan lancar tanpa ada yang menganggu di pikirannya.
_________

"Saya mendapatkan kabar, jika sekolah ini sedang bermasalah? Apa benar?"

"I---iya pak, maafkan saya," beliau yang menjabat sebagai kepala sekolah menjawab dengan gugup.

"Apa itu?"

"Siswa kelas sebelas yang memulai masalah itu, dia yang mengeroyok siswa lain dengan alasan dia di ejek karena beasiswa yang sekolah berikan di cabut, Ter----"

"Cari dia! Setelah kembali sekolah suruh dia menghadap saya!" Ucap orang itu. Dan hanya menganggukkan kepalanya saja.

"Maaf, sebelumnya saya lancang, tapi sepertinya anda ada hubungan sama siswa yang bernama Raden?" Ucap kepala sekolah itu.

Tanpa menjawab pertanyaan kepala sekolah, dia pergi meninggalkan ruang kepala sekolah dan kembali ke kantor untuk menyelesaikan tugasnya.
__________

Angin berhembus pelan, menembus diri yang rapuh. Malam ini, sendiri di bawah lampu jalan, bahkan lampu pun tidak bisa menerangi hidupku yang kelabu.

Badan yang kurus dan rapuh itu kini terduduk di bawah lampu penerangan jalan sendirian, bersandar di tiang lampu sembari menundukkan kepalanya.

Tidak ada yang menegurnya karena tengah malam berada di tempat sepi, ya jalan ini sangat sepi, bahkan tidak ada satupun kendaraan atau orang yang melewati jalan ini. Benar-benar sepi.

"Bangun."

Raden mendongakkan kepalanya ketika mendengar suara, entah suara siapa itu karena pendengaran Raden sedari tadi terus berdengung.

"Bangun!" Orang itu menarik paksa tubuh Raden untuk berdiri. Karena Raden sudah setengah sadar jadi dia oleng ke depan lebih tepatnya ke tubuh orang di hadapannya. Untunglah orang itu segera menahan tubuh Raden supaya tidak terjatuh ke aspal.

Karena dia tau jika jalan ini rawan sekali, jadi lebih baik dia bawa Raden ke tempat yang aman. Dan yang paling aman itu hanya rumah, ya hanya rumahnya yang menurutnya aman.

Setelah kesusahan karena membawa tubuh Raden yang sudah pingsan menggunakan motor, akhirnya mereka sampai di salah satu rumah megah yang terlihat sangat sepi, seperti tidak ada orang di dalam rumah, kemana perginya mereka semua?

Membawa tubuh Raden ke  kamar pribadinya, setelah meletakan tubuh Raden di kasur kini dia mengambil benda pipih di kantong celananya.

"Ke sini sekarang," menutup kembali sambungan telponnya dan pergi dari kamar, tidak lupa dia juga mengunci kamarnya itu.

Setelah beberapa saat menunggu akhirnya orang yang dia telpon tadi datang juga.

"Rik! Ada apa sih?! Lo gak liat apa sekarang udah jam berapa hah?!"

Tanpa bicara Arik melempar kunci salah satu kamar di rumahnya kepada Putra. Berjalan dengan kesal putra membuka kunci pintu kamar dan betapa terkejutnya dia ketika melihat Raden yang terbaring di kasur.

"ARIK! SINI LO BANGSAT!"

"Hemm." Arik berjalan santai mendekati Putra.

"Lo emang bener-bener bukan manusia ya! Awas aja Lo entar!" Putra merebut hp Arik di tangan sang pemilik. Sangking paniknya dia tidak membawa benda yang penting itu.

"Saya butuh anda sekarang!" Ucap Putra.

"Ambilin baskom sama handuk kecil cepetan!" Ucap Putra kepada Arik.

Sambil menunggu Arik kembali, Putra mengambil tisu dan sedikit membersihkan noda merah yang ada di wajah Raden.

"Nih," Arik menyerahkan baskom dan handuk sesuai perintah Putra, tapi....

"Yang kecil bangsat! Lo kira gue mau mandiin dia apa pake baskom Segede gaban gini hah?!" Ucap Putra kesal dengan tingkah sepupunya ini. Memang betul Arik membawa baskom dan handuk kecil, tapi baskomnya itu nya bukan manusiawi, dia membawa baskom yang super besar sekali.

"Ini?" ucap Arik menyerahkan baskom kecil, memang kecil tapi ini terlalu kecil hanya seukuran tangannya.

"Sekolah 12 tahun tapi gak tau baskom buat kompres orang! Gak sekecil ini juga Arik bangke! Maksud gue yang sedang aja!"

Arik memutarkan bola matanya, putra tau dia marah tapi dia itu orangnya yang mengerti situasi. Setelah menunggu lagi akhirnya Arik membawa baskom yang sesuai dengan perintah Putra.

"Isi sama air hangat, jangan terlalu banyak, jangan terlalu sedikit, ngerti?!" Ucap Putra.

"Gini?" Arik menyerahkan baskom yang sudah di isi air hangat ke pada putra.

"Handuknya mana?" Putra menatap Arik dengan penuh permusuhan, begitupun Arik yang menatap Putra dengan marah.

"Ambil sendiri!"

"Ya udah, nih Lo bersihin tuh darah nya!" Putra menyerahkan tisu kepada Arik, tapi Arik tidak mengambil itu dia malah mengembalikan tisu itu kepada putra, lebih baik dia mengambil handuk kecil ke bawah daripada harus melihat hal yang membuat dirinya merinding.

Dengan telaten Putra membersihkan noda yang mengotori wajah mulus Raden. Sedangkan Arik hanya terdiam di tempatnya. Dia melirik baskom berisi air yang dia ambil tadi telah berubah warna menjadi merah.

"Rik telpon lagi coba, kok belum sampe sih?! Lama banget!"

"Dia udah di depan," ucap Arik.

"Gelud sama gue yuk Rik," ucap Putra ketika mendengar ucapan Arik.

Putra tidak serius dengan ucapannya, dia berjalan ke arah pintu untuk menjemput dokter pribadi keluarganya. Tapi ternyata dokter itu sudah berada di depan pintu kamar, langsung saja Putra menyuruhnya untuk masuk. Dan memeriksa Raden.

"Gimana?"

"Siapa yang melakukan ini?" Tanya balik Dokter. Putra terdiam sembari menatap Arik.

"Setan."

"Kita gak tau dok, tapi gimana? Parah banget?"

"Ya seperti yang kamu liat, lebih baik kit----"

"Tidak!"

"Baiklah saya mengerti."

Ke esokkan hari nya, Arik belum  terbangun dari tidurnya, kebetulan Sekarang hari Minggu jadi Arik bisa tidur sedikit lebih lama. Seperti sekarang sudah jam dua siang Arik baru bangun karena perutnya yang lapar.

"Baru bangun Lo?" Tanya putra saat berpapasan dengan Arik.

"Gimana, Raden udah sadar belum?" Tanya Putra, tadi malam dia terpaksa pulang karena ada suatu hal yang harus Putra selesaikan.

"Gue lupa," ucap Arik, seketika tubuhnya menegang di tempat bisa-bisanya dia melupakan Raden yang semalam dia bawa ke rumahnya.

"Bego Lo hah?! Ah dah lah capek gue sama tingkah Lo, so so an mau jadi badboy tapi otak lemot kaya jaringan 1G!"









____________________________________

RADEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang