43

1.2K 49 0
                                    


"ARRRGGGHHHH! KENAPA KALIAN LALAI SEKALI!"

"SAYA SUDAH BILANG JAGA DIA SEBENTAR HINGGA DIA SADAR!"

"Saya gak mau tau kalian cari dia sekarang juga!" Ucap orang itu dengan nada yang penuh dengan penekanan.

"Lihat saja, saya akan melakukan apapun untuk menghancurkan mu Affan!"

"Dan saya berjanji, saya akan mengambil nyawa anak mu seperti kamu mengambil nyawa anak ku."
_________

"Diem dulu kenapa sih!"

"Sakit! Saaakiiittt."

"Ya saya tau tapi mau gimana lagi kaki kamu kan luka," ucap Seiji, semenjak Raden sadar dia sudah di buat pusing karena Raden terus merengek kesakitan di bagian kakinya.

"Ya sakit!"

"Terus kamu mau saya ngapain hah?!"

"Buka selimutnya, terus tiupin," pintah Raden. Seiji hanya pasrah saja, dari pada menangis mending dia meniup kaki Raden.

"Yang kenceng tiupnya gak kerasa!"

"Ya mau kerasa gimana orang kaki kamu di perban gini!"

"Ya buka!"

"Sekali lagi kamu ngomong saya suntik mati kamu!" Ancam Seiji.

Raden sepertinya dalam mode badmood, karena dari tadi terus marah-marah gak jelas itu salah ini salah, Seiji jadi emosi di buatnya.

Bahkan lihat sekarang dia menutupi kepalanya menggunakan selimut tapi kakinya terus di dekatkan kepada Seiji untuk di tiup-tiup.

"AAAARRRKKK!! SAKIT ANJING!" Teriak Raden dari dalam selimut. Seiji si pelaku hanya tersenyum jahil setelah itu kembali meniup kaki Raden.

Clekk

Seiji memalingkan wajahnya melihat siapa yang masuk, dan itu ternyata dokter Affan.

"Dok," Seiji berdiri dari duduknya untuk menyambut kedatangan dokter Affan.

"Loh kenapa?"

"Ah, gak papa kok dok, oh ya mau sekarang aja?" Tanya Seiji dan di angguki oleh dokter Affan.

"Den, buka." Seiji menarik selimut yang menutupi wajah Raden, tapi Raden malah menahannya. Seiji sudah berusaha menurunkan selimut yang di gunakan Raden supaya dokter Affan tidak kesusahan saat memeriksa nya. Tapi Raden tetap mempertahankan selimutnya yang menutupi kepala.

"Sudah dok, gitu aja gak papa," ucap dokter Affan. Secara diam-diam dokter Affan memasukan tangannya ke dalam selimut Raden dan mengambil tangan Raden.

Dokter Affan pun melaksanakan tugasnya sebagai seorang dokter, mengambil Sempel darah Raden untuk di periksa di laboratorium untuk mengetahui penyakit apa yang Raden alami. Dokter Seiji pun berusaha bertanya kepada Raden tapi Raden hanya menjawab dengan anggukan dan gelengan saja.

"Saya cekik lama-lama kamu Raden," ucap Seiji.

"Jangan terlalu kasar," ucap dokter Affan.

Setelah beberapa saat akhirnya dokter Affan selesai memeriksa Raden, beliau sudah berpamitan untuk keluar dan sekarang tinggal Seiji yang asik memainkan hpnya dan Raden yang masih setia di posisi awalnya.

Hingga hari sudah menjelang malam, Seiji baru merasakan lapar, dia melihat jam dinding dan ternyata sudah masuk jam makan malam.

"Permisi dok, saya mengantarkan makan malam untuk adik anda," ucap suster itu.

"Den," Seiji menarik selimut yang menutupi wajah Raden, ternyata dia sudah tertidur pantas saja tidak berisik dari tadi.

"Bangun, makan dulu," Seiji menepuk-nepuk pipi Raden pelan, hingga anak itu mengerjapkan matanya.

"Makan apa?" Tanya Raden.

"Bubur," Seiji mengambil semangkuk bubur milik Raden.

"Gak, mau ayam geprek," Raden kembali menutup wajahnya.

"Apa? Mau saya banting? Baiklah."
____________

Di lain sisi, kini terlihat segerombolan anak remaja yang menggunakan jaket yang sama tengah berkumpul di salah satu gang yang lumayan sepi. Mengobrol ringan sebelum orang yang mereka tunggu datang.

Mereka semua memiliki visual yang tidak main-main, kulit putih bersih, dompet tebal, jago bela diri, dan juga memiliki tubuh yang tinggi sekali. Sungguh lelaki idaman para kaum hawa sekali.

Bahkan jika ada cewek yang akan melintas di jalan sana percayalah mereka akan langsung putar balik lagi berlari terbirit-birit. Bahkan waktu itu pernah ada yang langsung terjatuh pingsan, mimisan dan juga kejang-kejang sangking kagetnya mereka melihat cowok-cowok yang nongkrong di gang.

"Bos," sapa salah satu anggota dari mereka ketika melihat siapa yang datang.

"Adek gue mana?" Tanyanya.

"Si Cilvin di dalem lagi ngopi sama anak-anak yang lain."

"Thanks Gaza."

"Yoi bos," ucap Gaza.

Orang itu masuk ke dalam rumah tempat tinggal salah satu anggota geng motornya, dan di dalam ternyata sudah ada Cilvin dan anak-anak yang lainnya sedang mengobrol.

"Bang Tara?" Calvin memeluk Tara dengan erat, sudah hampir satu bulan dia tidak bertemu dengan Tara, kakak kandungnya karena Cilvin yang memutuskan untuk pindah sekolah duluan dari pada kakak dan  keluarganya.

"Kapan sampe bang?" Tanya Cilvin.

"Beberapa hari yang lalu, Lo kok gak pulang?" Tanya balik Tara.

"Bosen kalo di rumah terus bang, mending gue nongkrong sama mereka."

"Ayah sama Bunda nanyain Lo terus, malam ini Lo pulang," ucap Tara.

"Iya gue pulang."

"Vin, minjem motor Lo ya," Gaza masuk ke dalam dan Langsung mengambil kunci motor milik Cilvin.

"Kemana Lo?" Tanya Tara.

"Mau beli pisang ijo buat anak-anak," ucap Gaza.

Gaza pergi untuk membeli cemilan, dan yang lainnya kini kembali mengobrol seperti biasa terutama Cilvin dan Tara yang masih saling melepaskan rindu mereka.
__________

Brakk

Gelas minum seketika melayang dan menghantam tembok.

"SEHARUSNYA SAYA YANG MARAH! KENAPA MALAH KAMU YANG MARAH!"

"Gue marah karena Lo! Seharusnya Lo ijinin gue pulang! Nih Lo liat Lo liat dompet gue udah kosong!" Raden menunjukan isi dompetnya yang benar-benar kosong tidak ada se peser yang pun yang tersimpan di sana.

"Butuh uang berapa hah?!" Seiji tidak mau kalah dengan Raden, dia mengambil dompetnya dan menyerahkan semua isi dompet miliknya kepada Raden.

"Gue gak butuh!" Raden duduk di kasurnya membelakangi Seiji.

"Gue cuma mau pulang, gue udah lama gak kerja entar gue di pecat, terus juga seharusnya dua Minggu yang lalu udah bayar SPP, belum bayar kostan. Tapi uang yang gue kumpulin abis buat beli obat sama biaya rumah sakit."

Seiji hanya menundukkan kepalanya, dia jadi merasa bersalah karena terus menyerat Raden untuk kembali ke rumah sakit. Seiji tidak tau seberapa berat tanggungjawab yang Raden pikul yang seharusnya menjadi tanggung jawab oleh seorang orang tua.

Meskipun Seiji tau bagaimana rasanya hidup tanpa orang tua. Dulu ketika Seiji baru sekolah dasar dia sudah kehilangan sang ibu karena sakit, menginjak SMA Seiji juga kehilangan sang ayah yang amat dia sayangi. Karena hanya beliau yang mengurus Seiji sendirian beliau adalah seorang ayah sekaligus ibu bagi Seiji setelah ibu Seiji meninggal dunia.

Tapi kehidupan Seiji masih di bilang beruntung karena sang ayah meninggalkan harta yang tidak bisa di bilang kecil sehingga Seiji tidak kekurangan apapun. Meskipun ketika SMA Seiji harus bersekolah dan mengurus perusahaan milik ayahnya.

Hingga sekarang, Seiji telah tumbuh menjadi lelaki sejati, yang tangguh dan juga bisa membuat orang yang ada di dekatnya nyaman.









____________________________________

RADEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang