Asa (3)

16 6 0
                                    

Pagi ini Gumitir hendak membolos sekolah, ia tak ingin pergi ke bangunan berderet berisi penyiksaan itu dan di sisi lain dia ingin menemui Bentala. Gumitir tahu akan luka masa lalunya namun entah mengapa dirinya begitu ingin bertemu dengan Bentala. Mungkin hanya sekadar mengobrol mengenai penulis, buku ataupun film— atau hanya mendengarkan cerita-cerita konyol Bentala— apapun, yang penting Gumitir bertemu dengan Bentala. Gumitir pun bingung sendiri kenapa dorongan ingin bertemu dengan Bentala begitu kuat. Apa karena dirinya yang selama ini selalu sendiri dan merasakan kesedihan, dan begitu ia menemukan orang yang membuatnya tertawa lepas sehingga dorongan ingin bertemu itu begitu kuat? Lalu, bagaimana dengan Bentala sendiri? Gumitir berpikir, apa tidak masalah jika dirinya tiba-tiba datang menemui Bentala begitu saja? Apa nanti Bentala tidak merasa risih? Namun, bukannya Bentala sendiri yang menyampaikan jika dia bisa datang ke Kafe Kusuma? Gumitir bingung sendiri sampai waktu paginya ia habiskan untuk memikirkan dia jadi membolos sekolah atau tidak.

Hari ini ada ibunya di rumah, jelas Gumitir tidak akan betah diam di rumah seharian. Gumitir ingin menghabiskan hari ini jauh dari rumah, namun di mana? Gumitir tidak memiliki teman yang dapat digunakan rumahnya untuk kabur dari rumah ataupun kerabat yang Gumitir kenal dekat untuk "mengungsi" sementara ibunya di rumah. Ke mana dia akan pergi? Pagi itu Gumitir tidak bisa berpikir dia hendak ke mana, apa dia hendak langsung ke Kafe Kusuma dan menemui Bentala di saat kafe belum buka? Atau dia berangkat saja di sekolah dan berdoa berharap dia tidak diganggu? Gumitir memiliki ide, bagaimana kalau menonton film? Dia harus memberanikan diri dan membeli tiket film itu sendiri, dia hanya tinggal bilang ke wanita cantik yang berdiri di belakang konter kan? Atau dia sementara akan menginap di hotel saja? Tapi dia belum punya KTP, lagipula bagaimana caranya pesan kamar di hotel? Gumitir merasa frustrasi dengan isi pikirannya sendiri.

Begitu melangkah keluar rumah dengan seragam sekolahnya agar tidak ketahuan ibunya ia akan membolos, Gumitir sudah tahu ia akan ke mana. Gumitir menunggu ojek online dan begitu sampai langsung membawa dirinya ke tujuannya. Masih pagi, mungkin kafe pun belum buka— jadi Gumitir memutuskan untuk mengunjungi makam ayahnya. Dia sudah lama tidak mengunjungi makam ayahnya. Pagi di TPU itu sangat sepi, tidak ada orang yang berziarah pagi-pagi seperti dirinya. Deretan nisan berbagai bentuk dan ukuran menyambut Gumitir, Gumitir melihat makam yang masih tanah dan rupanya itu baru. Bunga yang tertabur juga belum kering. Gumitir berbelok dan melewati pohon rindang yang buahnya terasa sangat asam. Gumitir tidak tahu nama buah itu tapi Gumiti ingat bagaimana rasanya.

Di dekat pohon besar itu ayahnya beristirahat untuk selamanya, Gumitir masih ingat dia mengantarkan ayahnya ke peristirahatan terakhir ayahnya. Waktu itu dia menangis tiada henti, matanya sampai terasa pegal sampai dia tertidur di malam itu karena begitu lelah terus menangis. Gumitir masih ingat bagaimana tiba-tiba semua orang nampak mengasihi dirinya, Gumitir juga ingat betapa terpukul ibunya dulu melihat ayahnya pergi selamanya. Saking terpukul ibunya Gumitir, kini ibu Gumitir terasa berbeda dengan yang dulu. Sudah tidak ada lagi kasih sayang yang Gumitir terima dari ibunya semenjak ayahnya pergi selamanya. Gumitir tidak mengerti apa yang terjadi dengan ibunya sampai sekarang, ibunya sangat berbeda dibandingkan dulu. Dulu Gumitir begitu merasa disayangi oleh ibunya, semua cinta itu tumpah dari ibu dan ayahnya untuknya. Namun sekarang, ayahnya telah pergi dan ibunya berhenti menyayanginya.

Gumitir mengusap nisan ayahnya yang terbuat dari batu dengan warna kelabu di sana terukir nama ayahnya dan tanggal lahir juga tanggal kematiannya. Gumitir memutuskan untuk menumpahkan semua yang ia rasa, dia menceritakan bagaimana perilaku orang-orang kepadanya, bagaimana perilaku ibunya kepadanya dan bagaimana ia menanggung semuanya itu sendirian. Air mata Gumitir mengalir turun dan membasahi seragam sekolahnya, Gumitir tahu orang kata kalau mengunjungi makam tidak boleh menangis— namun Gumitir tidak bisa menahan sesak di dadanya sehingga tak tertahan air mata mengalir begitu saja. Gumitir juga menceritakan soal Bentala, dia bilang mungkin bisa berteman baik dengan Bentala. Gumitir mengusap pipinya lalu beranjak pergi setelah menumpahkan semua cerita kepada ayahnya. Gumitir berharap semoga ceritanya sampai ke sana, semoga ayahnya mendengarkan ceritanya dan menjaganya dari atas sana.

Gumitir memastikan air mata di pipinya telah mengering lalu meninggalkan tempat pemakaman dan memesan ojek online untuk pergi ke mall dan memutuskan untuk menonton film saja. Gumitir memberanikan diri, dia akan menonton film yang kemarin dia tonton dengan Bentala. Dia sudah sampai di lantai tiga mall dan sudah di area bioskop dan hendak memesan tiket namun dia justru berdiri kebingungan dan tak juga menghampiri meja konter untuk memesan tiket. Gumitir jadi was-was, apa dia pulang saja? membiarkan dirinya ketahuan membolos oleh ibunya. Dia juga khawatir jika bertemu dengan rombongan hits itu, bukankah bioskop tempat anak-anak hits berkumpul?

"Mau nonton film kak?" Gumitir terkejut tiba-tiba seorang wanita dengan hills, cantik, riasan rambutnya rapi, dan berbadan seperti model— dia mulai membandingkan dirinya dan merasa rendah "mau nonton film apa kak?" Gumitir dengan kikuk menunjuk poster film yang ingin dia tonton. Gumitir diarahkan ke meja konter dan dibantu dalam memesan tiket, dia tinggal membayarnya dan beres. Gumitir tidak berpikir jika memesan tiket bioskop memang semudah itu. Pikiran dia akan dihina kampungan seperti di film-film ataupun dia akan dikira orang aneh dan diusir satpam juga seperti di film-film yang ia tonton. Ternyata tidak seburuk itu menonton film sendirian pikir Gumitir, selama ini dia dibayangi rasa takutnya sendiri, semua itu hanya ada di dalam pikirannya sendiri.

Gumitir duduk di kursi bioskop, penonton hari ini tidak seramai saat ia menonton bersama Bentala, saat itu Bentala menuntun tangannya sembari mencari nomor kursi mereka. Gumitir seperti anak kecil yang tersesat, menurut saja dituntun Bentala. Saat itu fokus Gumitir selain pada film, dia juga fokus pada Bentala yang entah kenapa bagi Gumitir Bentala lebih dari sekadar orang asing. Bentala tidak tampan, perut bentala pun buncit, Bentala juga sepertinya tidak sekaya itu— tapi, kenapa Gumitir merasa terikat dengannya? Gumitir tidak tahu jawaban dari pertanyaannya sendiri. Gumitir menonton film dengan tiap menit di filmnya memikirkan Bentala. Apa Bentala sebegitu spesial bagi Gumitir? Gumitir jadi kurang fokus menikmati film.

Pikiran Gumitir gusar, semakin gusar kala popcorn dan soda di tangannya sudah habis sementara film masih berputar. Dia berusaha fokus pada film, namun bayangan Bentala seolah menutupi layar bioskop. Begitu film selesai, Gumitir langsung memesan ojek online dan segera membawanya ke Kafe Kusuma. Sesampainya di Kafe Kusuma justru Gumitir mondar-mandir tidak karuan sampai dari dalam pintu kafe terbuka dan ia tahu siapa itu, Bentala. 

Cirebon dan Pohon Balas Dendam (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang