Langit Biru

2 1 0
                                    


"Kamu masih sama ya, nay" ucapnya
"Tidak ada yang berubah kecuali hubungan kita" jawabku
"Iya nay, kamu masih suka mengikat rambutmu dengan pensil itu"

Dia tersenyum manis. Senyuman yang dulu aku rindukan. Senyuman yang berhasil meluluhkan ego ku. Tapi itu dulu. Sekarang tidak lagi.

Entah bagaimana, sejak hari dimana kami memutuskan untuk mengakhiri hubungan yang terjalin selam 3 tahun itu, ini adalah pertemuan yang ke 3 kalinya dalam minggu ini. Hubungan kami telah kandas 1 tahun yang lalu. Biasanya kami hanya berpapasan tanpa menyapa. Ya, sudah seasing itu sekarang. Kali ini di depan fotokopi kampus kami kembali bertemu.

" kamu apa kabar nay? Masih suka makan Corndog sambil duduk di tepi pantai" tanya nya
"Iya, masih" jawabku singkat
"Masih suka dengerin lagu K-Pop?" Tanya nya lagi
"Iya"
" kamu sudah menemukan penggantiku, nay?"

Aku terdiam. Pertanyaan macam apa yang barusan aku dengar. Ingin aku berteriak. Menceritakan kepadanya bagaimana aku berusaha untuk bangkit. Bagaimana aku berjuang menjalani hari-hariku dan berusaha melupakannya. Dan sekarang, dia bertanya apakah aku sudah mendapatkan pengganti dirinya?. Tidak Biru, kamu tetap selalu berputar di kepalaku. 3 tahun itu tidak sebentar. Aku menghabiskan hampir seluruh masa kuliah ku denganmu.

" sudah ada ya, Nay?"
Aku berbohong "Iya sudah" jawabku sambil menunduk menahan air mataku.
"Semoga dia orang yang baik ya Nay, yang bisa menjaga kamu. Aku duluan ya Nay, aku ada kelas"

Setahun lalu, setelah perdebatan panjang yang tak berujung, kami akhirnya mengambil keputusan yang menyakiti kami berdua. Masalah demi masalah datang menghantui hubungan kami. Orang bilang pertengkaran itu adalah bumbu dalam suatu hubungan. Tapi apa jadi nya jika pertengkaran itu tidak ada ujungnya. Bukan solusi yang kami temukan tetapi masalah lain yang lebih rumit.

Tembok yang terlalu tinggi untuk di daki. 3 tahun lalu kami memulai hubungan ini dengan kalimat 'kita jalani aja dulu, jodoh tidak ada yang tau'. Seandainya sedari awal aku menolak kalimat itu mungkin alurnya tidak akan seperti ini. Mungkin aku tidak akan mengenal yang namanya patah hati. Ya, Biru cinta pertamaku.

Orang tua kami tidak ada yang mendukung hubungan ini. Dikarenakan keyakinan yang berbeda. Bagaimana mungkin kita menaiki satu kapal dengan tujuan yang berbeda. Itu mustahil. Harus ada yang mengalah. Turun dari kapal itu dan carilah kapal yang tujuannya sama. Itu yang kami lakukan.

Jika dilanjutkan hubungan ini hanya akan menyakiti satu sama lain. Tidak berujung. Tidak akan menemukan titik temu.

***

Aneh. Pagi ini aku kembali ke tempat fotokopi itu. Ada sebuah perasaan yang tidak bisa di jelaskan. Iya. Aku berharap bertemu Biru. Lagi.
Itu menjadi kenyataan. Iya, aku melihatnya. Tapi dia tidak sendirian. Ada seorang perempuan di samping nya. Mereka berjalan bersama menuju gedung utama.

Perasaan aneh itu kini berubah menjadi rasa cemburu. Iya, cemburu.

Aku kembali tersadar. Aku tidak punya gak untuk rasa itu. Biru yang sekarang bukanlah Biru yang tiga tahun bersamaku. Biru yang sekaranh bebas melakukan apapun yang dia mau tanpa harus berdiskusi dulu dengan ku. Karena dia bukan siapa siapa ku lagi.

Aku melangkah menuju kelas. Di hantui perasaan yang semakin tidak jelas. Hubungan itu memang telah lama berakhir tapi tidak dengan perasaan ini.

Kelas sunyi. Kulirik jam tangan ku.
"Pantas saja, kelas baru di mulai 30 menit lagi" gumam ku.

Dulu kita memang bersama. Tapi sekarang kita udah gak bisa sama sama.

Padang 26 Juni.
Cerpen #1

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 26, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cerna (Cerpen Nana)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang