04

238 33 5
                                    


Solar memandang ke arah luar jendela yang menampakan betapa indahnya langit dari atas. Dia tidak lupa untuk mengabadikan pemandangan tersebut, karena Solar tidak setiap hari melihat hal itu.

Meskipun melihat pemandangan yang bagus dan meskipun Solar akan menuju ke salah satu tempat impiannya, sedari berpisah dengan saudara-saudaranya tadi, Solar sama sekali tidak menampakkan senyum manisnya. Matanya pun kosong, seperti tidak ada gairah untuk hidup.

".... All I want is nothing more.."

Solar terkesiap mendengar sebuah kalimat dari sebuah lagu yang tidak sengaja dimainkan.

"... To hear you knocking at my door.."

"Shit, kenapa harus lagu ini?" tanyanya dengan kesal, tapi Solar tidak ada usaha untuk mengganti lagunya, ia menikmatinya.

Solar bersandar ke kursi, menutup matanya, dan mulai menikmati lagu yang sekarang terdengar di telinganya lewat headphone yang terpasang.

"... Cause if i could see your face once more… I could die as a happy man, i’m sure.."

Solar menarik nafas panjangnya dan menghembuskannya perlahan. Lagu yang ia dengarkan sekarang adalah lagu yang cocok untuk keadaannya sekarang.

"... When you said your last goodbye… I died a little bit inside… "

Dan lirik disini sedikit berbeda. Mungkin orang yang sekarang ada dipikirannya pernah mengatakan 'selamat tinggal' padanya, namun Solar tak bisa mendengarnya. Dan bukan lagi 'sedikit mati', karena perasaan Solar benar-benar 'mati'.

"... I lay in tears in bed all night… Alone without you by my side…"

Mata Solar sontak melebar bagaikan hatinya baru saja tertusuk oleh sebuah benda tajam. Bagaimana, lirik itu bisa sangat cocok untuknya?

Duri…

Duri adalah orang yang selalu menemani Solar ketika dirinya down, menangis, dan butuh dukungan. Duri adalah orang pertama yang akan tidur disamping Solar ketika dirinya takut untuk tidur.

Tapi malam itu, malam setelah dia mengetahui semuanya. Solar menangis sepanjang malam dan Duri benar-benar tidak ada disisinya.

Oh Tuhan, satu air mata Solar akhirnya turun ke pipinya yang lembut itu.

"... But if you loved me… Why’d you leave me?.."

Solar segera menghapus air matanya, ia tidak mau menangis di dalam pesawat, ia tidak mau jika orang disebelahnya tahu betapa rapuhnya dirinya yang sekarang.

"Duri, di video kamu kemarin. Kamu bilang, kamu sayang aku kan? Lalu kenapa kamu ninggalin aku?" tanya Solar di dalam batinnya setelah mendengarkan sepenggal lirik tersebut.

***

Solar membanting tubuhnya diatas kasur begitu ia sampai di asramanya. Dia memejamkan matanya untuk menghilangkan rasa lelahnya setelah perjalanan jauh.

Solar kembali membuka matanya dan meraih handphonenya. Dua jari jempolnya dengan lihai menari diatas keyboard handphonenya. Dia mengetikkan beberapa kalimat untuk para saudaranya, bahwa dia sudah sampai ke tujuan dengan selamat.

Solar lalu beralih ke ruang chat yang berbeda dan mengetik beberapa huruf sebelum ia kirim pesan tersebut. Setelah itu, ia kembali menaruh handphonenya.

Tak lama, suara notifikasi berbunyi dari handphone Solar. Solar mengambilnya untuk melihat beberapa notifikasi yang ada di handphonenya.

Mata Solar melebar ketika melihat salah satu notifikasi dari kontak saudaranya. Solar menggertakan giginya karena geram dengan kelakuan salah satu saudaranya.

Dari jawaban saudaranya tersebut, Solar dapat membayangkan cara Blaze tertawa sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dari jawaban saudaranya tersebut, Solar dapat membayangkan cara Blaze tertawa sekarang. Sungguh, jika bukan saudara Solar akan membunuh Blaze.

"Ck, bikin jantungan aja," gumamnya.

Solar mematikan handphonenya dan kemudian menyalakannya lagi. Ia menatap sedih ke arah wallpapernya yang menunjukkan dua insan yang memiliki wajah yang sangat mirip. Setelah beberapa detik, Solar langsung mematikan handphonenya dan membanting ke kasur.

"Ck Duri, gue galau lagi," rengeknya sembari menenggelamkan wajahnya ke kasur.

***

Dengan rompi berwarna abu-abu dan juga kemeja putih, Solar menaiki satu persatu anak tangga untuk menuju ke ruangan yang sudah dibagikan oleh pihak yang berwenang. Mata dibalik kacamata itu terus melirik ke arah atas pintu, berharap dia cepat menemukan sebuah ruangan yang menjadi tujuannya.

Sekitar tiga menit Solar mencari, akhirnya ia tiba di ruangan yang menjadi tujuannya. Ia membuka pintu dan melangkah masuk. Sudah ada beberapa orang di dalam ruangan bernuansa putih tersebut, mereka sibuk dengan dunia mereka sendiri. Jadi tidak ada salahnya jika Solar juga menyibukkan diri dengan dunianya.

Solar menoleh begitu merasakan pundaknya ditepuk oleh seseorang.

"Halo! Bisa kita berkenalan?"

Solar tersenyum kikuk sebelum menjawab, "Halo, tentu."

Orang itu mengulurkan tangannya, "Nama saya Nut, saya anak rantau dari Malaysia."

Mata Solar melebar dan berkedip beberapa kali sebelum ia menjabat tangan orang yang bernama Nut, "Aku juga dari Malaysia, Solar. Salam kenal, Nut."

"Wah, hebat! Salam kenal juga Solar," begitu kalimat Nut selesai, acara jabat tangan mereka pun juga selesai.

"Kamu ngapain ngambil jurusan ini?" tanya Nut yang mengambil duduk di depan Solar.

"Umm… Memang dari kecil aku mau nyiptain sesuatu alat canggih kayak robot yang bisa bantu-bantu pekerjaan gitu."

"Oh, keren!"

"Kamu sendiri, kenapa ambil jurusan ini?" tanya Solar yang tak kalah penasarannya.

"Simple, karena banyak pekerjaan yang makin kesini bisa diambil alih sama AI, jadi menurutku pekerjaan yang nggak akan bisa digantikan adalah pembuat AI itu sendiri!"

Solar mengangguk paham setelah mendengar jawaban dari Nut.

"Sebenarnya aku punya tujuan gila disini, tapi biar itu menjadi rahasiaku," batin Solar.

———

Tbc.



AAAA... Dikit banget... sobs 😔

Jangan lupa tinggalkan jejak 🐾

ROBOT [hiatus] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang