Jangan lupa follow dan vote dulu.
Happy Reading
*
*
*
*
*Mendung dicintai karena sejuknya.
Namun dibenci ketika ia membawa hujan bersamanya.Apakah manusia hanya ingin mencari teduh.
Tapi tidak untuk menerima keluh."Mahawira Mahesa"
*****
Suara gemericik hujan masih terdengar bersahutan. Tetapi gemericik nya kali ini tak sederas satu jam yang lalu. Setelah tidur singkat menghanyutkan kesadarannya, saat ini di kamar hotel bernuansa mewah yang hanya di terangi temaram lampu tidur. Anak lelaki dengan wajah yang sendu, duduk termangu memandangi kaca, dimana gelapnya malam dan sinar lampu dari kendaraan berlalu-lalang bisa dilihat.
Rasa sakit di bagian lengannya masih terasa, walaupun tak menyebabkan luka yang serius, namun memberi bekas merah pada kulit putihnya. Ingatannya masih mengingat kejadian kemarin yang hanya berlalu beberapa jam yang lalu. Seorang ayah yang ia cintai dari lubuk hatinya selalu memperlakukan dirinya seperti anak yang tak pernah diharap.
Seketika buliran bening jatuh dari matanya, "Sampai kapan ayah akan terus membenci Wira?" Ucapnya lirih sambil mengingat kembali hal apa saja yang pernah dilakukan ayahnya sejak dulu. Sudah tak terhitung berapa banyak ayah kandung nya itu menganiaya, menyiksa, dan bahkan beberapa kali berencana untuk membunuh nya. Namun hal itu masih bisa dihalau oleh kakek yang selalu melindunginya.
"Maafin Wira Pa. Maafin Wira yang udah bikin hidup Papa dan Mama menderita," ia mencengkeram selimut tebal yang menyelimuti setengah badannya, diikuti buliran hangat yang kini menetes deras membasahi pipi nya. Lelaki itu sekali lagi terseret ke dalam luka masa lalu yang belum sembuh, namun luka baru selalu saja datang tak kunjung selesai "Melihat Papa seperti itu, tak pantas rasanya jika Wira harus memaksa Papa untuk mencintai Wira, begitupun dengan Mama. Wira hanyalah penghalang kebahagiaan kalian."
Wira mengusap sisa-sisa air matanya yang masih menempel di wajah, "Papa. Mama. Tenang ya. Kebahagiaan kalian adalah segalanya. Wira harap kalian bersabar sebentar saja. Setelah lulus sekolah nanti. Wira akan melepas hak seluruh warisan keluarga dan pergi keluar negeri untuk hidup sendiri jauh dari kehidupan kalian. Dan sampai saat itu tiba, Wira akan berusaha menjadi anak yang baik dan berbakti kepada kalian berdua."
Tak terasa obrolan malam membawanya larut menuju pagi. Langit yang mulanya gelap kini perlahan menunjukkan garis biru sebagai pertanda mentari sebentar lagi menyingsing. Namun lelaki itu membiarkan raganya terpaku menghadap kaca bidang di sebelah kasurnya. Seakan lelaki itu dengan tatapan sendu nya menanti datangnya cahaya fajar, "Betapa indahnya cerah. Ia mampu menerpa gulita malam dan menghilangkan badai di dalamnya. Aku ingin segera menemui cerah dalam hidupku. Aku ingin sekali mengakhiri badai lara yang tak kunjung selesai." ucap lirih lelaki itu ketika keindahan cahaya mentari perlahan mulai menjamah ke seluruh kota.
KAMU SEDANG MEMBACA
Merindukan Hujan
Fiksi Remaja" Lia, aku dan hujan tidak jauh berbeda" " Kenapa? "Karena hadirku hanya sekedar perantara agar bisa bertemu pelangi" "Bukankah, banyak orang yang suka hujan?" Begitu polos wajah kekasih hatinya itu bertanya. Wira kembali menatap sendu jalanan kota...