Asa (5)

17 5 0
                                    

Ancala keluar dari ruang khusus karyawan dan langsung bergabung dengan Herlambang di mesin kopi. Sadar Burhan datang Ancala menunjukkan adiknya yang sedang dekat dengan cewek yang baru dengan dagunya. Sekali lagi Burhan menengok untuk melihat Gumitir yang sedang asyik mengobrol dengan Bentala yang tidak sadar mereka menjadi bahan obrolan.

"Kita dianggap nyamuk nih" Burhan melengos.

"Tapi sepertinya Bentala nyaman dengan cewek itu— maksudku, lihat dia— sikapnya pada cewek itu berbeda dengan cewek lain yang Bentala ajak ngobrol. Jangan-jangan..." Herlambang kembali memantik topik gosip.

"Wah, jangan begitu Her— lihat Ancala, dia jadi sangat berharap" Ancala melempar serbet ke muka temannya itu "jorok!" Burhan mengusap berkali-kali wajahnya "ah, harumnya masa-masa muda— masa di mana darah masih bergelora dan aroma seperti kopi baru siap" Burhan menghirup kopi miliknya dengan penuh dramatis lalu menyeruput kopi miliknya dan "ahhhhh tidak ada yang lebih nikmat dari secangkir kopi dengan ditemani aroma kehidupan masa muda" lalu dia tersenyum geli dengan ucapannya sendiri.

"Tapi semoga gadis di dekat Bentala dapat mengobati Bentala dari luka lamanya— ini sudah jalan berapa tahun sejak saat itu? Kasihan dia jika terus terpuruk dari luka lamanya" Herlambang mengusap gelas yang baru dibersihkan lalu meletakkannya di bawah konter.

Semua Ranting Kusuma tahu bagaimana saat Bentala masih SMA dan pacarnya mengkhianati cintanya. Mereka tahu bagaimana Bentala menjalani hari-hari yang terasa lambat itu, mereka melihat itu dari mata Bentala yang menyorotkan keputusasaan. Kala itu semua hal yang pernah Bentala capai merosot— nilainya turun, kinerja di kafe kurang bahkan dia jadi menyebalkan jika diajak mengobrol— sangat bertolak belakang dengan Bentala yang selalu jadi tempat nyaman untuk bercerita. Tak tahu pasti apa yang menyebabkan Bentala bisa bangkit, mungkin Bentala juga sudah lelah murung. Namun sikap untuk menghindari jatuh cinta itu tak pernah hilang sampai sekarang, bahkan banyak gadis yang mencoba mendobrak pintu hati Bentala yang tertutup rapat dan selalu berujung kesia-siaan.

Ancala merasa senang jika Gumitir bisa mengobati trauma dan luka lama Bentala— melihat adiknya tidak termenung ketika sendirian ataupun tidak melihat adiknya terus menggunduli perasaannya setiap saat agar tidak lagi jatuh cinta— melihat adiknya kembali merasakan dicintai dan mencintai, membayangkan hal itu saja dapat membuat hati Ancala dan juga tentu Indah menjadi lebih bahagia. Ancala adalah satu-satunya keluarga Bentala, apalagi dia adalah seorang kakak— dia masih ingat pesan ibunya pada dirinya sebelum meninggal. Dia dipercaya untuk menjaga Bentala— keluarga satu-satunya. Namun kini Ancala memiliki keluarga sendiri, sudah tentu Ancala tidak bisa terus menjaga Bentala, apalagi Bentala sudah sebesar itu. Dia tahu Bentala adalah anak yang mandiri, tapi Ancala tidak ingin Bentala merasa kesepian. Bentala sudah berada di usia menikah walaupun kuliahnya belum selesai, Ancala ingin Bentala cepat mencari pendamping hidupnya. Namun Ancala pun tahu jika memaksakan seseorang untuk menikah adalah hal yang tidak baik, namun setidaknya jika Bentala memiliki kekasih dan mengisi hidupnya dengan cinta— itu pun sudah cukup bagi Ancala. Dia sudah tidak tahan melihat adiknya terjebak akan luka lama.

Mengobrol ke sana ke mari sampai sore pun jatuh— Gumitir merasa tidak enak mengganggu waktu Bentala, dia hendak pulang saja. Gumitir kini merasa jauh lebih baik, dia merasa beban dalam hidupnya terbuang— dia yakin tidak semua, namun kini ia merasa lebih ringan dan lebih berani untuk mengharapkan sesuatu. Gumitir menganggap Bentala tak perlu tahu semua hal yang ia alami, namun menceritakan beberapa masalah dalam hidupnya pada Bentala membuat dirinya merasa lebih baik. Dia pamit dan diantar Bentala sampai ke jalan raya untuk menunggu angkot dan begitu angkot datang, Gumitir langsung pergi dengan riang dan ia melambaikan tangannya.

"Gumitir!" tahan Bentala sebelum Gumitir benar-benar pergi "jika kamu ada cerita yang perlu kamu sampaikan pada orang lain— ataupun kamu perlu seseorang untuk menemani kamu ataupun jika kamu lapar dan perlu nasi bebek— aku, aku dengan siap ada untuk kamu— bahkan aku siap ke rumahmu— ah maksudku, aku bisa ke rumahmu dan mendengarkan cerita mu" Bentala jadi bingung dia sebenarnya mau menyampaikan apa.

"Iya, aku tahu kok" Gumitir tersenyum ringan sore itu, kini perasaan riang memenuhi hatinya.

Bentala jadi kikuk, begitu Gumitir pergi dengan angkot dia kembali masuk ke kafe dan dia disambut dengan riuh Ancala, Herlambang dan Burhan. Bentala yang merasa malu pura-pura membuat kopi pesanan pengunjung kafe hingga wajahnya merah. Sari menatap riuh itu dengan dingin, dan riuh pun langsung senyap.

***

"Halo Nia, iya sayang papah tidak pulang malam ini— hm? Oh begitu, iya sayang nanti papah janji besok pulang yah— love you" Nia tengah merakit rumah yang terbuat dari balok-balok lego. Nia dan Dr. Philips memang sering bersama merakit lego. Namun belakangan Dr. Philips sering tidak pulang. Bahkan kalau pulang pun tengah malam ketika Nia sudah tidur. Nia protes padanya karena sudah dua hari Dr. Philips tidak pulang. Namun Dr. Philips tidak bisa meninggalkan urusannya. Dr. Philips semakin gusar kala meninjau laporan pertumbuhan seminggu terakhir, pohon itu seakan tumbuh seenaknya saja. Karena kegusaran inilah Dr. Philips jadi tidak bisa pulang dan meninggalkan penelitiannya, bahkan waktu terakhir bersama Nia adalah dua hari lalu saat menonton film juga bersama dengan istrinya. Dia jadi semakin khawatir pikiran negatifnya benar akan terjadi.

Kini pohon bercahaya lebih tinggi, bunga yang masih kuncup itu perlahan merekah namun perkembangan merekahnya bunga lebih lambat daripada pertumbuhan pohon bercahaya. Mungkin pertumbuhan ini mengorbankan nutrisi untuk memekarkan bunganya. Tapi semua itu masih dasar kata mungkin. Dan berbicara soal nutrisi pohon bercahaya, hal ini berdampak pada tanaman lain di sekitar. Di sekitar gedung negara, baik itu rerumputan hias ataupun rumput yang sering diinjak— mereka pelan-pelan mulai kekeringan. Memang ini musim kemarau, namun tidak biasanya rerumputan sekering ini. Tidak hanya itu, pohon-pohon yang berbuah di sekitaran gedung negara— menghasilkan buah yang lebih kecil dari biasanya. Bahkan jauh lebih kecil, juga rasa yang dihasilkan cenderung hambar dan tidak ada rasa manis yang tertinggal. Mangga, rambutan, kelengkeng, pisang dan pohon yang menghasilkan buah yang lain.

Dugaan Dr. Philips benar, pohon ini tentu saja menyerap sebagian besar nutrisi dan unsur hara tanah yang terkandung di tanah sekitar gedung negara dan konsumsi nutrisi pohon sebesar ini tentu saja membutuhkan nutrisi yang banyak— apalagi pohon ini belum dapat sepenuhnya diidentifikasi dan mengeluarkan cahaya, nutrisi yang dikonsumsi bisa lebih besar daripada pohon yang biasanya. Yang menyebalkan dari pohon ini juga regenerasinya, pernah waktu itu Dr. Philips menyiram sampel pohon bercahaya dengan metanol yang dicampur bensin lalu membakarnya dan tidak terjadi apa-apa— akar itu memang benar-benar terbakar namun api yang dihasilkan tidak membakar pohon itu, api itu hanya membakar metanol dan bensin tapi tidak membakar sampel pohon bercahaya. Dan saat metanol dan bensin sudah terbakar— api itu padam. Apa jangan-jangan pohon ini sekuat baja? Kalau begitu siram saja dengan asam sulfat, sifat korosif asam sulfat akan meleburkan baja kan? Sudah pernah dicoba, asam sulfat justru menguap dan tidak meninggalkan bekas pada pohon.

Kini fokus penelitian Dr. Philips selain meneliti pertumbuhan pohon bercahaya, juga meneliti bagaimana memusnahkannya untuk bagian pemusnahan sendiri dia tangani sendiri dan untuk bagian meneliti pertumbuhan ia serahkan pada bawahannya. Selain itu kandungan-kandungan lain yang terdapat pada pohon bercahaya diserahkan Ratna serta bagian yang meneliti dampak dari berdirinya pohon bercahaya juga diserahkan bawahannya yang lain. Meski penelitian ini bermacam-macam, namun tentu memiliki satu tujuan yaitu agar dapat memahami pohon bercahaya. Dana penelitian? Seperti yang diduga Dr. Philips— daripada pemerintah menggelontorkan dananya habis-habisan pada penelitian yang belum tentu kegunaannya apa, lebih baik digunakan ke pada aspek yang lain bukan? Jadi untuk masalah dana memang cekak. Bahkan tempat penelitian mereka ialah gedung negara yang sudah dikosongkan. 

Cirebon dan Pohon Balas Dendam (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang