CHAPTER 9 | A DECISION

1K 173 29
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Tunggu di sini, mengerti?" Jeno mewanti-wanti Jimin seraya melepas sabuk pengaman.

Jimin sekadar bergumam. Ia memperhatikan Jeno yang berjalan menuju klub malam dengan badan tegapnya.

Lima belas menit menunggu dalam diam, Jimin pun bosan. Kegiatannya menunggu terasa lebih lama karena ia tak membawa ponselnya.

Lalu, ponsel Jeno yang tertinggal di mobil menyala. Layarnya menunjukkan nama Jaemin. Jimin sebenarnya tak berniat untuk mengangkat telepon tersebut, namun ketika panggilan ketiga masuk, ia pun menerimanya.

"Halo?"

"Siapa ini? Di mana Jeno?"

"Ini aku, Jimin."

"Oh, Jimin, kenapa ponselnya ada padamu?"

"Ponselnya tertinggal di mobil. Ada yang ingin kau sampaikan? Sepertinya penting."

"Aku hanya ingin memastikan dia tidak sedang adu jotos di klub. Seseorang baru saja mengirimiku foto."

"Foto apa?"

"Jeno dikereyok?" Jaemin sendiri terdengar tak yakin.

"Apa?!" Jimin sedikit berteriak.

"Yoo Jimin, jangan gegabah dan tetap di mobil. Aku yakin dia baik-baik saja."

Jimin menatap pintu masuk klub.

"Ya sudah, aku tutup dulu. Tetap di mobil, oke?" ujar Jaemin sebelum mematikan sambungan.

Jimin menggigit bibirnya dan melirik jam di dashboard. Jeno sudah pergi lebih dari 15 menit. Bukankah sudah terlalu lama?

Entah apa yang merasuki dan dari mana keberanian ia dapatkan, Jimin menarik handle pintu mobil dan melangkah keluar. Dengan langkah ragu-ragu, ia mendekati bouncer berbadan gempal yang menjaga pintu masuk klub.

"Aku hanya ingin menjemput seseorang," jelas Jimin ketika bouncer itu minta kartu identitasnya. Bagaimana sempat bawa kartu itu? Ponsel saja ia tak bawa.

Jimin meraba kalung yang melingkar di lehernya. Tanpa ragu, ia melepasnya dan menyodorkannya ke bouncer itu. "Aku hanya butuh 10 menit."

Bouncer itu melirik ke kanan dan kiri, lalu mengambil perhiasan mewah itu dari Jimin. "Hanya 10 menit."

Jimin mengangguk, dan berjalan memasuki klub. Gendang telinganya langsung disambut oleh dentuman musik yang membuat dadanya berdebar tak nyaman.

Ketika benar-benar memasuki klub, pandangan mata Jimin dipenuhi dengan lalu lalang aktivitas manusia yang sedang 'bersenang-senang'.

Wajahnya mengernyit melihat beberapa pria mulai memperhatikan kehadirannya. Jimin bersyukur ia mengenakan jeans longgar dan jaket bomber Jeno yang melekat di badannya.

ROYAL AND NOBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang