❦ Aurora Books

170 20 14
                                    

Miniature Overture mengalun dari speaker di ruangan Noeline, mengusik pagi yang damai di Aurora Books. Tangannya bergerak-gerak mengikuti irama, layaknya konduktor pada sebuah orkestra. Segelas macchiato terhidang di mejanya, tepat di samping layar laptop yang menyala dan tengah menampilkan naskah siap cetak.

Seseorang masuk ke dalam ruangannya tanpa mengetuk pintu. Dari langkahnya, Noeline sudah bisa menebak siapa itu.

“Sia-sia gue bikin pintu kalau lo nyelonong mulu tiap masuk.” Noeline menurunkan tangannya dan menatap Nizar dengan kacamata hitam membingkai matanya.

“Kebiasaan banget pagi-pagi udah dengerin Mozart. Bikin ngantuk tau, coba sesekali play lagu lain.”

“Ini Tchaikovsky bukan Mozart.”

“Sama aja.”

“Beda!”

Nizar mengedikkan bahu. “Gue nemu naskah bagus banget.” Kemudian ia menarik kursi di depan Noeline lalu menaikkan kacamatanya ke atas kepala. “Tapi naskahnya series gitu, kolaborasi dari beberapa penulis.”

“Sial, Mas Nizar ini masih pagi dan lo udah bau rokok?” Noeline mengernyit saat bau rokok menusuk hidungnya.

Nizar nyengir. “Barusan nyebat dulu di bawah sama Malik.”

“Harusnya lo ke sini setelah bau rokok di badan lo ilang,” gerutu Noeline sambil mengipas-ngipaskan tangannya di depan wajah.

“Fokus Noe fokus! Sekarang bukan waktunya memperdebatkan bau rokok di badan gue.”

Noeline menghela napas. Lelaki yang satu tahun lebih tua darinya itu adalah salah satu editor di kantornya. Ia sudah kenal lama saat mereka dulu sama-sama berkerja di penerbit lain hingga akhirnya Noeline memutuskan untuk membangun penerbitnya sendiri dan mengajak Nizar bergabung. Lelaki itu tak menolak, setelah kontraknya habis dia langsung mengabari Noeline dan sekarang resmi jadi editor di Aurora Books.

Noeline menurunkan layar laptop dan menyuruh Nizar memperlihatkan naskah yang tadi ia sebutkan.

“Ini nih lihat, temanya tentang zodiac jadi ada 12 cerita dari 12 penulis dan masing-masing tokoh di setiap cerita punya kekuatan yang berbeda. Gue udah baca semuanya dan menurut gue ini menarik. Viewersnya juga lumayan.”

High fantasy ya?”

“Nggak. Ini modern fantasy dan masih ada unsur scienfic dan beberapa ada yang masukin romance juga.”

Noeline mengambil ponsel Nizar dan membaca sekilas blurb yang tertera pada cerita-cerita itu. Kalau Nizar sampai bilang menarik, pasti ceritanya memang semenarik itu. Noeline percaya pada selera Nizar.

“Oke, tapi kita gak bisa nerbitin semua sekaligus.”

“Iya gue tau. Gue udah milih beberapa yang cocok jadi opening. Nanti kita bisa atur jadwal juga kalau mereka bersedia nerima tawaran terbit di kita.”

“Kalau mereka udah oke, nanti langsung kita bahas sama yang lain.”

Nizar mengangguk antusias lalu pamit kembali ke kubikelnya. Noeline memperhatikan lelaki itu dari dinding kaca yang mengelilingi ruangannya, sebelum pandangannya beralih pada seorang perempuan yang dengan santainya berjalan menuju kubikelnya sambil menenteng tas dan segelas minuman di tangannya.

Setelah perempuan itu meletakkan tas dan minumannya di meja, ia menoleh ke ruangan Noeline dan tatapan mereka langsung bertemu. Noeline melotot sementara dia malah nyengir sambil menangkupkan kedua tangannya di depan wajah sebagai tanda permohonan maaf atas keterlambatannya.

“Irvyna, kalau lo kerja di kantor lain lo udah dipecat dari lama!” gumam Noeline tanpa bisa didengar lawan bicaranya.

Sama seperti Nizar, Irvyna juga merupakan seorang editor di Aurora Books. Ia dan Noeline sudah kenal sejak SMA lewat sebuah komunitas kepenulisan daring. Bermula dari sahabat pena hingga menjadi sahabat betulan setelah keduanya memutuskan untuk bertemu untuk yang pertama kalinya beberapa tahun yang lalu.

Dissonance: Ending PageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang