21 - pembatalan nikah

6 0 0
                                    


Setelah semalam tidur di rumah pak Mulyono dan mereka banyak bercerita melepas rindu, pagi ini Muhtar kembali ke rumah Bapak Ibu Subondo dan tiba sore harinya.

Besok seluruh keluarga akan berkumpul kembali kali ini di rumah Ibu Latifah.

Pagi hari seperti biasa Murti mengantar Andik berangkat ke sekolah lalu ia segera pulang ke rumah dan didapatinya semua telah berkumpul.

Sapaan Muhtar kepada Murti terasa canggung yang dibalas oleh Murti dengan lebih canggung. Senyum mereka kaku. Murti tidak berani bertatap mata dengan Muhtar begitu pun Muhtar.

Seakan sekat tebal terbentang di antara mereka. Padahal hasil pemerikaan masih tertutup rapat di dalam amplop rumah sakit yang masih dipegang oleh Toto.

Semua duduk mengelilingi meja tamu. Toto meletakkan amplop tertutup berisi hasil pemeriksaan DNA. Hasilnya keluar tiga hari lebih cepat dari waktu maksimal yang diberikan.

Suasana tegang diam mencekam. Masing-masing dengan pikiran dan perasaannya sendiri-sendiri.

Pak Subondo membuka pertemuan keluarga dengan ucapan maaf.

"Maaf, bila hasilnya tidak sesuai dengan harapan dan keinginan kita. Inilah faktanya,"

"Murti dan Muhtar bersaudara kandung dari penglihatan kita melalui tanda lahir yang dibawa Muhtar sejak bayi yang kita semua juga sudah melihatnya waktu itu," kata bapak Subondo.

"Karena itu, beberapa minggu ini baik Murti maupun Muhtar sudah berpisah tempat tinggal, Murti bersama Andik di rumah Ibu Latifah sedangkan Muhtar bersama kami di rumah kami," kata Bapak Subondo.

"Sekarang kita akan melihat hasil pemeriksaan DNA Muhtar dan Murti. Hasil ini tiga hari lebih cepat dari perkiraan kita," pak Subondo memberi penjelasan.

"Sekali lagi, Ibu, Ibu Latifah, Muhtar. Murti dan juga nak Toto, saya berharap kita semua bisa menerima hasil pemeriksaan ini dengan lapang dada dan ikhlas, terutama Muhtar dan Murti. Begitu ya. Nak?" Kata Pak Subondo sambil memandang Muhtar dan Murti. Yang dipandang hanya bisa diam saja.

"Semua sudah siap apa pun hasilnya akan diterima dengan ikhlas," kata pak Subondo lagi.

Perlahan Bapak Subondo membuka amplop dan mengeluarkan kertas hasil pemeriksaan.
Pak Subondo membaca perlahan dan menahan nafasnya.

99% sama!

Itu artinya pernikahan Muhtar dan Murti tidak sah, mereka sekandung, dan haram menikah.

Ibu Latifah menangis. Iya terharu bahwa Aryanto anaknya yang hilang selama puluhan tahun akibat bencana alam yang mengerikan kini ada di hadapannya dalam keadaan sehat wal'afiat.

Bahkan dua belas tahun lebih sudah sebenarnya Ibu Latifah hidup bersama anaknya yang hilang ini dalam satu rumah namun sebagai ibu mertua dan menantu.

Ibu Latifah menangis memeluk Murti anak gadis bungsunya karena sekali lagi Ibu Latifah harus menyaksikan kegetiran yang dialami anak perempuannya ini.

Kehilangan calon suami di detik-detik menjelang pernikahannya, kehilangan 3 calon buah hati yang masih di kandungnya dan sekarang Murti harus berpisah dengan suaminya karena pernikahan mereka tidak sah. Mereka harus segera membatalkan pernikahan mereka.

Semua saling berpelukan menangis terharu. Hanya Muhtar dan Murti yang tidak berani berpelukan. Mereka hanya menyaksikan saja.

Rasa canggung di antara mereka masih menggelayut berat mengingat mereka belum resmi berpisah sebagai suami istri.
Khawatir masih ada rasa cinta dan nafsu sebagai dua makhluk berlainan jenis.

=====

Pengadilan agama telah menetapkan pembatalan pernikahan Murti dan Muhtar.

Tidak ada tangis kesedihan. Tidak ada wajah murka kebencian. Yang ada tinggallah wajah-wajah sejuk, wajah-wajah Hamba Allah yang Taqwa.

KILASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang