Ma..Ma.. Ling!!!

38 1 0
                                    

Mangkuk keramik bergambar ayam melesat cepat memecahkan udara, menggema gemuruh sebelum hantaman keras menemui tanah. Terpecah menjadi pecahan-pecahan kecil yang tajam, setiap serpihan membawa ancaman potensial bagi siapa pun yang berani menyentuhnya.

Di sekitar tempat itu, ligkungan tiba-tiba berubah menjadi adegan kejar-kejaran yang kacau. Seorang berkalung kain putih lusuh, dengan mata melotot, mengejar seseorang yang memakai jaket hitam yang baru saja berlari menjauh.

"Ma..ling!!! Ma.. ma...ling!!!" teriaknya, membangunkan kehebohan di taman yang sepi.

Seorang penikmat pagi yang biasanya duduk santai di bangku taman, langsung berlari mengejar orang berjaket hitam tanpa ragu. Tak lama kemudian, sepasang pemain bulu tangkis yang meninggalkan raket mereka ikut bergabung dalam kejar-kejaran. Bahkan segerombolan anak-anak dari balai RW yang sedang asyik bermain petak umpet turut serta dalam aksi ini. Bahkan orang-orang yang asyik makan  belum sempat habis bakso di mangkuknya langsung mengambil ancang-ancang ikut merayakan kejar-kejaran itu.

"Woyy!! Berhenti woyy!!" teriak orang-orang yang berusaha mengejar.

"Eh ada maling!" seru ibu-ibu yang sedang senam pagi, mengikuti kerumunan yang semakin bertambah.

Namun, seperti cepat berlalu begitu saja, mereka yang awalnya bersatu dalam kejar-kejaran itu kehilangan jejak si maling. Mereka berkumpul dengan bingung, ketakutan mulai merayap.

Tiba-tiba, seorang laki-laki berkopiah hitam dan berbaju batik, yang ternyata Ketua RT setempat, muncul di antara mereka.

"Pak RT, ada maling..." kata salah seorang dari kerumunan itu, panik.

"Iya pak, malingnya kemana??" tanya yang lain, mencari petunjuk dari pemimpin mereka.

"Pak, bagaimana ini? Desa kita sudah tidak aman," ujar seorang lagi, cemas.

"Iya pak," sahut semua serentak, menggambarkan kekhawatiran yang sama.

Pak RT berusaha menenangkan mereka, mencari cara untuk mengatasi situasi ini. Namun, kekacauan tiba-tiba berakhir ketika seorang berjaket hitam keluar dari rumahnya. Wajahnya tersembunyi di balik kain jaketnya.

"Nah ini malingnya. Ayo kita pukul!!" teriak salah satu dari mereka, siap untuk bertindak.

Namun, abang tukang bakso yang baru saja datang setelah berlari panjang, dengan nafas tersengal-sengal, mencoba menghentikan mereka.

"Heyyy, berhenti, Hoosh.. Hoshh.." serunya dengan keras, menarik perhatian semua orang.

Mereka semua menatap ke arah abang tukang bakso yang berusaha menenangkan situasi. "Pak, buk. Saya berteriak 'maling' bukan karena ada maling. Saya mau manggil istri saya, biasa saya panggil Mama Ling kalau di rumah," jelasnya dengan napas terengah-engah.

Seorang perempuan berwajah pucat muncul dari masker yang menutupi hidungnya. "Nah ini istri saya. Dia sedang sakit diare dan demam. Tadi ke warung mau minta makan bakso, karena saya lupa bawa HP, dia maksa mau ambil sendiri baksonya. Lah kok tiba-tiba bawa lari itu centong kuahnya," ceritanya sambil menyerahkan centong ke abang tukang bakso.

"Tadi kebelet ke kamar mandi. Kepala saya pusing jadi mangkuknya jatuh dan saya nggak sengaja bawa tuh centongnya. Ini Pah centong kuahnya," sambung Mama Ling, memberikan penjelasan lengkap.

"Ealahhh...," desis rakyat yang hadir, merasa lega ketika kebenaran akhirnya terungkap.

"Gini, pak buk, demi kesejahteraan bersama. Kita harus pastikan kebenarannya sebelum mengambil tindakan. Jangan main hakim sendiri. Kalau tidak, malah jadi rugi tenaga dan waktu kita," nasihat Pak RT dengan bijak.

Semua orang mengangguk mengerti, merasa perlu belajar dari kejadian ini. Mereka yang tadinya terbelah oleh kepanikan dan kecurigaan, kini bersatu kembali dengan pemahaman bahwa kebenaran harus diutamakan, demi menjaga kedamaian dan keamanan desa mereka.

Kumpulan Cerpen FiksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang