Gerimis pagi di musim kemarau membuat Gumitir menyiapkan sweeter untuk menghangatkan tubuh di pagi yang dingin. Langit sejak tadi tidak memunculkan matahari dan membiarkan mentari itu tertutup awan kelabu. Jalanan kota Cirebon basah karena gerimis yang terus turun dan membuat udara kota turun beberapa derajat lebih dingin dibanding kemarin. Mungkin hari ini tidak cerah, tapi hati Gumitir sedang cerah— bahkan ini adalah pertama kali semenjak lama sekali hatinya cerah. Pertama kali sejak lama sekali, dia bangun dari tidurnya dan tidak kebingungan akan melakukan apa hari ini, pertama kali sejak lama sekali dalam hidupnya bangun tidur dengan harapan yang masih berdetak— seperti saat ia kecil dulu yang selalu penuh harap. Kini ia tidak takut akan hal yang biasa ia takuti, sekarang dia bisa bebas kemanapun ia suka— ia bisa bebas keluar masuk tempat-tempat yang kemungkinan dihinggapi anak-anak hits. Ia tidak takut bertemu siapapun di sekolah, ia tidak takut untuk pergi ke mana pun sekarang. Gumitir benar-benar sadar jika hal buruk yang selalu ada di dalam pikirannya benar-benar hanya ada di dalam pikirannya— tidak pernah benar-benar terjadi. Gumitir juga sadar bahwa orang-orang akan terus merundung dirinya jika dia hanya diam dan menangis, seperti kata Bentala— mereka yang suka merundung harus dilawan.
Gumitir untuk pertama kali dia gugup karena rasa semangatnya dan bukan karena rasa takutnya untuk memulai hari. Gerimis jatuh di rambutnya yang ia ikat dengan tali rambut ke belakang dan ia mulai meninggalkan rumah dengan angkot. Jalanan kota tidak terlalu ramai mungkin karena gerimis dan orang-orang malas untuk keluar rumah kecuali mereka yang tidak bisa berdiam diri di rumah. Daun-daun pohon bercahaya basah karena gerimis, bulir-bulir gerimis menggantung di ujung daun dan ujung rantingnya sehingga jika pohon besar itu diguncang dengan kekuatan yang cukup besar maka akan menciptakan hujan deras yang sesaat. Di sekitar pohon bercahaya pagi itu hanya ada para peneliti yang sibuk mencatat dan belum ada pengunjung yang memenuhi sekitarnya. Namun bukan ke sana Gumitir akan pergi, dia akan bersekolah— dia tidak boleh terus lari.
Untuk pertama kalinya dalam kehidupan Gumitir dia memasuki gerbang sekolah ini tanpa rasa was-was bagaimana hari ini akan berlangsung— atau siksaan apa yang akan menunggunya sepulang sekolah nanti. Ia kini memasuki gerbang dengan keteguhan hati yang kuat dan lebih tenang. Dia pun memasuki kelas dengan hati yang lebih tenang dan untuk pertama kali setelah sekian lama, ia benar-benar mengikuti pelajaran. Saat itu pelajaran sejarah Indonesia dan sedang membahas PKI, bukankah topik PKI pernah ia baca di salah satu novel sejarah? Kalau begitu ini bukanlah menjadi masalah bagi Gumitir. Gumitir dengan mudah mengikuti pelajaran sejarah dan bahkan menjawab beberapa pertanyaan dari gurunya— satu kelas diam karena mendengarkan penjelasan Gumitir.
"Kamu bahkan tahu detail yang tak tertulis di buku paket Gumitir, bagaimana kamu tahu detailnya?" tanya gurunya yang masih terkejut. Gurunya tidak akan terkejut jika Gumitir benar di soal pilihan ganda— bisa saja itu kebetulan dan Gumitir beruntung kan? Namun tidak, gurunya terkejut karena Gumitir benar-benar menjelaskan secara detail dari pertanyaan gurunya. Meskipun dengan bahasa yang masih perlu diperbaiki karena Gumitir masih kikuk dalam menyampaikan apa yang dia pikirkan di depan umum.
"Itu pernah dijelaskan di salah satu novel sejarah yang pernah saya baca Bu" ucap Gumitir tanpa ragu kali ini, karena memang dia sudah membaca detail sejarah itu di novel yang waktu itu membuatnya menangis karena kisah yang disajikan pengarang. Semua teman sekelasnya senyap. Gumitir benar-benar seperti orang lain— Gumitir yang tak cakap dalam apapun, gugup dan selalu melakukan suatu hal dengan tidak benar, ke mana perginya Gumitir yang itu? Pada dasarnya Gumitir anak yang cerdas, namun sayang bertahun belakangan dia tak pernah menyimak pelajaran walaupun dia masuk dan mencoba mendengarkan— namun pikiran dia yang sudah terprogram "tidak bisa apa-apa" karena selalu mendengar itu dari teman sekelasnya, gurunya bahkan ibunya sendiri— sehingga dirinya tidak memahami potensi yang dia miliki. Seperti sekarang, Gumitir dengan mudah mengikut pelajaran sejarah karena Gumitir menyimak dengan benar kali ini.
Pelajaran selanjutnya yang Gumitir dapat ikuti ialah sosiologi, walaupun dia tak bisa menjawab pertanyaan dari gurunya namun setidaknya Gumitir dapat mengikuti pembelajaran dan memahami sedikit banyak dari apa yang dijelaskan oleh gurunya. Lagi-lagi karena Gumitir yang benar-benar memasang telinga dan matanya untuk menyimak dengan kesungguhan— bahkan dirinya berani untuk bertanya bagian yang tak ia pahami.
"Hay, Gumitir— tadi hebat sekali, kamu benar-benar menguasai materi sejarah" ucap cewek teman sekelas Gumitir dengan kacamata dan tali lalat di pipinya.
"Iya, kamu benar-benar hebat Gumitir" timpal teman sekelasnya yang lain yang mengenakan sweeter pink dengan gambar wajah kucing mungil di saku sweeter yang ia pakai.
"Tidak juga— aku hanya sudah pernah membacanya di novel" jawab Gumitir, dia menelan ludah dan mengira ia akan dirundung. Namun Gumitir sekali lagi menyadarkan dirinya bahwa itu adalah pikiran negatifnya saja.
"Eh, kamu suka baca novel juga? Aku baru tahu" ucap cewek yang berkacamata "aku tidak pernah lihat kamu membaca novel?" yang pernah ia lihat selalu Gumitir yang dijadikan bahan perundungan oleh geng Mely ataupun sendirian termenung— dia pernah menegur Gumitir namun Gumitir jarang merespon positif kadang tidak merespon sama sekali. Itu karena Gumitir ketakutan saat tiba-tiba ada orang lain yang mengajak untuk berinteraksi.
"Aku lebih nyaman baca novel di rumah" ucap Gumitir. Sebenarnya Gumitir juga sadar jika dirinya beberapa kali diajak berbicara oleh cewek di depannya ini, namun lagi-lagi pikiran Gumitir yang menghalangi— dia berpikir begitu jauh dan berpikir cewek di depannya ini bersekongkol dengan geng Mely untuk merundungnya.
Kenyataannya memang semua hal buruk yang ia pikiran hanya ada di pikirannya saja. Buktinya sekarang ia bisa makan di kantin dengan cewek yang tadi mengajak dirinya mengobrol dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama Gumitir makan di kantin dengan teman sekelas. Bahkan mereka mengobrol dan sesekali bercanda seolah sudah berteman lama dan mereka menjadi semakin dekat. Gumitir benar-benar senang karena jika perlahan dia mengubah pikirannya dan mengubah pandangannya, dia bisa menjalani harinya menjadi lebih baik. Kini Gumitir menjadi lebih terbiasa komunikasi walaupun kadang harus menyesuaikan karena ada topik ataupun sikap seharusnya yang Gumitir tidak tahu. Namun hari itu berlangsung cepat karena Gumitir benar-benar menikmati harinya— dan di saat Gumitir berpikir ini adalah hari yang indah datanglah Mely dan dua babu setianya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cirebon dan Pohon Balas Dendam (TAMAT)
RomanceSUDAH TAMAT Satu hari di Kota Cirebon, tumbuh pohon misterius yang dapat tumbuh tinggi sampai mencakar langit dan kala malam dedaunan pohon menyemburkan cahaya kuning yang indah dan menenangkan. Di sisi lain, Gumitir adalah gadis yang selalu dirun...