The Journey Begins

1.8K 15 6
                                    

[Sabtu, 6 Oktober 2012 |17:21]

Jubah dan topi hitam segi lima yang talinya sudah dipindahkan, tawa haru serta raut wajah bahagia memenuhi aula megah milik salah satu PTN di Jogja sore itu.

Namun ada satu aura berbeda yang terasa dari sudut depan kursi wisudawan. Seorang pemuda dengan pakaian dan atribut seragam namun moodnya terlihat sangat kontras dengan predikat membanggakan yang sudah ia terima hari ini. Sarjana Ekonomi terbaik se-Fakultas plus lulusan dengan IPK tertinggi se-Universitas. WOW! Tapi tidak, dia tidak sedang bahagia saat ini. Untuk sekedar membentuk senyum palsu dengan sudut bibirnya pun ia tak mampu.

"sreett.." dengan lesu pria itu menggeser kursi, bangkit berdiri dari tempat duduknya dan mulai beranjak pergi.

"Cellooo, selamat yaa!"

Langkahnya terhenti.

"Mau kemana to?" tanya seorang wanita yang hampir tidak dikenal karena riasan tebal diwajahnya hanya menyisakan dialek khas Jogja miliknya untuk dikenali.

"Oh, pulang Dit.. mau kemana lagi emang?" jawabnya ketus tanpa menatap mata wanita mungil berkacamata yang adalah sepupunya itu.

"Lha kita kan mau foto bareng satu keluarga, Cell. Pakde Carlo sama bude Lina mana sih yo, kok gak kelihatan dari tadi?" sahut Dita sembari meletakkan tangan kanannya di pelipis, mencari keberadaan pakde dan budenya tersebut.

"Sudahlah aku capek Dit, aku pulang duluan" jawab Cello dengan nada lirih, pergi meninggalkan sepupunya yang masih terlihat melongo kebingungan.

Tak lama Cello yang sudah berganti pakaian -namun masih bernuansa hitam- terlihat pergi meninggalkan area parkir bersama Shadow Phantom kesayangannya.

*** Cello's ***

"Malam mbak, saya mau pesan tiket"

"Selamat malam, namanya siapa mas? Mau pesan tiket tujuan mana?" tanya petugas loket itu dengan ramah.

"Marcello Shawn, mbak. S-H-A-W-N dan jangan lupa MARCELLOnya pake C dan double L ya" jelas ku sembari menunduk mendekatkan wajah ke sebuah lubang berukuran setengah lingkaran bola futsal di bagian bawah kaca pembatas transparan.

"M-A-R-C-E-L-L-O..  S-H-A-W-N.." ujar wanita tersebut sembari menekan tuts keyboard di depannya. Sesaat kemudian wanita tersebut terlihat penasaran dan memperhatikan wajahku dengan seksama lewat celah yang sama.

"Waaaaaah!!! ini pasti mas Marcel yang kemaren jadi model di acara Asian Fashion Show di TV itu to? Yang pake kemeja batik biru langit kan, celana pendek coklat dan topi becak.. waaah.. ya ampun Gustiii aku ingat betul wajah mas ganteng yang mewakili Indonesia ini, gak salah lagi!" racau wanita itu dan petugas lain disebelahnya dengan wajah sumringah yang berlebih.

"Hahaha.. Caping maksudnya mbak? Iya waktu itu iseng doang kok tampil. Kebetulan yang ada sedang off jadi saya yang ngisi hehe" 

"Wah mas'e tu pasti model Internasional ya? Gayanya itu lho, keliatan luwes banget waktu tampil di atas panggung. Ganteng juga, dan badannya itu aduuh Gustiii aku kesengsem."

"Weess jaan kok jadi ngelantur gini sih kamu Nin, maaf ya mas teman saya ini memang gak bisa liat orang ganteng dikit langsung aja penyakite kumat. Mau pesen tiket kemana mas'e?" tanya wanita satunya yang terlihat lebih waras, dibalas muka manyun Nina Aristi. Yah itulah tulisan yang bisa kubaca jelas di sisi atas saku kiri wanita lucu tadi. Ckck.

"Hehe iya gak'papa kok mbak, Agro Luwa tujuan Jakarta buat besok yang sampainya malam ada mbak? Eksekutif ya. Sama sekalian jasa angkutan untuk sepeda motor di kereta yang sama ya mbak, jenis Honda Shadow Phantom"

"Ohh sebentar ya saya cek dulu"

Ckck aku heran, ada aja yang mengenaliku ternyata. Padahal seingatku aku baru pertama kali itu masuk TV. Itupun karena mami maksa aku gantiin modelnya yang saat hari-H kebetulan cedera. Jadi terpaksa aku yang tampil di acara Fashion bergengsi se-Asia beberapa minggu yang lalu di Singapura. Jujur aku gak punya passion di dunia modeling, dan aku sama sekali gak punya track record tampil di dunia seperti itu. Tapi berhubung aku udah terbiasa mantengin event seperti itu sama mami, jadi ya kupikir gak ada salahnyalah membantu. Sekalian nambah pengalaman. Tapi serius, cukup sekali itu deh. Kalau gak karna urgent aku muales tampil di depan penonton sebanyak kaya waktu itu. Malu dhab!

"Mas.. mas.. mas Marcel" suara wanita tadi tiba-tiba menyadarkanku. Issh! malu-maluin aja Cell, pasti ketauan deh lu lagi ngelamun tadi!

"Ini total harga tiket kereta Agro Luwa untuk weekend 670rb. Tiket penumpang 320rb ditambah biaya pengiriman sepeda motornya 350rb" tambahnya lagi.

"Ohh iya.. Saya ambil mbak" kataku cepat sembari menyodorkan tujuh lembar uang lewat satu-satunya celah yang ada di depan ku. Tak lama kemudian aku beranjak pergi, tentunya setelah selesai berfoto bersama para pegawai loket KA tadi. Ckck konyol sekali, aku kan bukan artis!

[Minggu, 7 Oktober 2012 |10:39]

Kupandangi tiket yang sedari tadi berada di tanganku, tiket kereta kelas satu yang baru aja kubeli kemarin malam seusai acara wisuda. Kumasukkan tiket itu ke dalam saku kemeja jeans yang kupakai sembari meyakinkan diri kalau pilihanku ini benar.  Kabur.. menghilang? Gak. Aku hanya perlu sendiri. Aku pergi ke dapur untuk mengambil secarik kertas. Kutuliskan beberapa kata di atasnya menggunakan spidol merah permanen dengan harapan ada seseorang yang akan membacanya, paling gak mereka akan menghubungiku, nanti.. yah mungkin.. entahlah. Lagipula untuk apa aku terus mengharapkan perhatian dari mereka? Alih-alih menempelkannya di pintu kulkas, kuremas kertas itu dan kulempar ke bak sampah di sebelahnya.

Aku tahu apa yang aku lakukan. Aku tahu mereka gakkan sedikitpun peduli denganku, apalagi mencariku, bullshit. Di acara sepenting wisudakupun they couldn't come. Mereka terlalu sibuk untuk itu, aku ngerti.

Tanpa menunggu lama kujemput backpack hitam kesayangan yang sudah berdiri manis di sudut kamar, kusambar kunci Shadow Phantom dan beranjak pergi menuju Stasiun Tugu.

Bogor, I'm coming..

Bisikan arwah newbie:

Wahaha akhirnya ada keberanian buat mencet tombol publish! ^o^)/ Well, dear all readers yang sudah berbaik hati mau mampir, terimakasih.. terimakasih! *cium tangan bolak balik.

Half Soul ini merupakan karangan pertama saya yang dengan niat (semoga) akan saya selesaikan sampai tamat hahaha. Mengingat sebenarnya saya sudah pernah menulis beberapa cerita tetapi (selalu) tidak pernah selesai =___=. Mohon maaf dan maklum kalau ceritanya datar, statis, flat, hambar. "Bagai sayur tanpa garam kurang enak kurang sedap" *lha!! kok dangdutan? -case closed-

Oiaya belom kelar! Saya tunggu komentar dan masukan yang membangun, mau pedes mau gurih saya terima dengan mulut terbuka (?) hehe (*prefer yang pedes sih sebenernya, lombok holic :P #taboked) Sekali lagi terimakasih sudah mau mampir ya! Salam damai buat seluruh makhluk di bumi. #Peace&Love

Half SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang