{22}

752 38 0
                                    

Sekitar pukul setengah sebelas siang seluruh tamu sudah pulang begitupun dengan keluarga kak Fiqri yang sudah pulang karena abah ada tugas menjadi imam di pesantren.

Hari ini memang tak ada resepsi hanya akad saja yang di lakukan. Ini bukan permintaan dari Zira tapi permintaan dari keluarga kak Fiqri yang hanya meminta untuk akad nikah saja tanpa resepsi.

Nazeera hanya manut mengikuti begitupun keluarganya. Pernikahan ini seperti di rahasiakan dari khalayak ramai entah apa sebabnya.

"Assalamu'alaikum,"ucap kak Fiqri saat Nazeera membuka pintu kamarnya.

"Wa'alaikumussalam."

Mereka melangkah masuk bersama memasuki kamar Nazeera. Wangi Vanila langsung masuk ke dalam indra penciuman Fiqri saat memasuki kamar itu.

Abu-abu yang di padukan dengan warna putih menghiasi setiap titik dalam ruangan tersebut.

"Emm, kak Fiqri bersih-bersih dulu aja nanti zira siapkan pakaiannya," Nazeera memecahkan keheningan dalam kamar tersebut.

Fiqri yang memang tengah memandangi kamar itu kini langsung menatap perempuan di hadapannya.

Fiqri mengulas senyum tipis, "Saya bersih-bersih dulu ya,"ucap Fiqri yang di angguki oleh Zira.

Fiqri lalu berjalan masuk kamar mandi yang ada di dalam kamar tersebut. Melihat itu Zira langsung menghebuskan nafas sembari mengontrol debaran hatinya.

Nazeera kembali keluar kamar untuk mengambil baju koko di kamar samping. Baru saja pintu terbuka, bunda dan ayah sudah berdiri di depan pintu.

Keduanya langsung tersenyum lebar melihat putrinya, "Ayah sama bunda ngapain di depan kamar zira?," Zira merendahkan suaranya sambil menutup pintu kamarnya.

"Mantau pengantin baru,"ucap ayah. Bunda langsung memukul bahu ayah, "Ayah."

Ayah terkekeh selepasnya, "Bukan,nak, ini ayah mau bilang kalau suami mu mau jum'atan bareng sama ayah. Di tungguin ayah,"ucap bunda.

"Ayah bukannya udah ngomong sama kak Fiqri sebelum kami pergi ke kamar tadi?,"tanya Zira.

Ayah menggaruk tengkuknya, "lupa,"ucap Ayah. Zira hanya geleng-geleng kepala mendengar jawaban sang ayah.

"Itu nak, baju koko buat suami kamu ada?,"tanya bunda. "Ini mau Zira ambil di kamar abang. Pake punya abang gak papa kan,bun?,"tanya Zira.

"Gak papa kamu ambil aja, udah gak ada yang pake juga tapi udah bunda sumbangin beberapa itu yang udah bunda sisa-sisain aja hitung-hitung kenangan,"ucap Bunda di akhiri dengan senyuman.

"Kalau aja abang disini mungkin abang udah ikut berdiri di depan pintu kaya gini kali ya sama ayah bunda mungkin di tambah ngeledekin Zira," mengucap seperti itu membuat dirinya rindu dengan sosok sang kakak.

"Shutt, udah, abang udah tenang di sana, abang udah bahagia di sana. Sekarang kita disini jangan pernah putus buat doain abang,"ucap Ayah lalu merengkuh tubuh putri dan istrinya.

"Kamu katanya mau ambil baju koko buat suami mu,udah sana nanti keburu di cariin sama nak Fiqri kamu gara-gara istrinya hilang dari kamar,"ucap ayah sambil menguraikan pelukan.

"Ayah,"rajuknya pada ayah. Ayah tertawa melihat tingkah putrinya.

"Bunda sama ayah duluan ke kamar ya, mau siap-siap sholat jum'at juga ini. Gak enak nanti kelamaan di tungguin sama menantu,"ucap ayah.

"Cailah menantu,"ucap bunda. "Duluan ya,nak, bilang sama suami kamu tungguin ayah mertuanya,"ucap bunda.

Zira terkekeh melihat tingkah orang tuanya, "Iya, nanti zira bilang suami zira,"ucap Nazeera.

"Cailah suami," Ayah dan bunda kompak berujar sebelum berlalu dari hadapan Zira.

Zira hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala melihatnya. Zira lalu melanjutkan tujuannya kembali untuk mengambil baju koko untuk kak Fiqri.

🦩

"Dari mana?,"tanya kak Fiqri yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Ambil ini,"ucap Zira sambil menunjukkan baju koko yang ada di tangannya. Tidak hanya baju koko tapi sarung beserta peci juga ada di sana.

"Punya ayah?,"tanya kak Fiqri. Zira menggeleng, "Punya abangnya Zira,"ucap Zira lalu memberikan baju koko itu pada kak Fiqri.

Fiqri langsung meraihnya, "Abang?,"tanya kak Fiqri bingung. Zira mengangguk, "Kamu ganti baju dulu, ayah nungguin kamu,"ucap Zira.

"Kamu mau ngapain?,"tanya nazeera sambil menutup seluruh wajahnya dengan tangan saat Fiqri ingin melepas baju yang melekat di tubuhnya.

"Kamu tadi suruh saya ganti baju. Ini saya mau ganti baju,"ucap kak Fiqri dengan entengnya.

"Enggak disini kak. Di kamar mandi sana," tangan yang menutupi seluruh wajahnya belum ia turunkan.

"Kenapa? Kita kan udah sah. Saya mau ganti baju di depan kamu juga gak masalah. Kamu mau ngelihat saya gak pake baju juga gak dosa,"ucap kak Fiqri.

Astagfirullah

"Kak fiqri, ganti bajunya di kamar mandi ih."

"Kenapa? Kamu malu ya kalau saya ganti baju disini?,"tanyanya.

"Kak Fiqri," mendengar Zira yang kesal karena kejahilannya membuat Fiqri tertawa.

"Iya saya ganti di kamar mandi,"ucap kak Fiqri. Mendengar suara pintu kamar mandi yang tertutup baru Zira menurunkan tangannya.

Kenapa bisa dia sebar-bar itu? Suaminya siapa si?

Tak lama kak Fiqri keluar sudah dengan memakai koko dan juga sarung di tambah dengan setengah rambutnya yang basah menandakan dia pun sudah wudhu.

Decak kagum tiba-tiba keluar begitu saja dari mulut Zira melihat suaminya.

"Kamu gak bersih-bersih?,"tanya kak Fiqri.

"Setelah kakak berangkat Zira baru bersih-bersih,"ucap Zira. Kak Fiqri mengangguk.

"Punya wangi-wangian untuk sholat?,"tanya kak Fiqri. Zira mengangguk, "Ada, tunggu zira ambilkan," Zira langsung berjalan kemeja riasnya mengambil wangi-wangian yang di maksud oleh kak Fiqri.

"Ini kak,"ucapnya sembari menyodorkan pada kak Fiqri. Kak fiqri meraihnya, "Terimakasih,"ucapnya lalu mengoleskan wangi-wangian itu pada titik-titik tertentu.

Zira mengambilnya kembali saat kak Fiqri selesai menggunakannya. "Zira pakaikan boleh?,"tanya Zira saat Fiqri ingin memakai peci di kepalanya.

Fiqri mengangguk sambil tersenyum lalu memberikan peci itu pada istrinya, "boleh,"ucap Fiqri.

Zira lalu memasangkan peci itu di atas kepala suaminya. Ia melempar senyum setelah selesai memakaikannya peci tersebut.

Fiqri membalas senyuman itu dengan senyuman tipis yang menghias wajahnya.

Bunda, zira mau pingsan aja rasanya. Ini terlalu manis,bunda.

"Terimakasih. Saya berangkat sholat jum'at dulu ya,"ucapnya. Zira mengangguk.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Selepas Fiqri menutup pintu kamar, Zira langsung mendudukan dirinya di kasur.

Bunda, jantung zira rasanya mau copot dari tempatnya.

🦩

EMBUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang