8. Kesalahpahaman

3 1 0
                                    

"Kami sudah membantu Pangeran Theodore, Ma'am. Tetapi kami kalah jumlah oleh banyaknya tentara mereka," jelasnya sembari menundukkan kepalanya.

Victor menghela napas saat mendengar penjelasan Philippe. Ini benar-benar diluar jangkauannya. 

"Kita harus ke markas mereka agar segera membantu Pangeran Theo," ujar Victor dengan tegas. 

Valorie menoleh ke arah Victor dan mendengus pelan, "Tentu saja dengan rencana. Tanpa rencana kita juga akan tertangkap."

Victor mengangguk. "Ya, you're right. Tapi apa rencana kita?" Tanyanya lagi dengan frustasi. 

Tidak ada yang menjawab. Mereka semua terdiam selama beberapa saat lamanya. Sibuk berkelana dengan pikiran masing-masing. Memikirkan sebuah rencana. Sampai akhirnya–

"I have a plan."

Sontak mereka semua menolehkan kepalanya ke arah Valorie. 

Victor mengernyitkan dahinya. "Rencana apa yang kau punya, Val?"

"You'll see."

***

"You're nuts."

Victor mengumpat dengan cara berbisik kepada Valorie. 

Mereka bertiga – Valorie, Victor, dan Thomas – tengah digiring ke dalam sebuah ruangan yang terdapat di markas Cina. 

"Tapi kau setuju."

Seringai tipis tersungging di bibir Valorie, membuat Victor mendengus pelan. "Ya, tapi rencanamu sangat gila."

Sebuah ruangan yang dibuka menggunakan kunci mengalihkan atensi si kembar V. 

"Silakan masuk. Jendral telah menunggu," ucap seorang tentara Cina sembari membuka lebar pintu tersebut.

Victor mengangguk, kemudian masuk ke dalam ruangan terlebih dahulu dan diikuti oleh Valorie serta Thomas.

Di dalam ruangan terdapat seorang pria paruh baya yang tengah duduk dengan menumpukan lengannya pada meja. Raut wajahnya terlihat serius.

Pria itu mempersilakan mereka agar segera duduk. Yang kemudian dilakukan oleh mereka bertiga, dan mereka duduk menghadap pria paruh baya itu. 

"Perkenalkan nama saya Jia Hao. Saya Jendral yang bertanggungjawab atas markas ini," ucap pria paruh baya itu yang bernama Jia Hao. Memulai sebuah perkenalan, meskipun wajahnya nampak tak bersahabat. 

Victor mengangguk sopan. "Saya Victor Winston, ini kembaran saya, Valorie, dan itu Thomas." Katanya sembari menunjuk Valorie dan Thomas saat ia memperkenalkan mereka berdua. 

"Baiklah," ucap Jia Hao sembari mengangguk. "Jadi, apa maksud kedatangan kalian?" Tanyanya. Intonasi suaranya berubah menjadi serius, begitupun dengan ekspresinya. 

"Kami datang karena ingin meluruskan kesalahpahaman ini," ujar Victor. Raut wajah mereka bertiga berubah serius saat Jia Hao menjadi to the point

"Kesalahpahaman apa?" Jia Hao mengangkat sebelah alisnya. "Jika maksud kalian adalah karena Putra Mahkota Theodore.. Maka ini bisa dikatakan sebagai sebuah pernyataan permusuhan antara Cina dengan Inggris." Tatapannya tajam ketika dia meneliti wajah mereka bertiga satu-persatu. 

"Kami bisa menjamin Anda bahwa ini bukanlah permusuhan antara kedua negara," ucap Victor dengan tegas. 

Jia Hao kembali mengangkat alisnya seolah-olah menanyakan 'benarkah' lewat sorot matanya. 

"Kalian datang ke wilayah kekuasaan kami serta membunuh banyak tentara kami, apakah itu bukan dikatakan sebagai sebuah pernyataan permusuhan?"

Situasi berubah menjadi kian menegangkan seiring dengan tatapan Jia Hao pada mereka yang semakin tajam. 

"Ini bukanlah sebuah pernyataan permusuhan antara Cina dengan Inggris, Jendral Jia Hao. Kedatangan kami bertiga karena ingin meminta Anda melepaskan Pangeran Theodore. Dan kedatangan kami sesungguhnya ke Antartika adalah karena ingin memastikan mengenai Atlantis, serta kabar bahwa Cina ingin memulai Perang Dunia Ketiga."

Kali ini yang berbicara bukanlah Victor, melainkan kembarannya. Valorie menjelaskan dengan tenang, namun disertai oleh sorot mata yang tajam dan serius. 

Ia bahkan berani untuk terus mengangkat kepalanya agar bersitatap dengan Jia Hao. Mereka saling mengadu dan melempar death glare dari sorot mata masing-masing. 

Jika sebuah tatapan dapat membunuh, maka sudah dipastikan bahwa tatapan Jia Hao dan Valorie dapat menyebabkan seseorang mati… 

Victor mulai mengeluarkan bulir-bulir keringat dingin, sementara wajah Thomas sedikit memucat. 

Mereka terus bersitegang selama beberapa saat. Hingga sebuah helaan napas terdengar. Jia Hao yang melakukannya. 

"Kami.. Cina tidak pernah memulai pernyataan Perang Dunia Ketiga. Tetapi, mengenai Atlantis, kota itu memang milik Cina." 

Valorie, Victor, dan Thomas diam seraya menunggu kelanjutan penjelasan dari Jia Hao. 

"Cina tidak pernah sekalipun menyatakan perang dengan negara manapun. Karena sesungguhnya kami hanya di adu domba." Jendral itu kembali bersuara. Ekspresinya mulai melunak. 

Valorie mengernyitkan dahinya, ketika dia mendengar dua kata pada kalimat akhir yang terlontar dari mulut Jia Hao. 

Adu domba

Jendral Jia Hao kembali melanjutkan ucapannya, "Saya akan melepaskan Putra Mahkota, serta meminta dokter kami agar segera melakukan operasi pada kaki kanan beliau. Saya pribadi meminta maaf atas perbuatan tentara kami yang menembak kaki kanan Pangeran Theodore."

Jia Hao tersenyum sembari mengulurkan tangannya kepada mereka bertiga secara bergantian. 

Sontak mereka membalas uluran tangan Jia Hao dengan senyum yang terlukis di bibir mereka. 

Sepertinya kesalahpahaman ini telah selesai. 





Ya, kan…?

The Hidden DragonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang