Luka

43 1 0
                                    

Kupikir, semua hal akan tetap sama seiring dengan waktu yang berlalu, dan hari yang kian berganti.

Sebuah keputusan sepihak yang egois, nyatanya bisa mengubah segalanya secara mutlak. Mengubah segala yang manis menjadi sesuatu yang  pahit.

Dia yang menjadi temanku dan selalu berada disisiku, kini berubah menjadi seseorang yang menghindariku dan 'membenciku.'

Sedih?  Tentu saja. Aku seakan terbelenggu dengan keputusan dan pikiranku sendiri. Tak ada yang tahu, tapi keputusan awal yang ku ambil, adalah awal mula dari setiap luka dalam hidupku. Luka yang tak pernah nampak, tapi nyata adanya. Luka yang tak berdarah, tapi rasa sakitnya amat sangat dapat membunuh.

Aku bertanya-tanya, bahkan pada diriku sendiri. Mampukah seseorang mengobati luka ini? Mampukah luka ini hilang, tanpa meninggalkan bekas? Atau luka ini akan tetap ada untuk selamanya?

Jika luka ini dapat ada, maka Tuhan pun pasti memiliki obat untuk menyembuhkannya, benar kan?

***

Gadis itu terbelenggu dalam lamunannya, tangan kanannya masih setia menopang dagunya.

Matanya tertuju pada satu arah, tapi anehnya mata itu menatap dengan kosong.

Semilir angin malam menerpa wajahnya--dan membuat surai hitamnya bergerak lembut mengikuti arus angin.

Matanya mengerjap, saat kulit halusnya merasakan sentuhan angin dingin yang menusuk, membuat si empu menggigil dibuatnya.

"Bintang hanya terlihat saat malam hari saja, tapi ketika 'Mentari' menampakkan dirinya. Maka 'Bintang' akan menghilang karena tak bisa mengimbangi cahaya sang Mentari yang begitu terang."

Senyum kecut tersirat dibibir tipis gadis itu, maniknya mulai sayu--dan matanya menatap sendu kearah langit.

Tak ada yang tahu apa yang dipikirkannya saat ini, karena gadis itu sangat lihai mengatur mimik diwajahnya. Seperti--, ia adalah seorang aktor professional dengan banyak penghargaan dan apresiasi.

Bintang namanya, seorang gadis periang yang masih duduk dibangku kelas 2 SMA.

Kehidupannya tak jauh berbeda seperti siswi sekolah menengah lainnya, hanya saja--mungkin alur kisah cintanya saja yang berbeda.

Mama Bintang menjodohkannya dengan Earth teman baik Bintang sendiri, dan tidak lain adalah anak dari sahabat mamanya Bintang.

Earth menolak perjodohan itu, tapi entah apa yang merasuki Bintang. Ia menerima perjodohan itu secara sepihak. Ya, di terima secara sepihak dan di tolak secara sepihak.
Tapi apa kalian pikir perjodohan itu dibatalkan? Jika kalian berpikir ya, maka kalian salah. Perjodohan itu tetap dijalankan walau hanya dengan persetujuan dari sebelah pihak.

Dan itu adalah awal mula bagi perubahan dalam hidup Bintang,  ia akan menerima banyak luka dan rasa sakit dari seseorang yang tak menyetujui perjodohan itu.

***

Kedua netra itu terpaku pada pemandangan yang terpampang didepannya, sakit. Itulah yang hatinya rasakan. Walau sudah sering melihat hal yang sama, tapi hatinya tetap menolak untuk  bisa terbiasa dengan semua rasa sakitnya.

"Kalau sakit jangan dilihat, lagipula 'itu' bukan tata surya dimana kamu harus selalu memusatkan pandanganmu disana." Ujar seorang laki-laki jangkung berkulit putih.

Bintang mendongak, berusaha melihat wajah lawan bicaranya.

Matanya menatap sayu, dengan bibir yang terlihat gemetar.

"Harusnya aku udah terbiasa kan, tapi kenapa-- rasa sakitnya malah bertambah berkali-kali lipat.?" Ucap Bintang dengan suara lirih.

Si laki-laki jangkung itu tersenyum lembut, ia menarik tangan Bintang untuk membawanya pergi dari tempat itu, pergi mengalihkan pandangan mata gadis itu dari rasa sakit, yang selalu membuat luka dihatinya.

"Pemandangan disini jauh lebih indah bukan?" Tanya laki-laki bertubuh jangkung itu.

Bintang hanya diam dan tak memberikan respon apapun, dan laki-laki itu nampaknya hanya tersenyum manis, melihat gadis disampingnya tak sedikitpun menanggapinya.

"Kalau dipikirin terus malah bakalan bikin otaknya capek, dan hati tambah lelah." Ucap lelaki itu.

"Kalau emang segitu cintanya sama dia, coba lebih perjuangin lagi dan berusaha lebih gigih. Kalau cuman modal diem, sama ngeliatin dia sama orang lain-- itu nggak bakalan ngehasilin apa-apa, kalau bikin hati tambah sakit mah iya." Tambahnya.

Ucapan laki-laki itu menarik perhatian Bintang, jadi selama ini apa Bintang kurang memperjuangkan cintanya, begitu?  Kalau cuman modal ngeliatin si doi sama yang lain sih, iya. Jadi, sekarang gimana cara memperjuangkan hati orang yang dicintainya? Mungkin itu yang tengah terbersit dipikiran Bintang saat ini.

"Jadi gimana? Mau dibantuin nggak?" tanya si laki-laki jangkung sambil menaikkan sebelah alisnya.

Walau agak ragu, tapi akhirnya Bintang meng-iyakan.

Sedikit penjelasan nih, Bintang itu cewek yang feminine. Orangnya baik, lembut dan yang paling penting dia itu polos banget. Dan saking baiknya, walaupun udah disakitin berkali-kali, dia bilang 'aku OK kok, nggak apa-apa' padahal kayaknya hatinya hancur banget. Bukan kayaknya lagi ya, tapi hatinya benar-benar hancur dan terluka karena orang yang sama.

***
Hari ini sesuai arahan dari si laki-laki jangkung alias Moonbin, Bintang bawain bekal makanan kesukaannya Earth. Yang isinya ada nasi, telur ceplok, brokoli sama wortel yang udah dibentuk mirip bunga. Ini udah bener-bener kesukaannya Earth banget deh.

Bintang tersenyum penuh percaya diri, sambil membawa sekotak bekal yang udah disiapinnya special buat Earth.

"Earth, ini buat kamu." Ucap Bintang seraya menyodorkan kotak bekal makanannya.

Earth menatap Bintang dan kotak bekalnya sekilas, sorot matanya nampak dingin dan menunjukkan ekspresi tidak suka.

"Gue udah makan bareng Tari, jadi mendingan lo makan aja tuh bekal yang lo  bawa, buat diri lo sendiri." Ucap Earth dengan kasar.

"Tapi aku yang nyiapin ini sendiri loh, dan semuanya kesukaan kamu." Jelas Bintang dengan sorot mata penuh harap, jika laki-laki didepannya akan menerima makanan darinya.

Tapi, tak ada sedikitpun reaksi baik yang Bintang dapatkan dari laki-laki itu. Hanya wajah ketus dan masam, yang didapat oleh Bintang.

"Kalau gitu, aku taruh makanannya disini ya. Nanti, pas istirahat makan siang--bisa kamu makan." Ujar Bintang seraya menaruh kotak bekalnya diatas meja.

Brakh...

Saat Bintang hendak berjalan pergi meninggalkan kantin, suara benda jatuh mengambil alih atensinya.

Kotak bekalnya jatuh kelantai, dan semua makanan didalamnya berserakan.

Mata indahnya menatap sendu, maniknya chocolate caramelnya mulai sayu.

Langkah kaki kecilnya, berjalan kembali mendekati kotak bekalnya yang sudah berserakan dilantai.

Dengan tangan gemetar, dan tatapan yang mulai kabur karena menahan air mata, Bintang membersihkan setiap makanan yang terpapar dilantai dengan tangan yang gemetar.

Sungguh, ia tak peduli pada sorot mata orang-orang yang kini menjadikannya pusat perhatian, menyedihkan?  Mungkin itulah yang mereka tengah pikirkan saat ini.

"Sayang sekali ya, padahal aku sudah membuatnya dengan susah payah." batin Bintang.

Disisi lain seseorang mengepalkan tangannya, kala melihat pemandangan yang tak mengenakan didepannya itu.

"Kalau sebegitu tidak sukanya, maka aku akan mengambilnya." Desis orang itu.

LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang