Jennie berdiam di kamar. Tidak berangsur terasa, tapi memang rasanya agak mengganjal. Sedikit rasa bersalah muncul di ujung hati Jennie. Di saat seperti ini dia mengingat betapa Dara tidak pernah membeda-bedakan mereka berempat.
Manik Jennie sampai pada foto di atas nakas. Itu foto keluarganya saat tanpa Dara, Chaeyoung, dan Lisa. Dalam foto itu mereka semua terlihat bahagia. Hanya ada Jeewon, Seo young, Jisoo, dan Jennie.
Saat itu keluarganya memang tidak begitu sempurna. Jeewon memang sering memukuli Jisoo dan Jennie ketika hasil akademik mereka menurun. Namun, kini Jennie menilai hari-hari itu terasa lebih baik daripada sekarang. Jennie sungguh merindukan ibunya, ingin merasakan pelukan hangatnya setiap hari.
Pandangan Jennie berpusat pada senyum Jisoo dalam foto itu. Jisoo selalu saja tersenyum dengan indah. Wajahnya selalu terlihat begitu damai, padahal Jennie tahu jarang sekali ada kedamaian pada hidup Jisoo. Bukan siapa pun yang menjadi penyebab kedamaian itu sulit datang, tapi ayah mereka sendiri. Jeewon selalu bersikap kasar dan keras.
Itu sebabnya Jennie selalu berusaha agar dirinya bisa melihat Jisoo setiap saat, sehingga Jennie tidak akan hanya bisa melihat senyum dan wajah Jisoo yang damai, tapi juga luka yang Jisoo rasakan.
Mereka yang kini tidur sekamar hanya usaha kecil Jennie agar bisa selalu memberikan pembelaan untuk Jisoo atas Jeewon yang senantiasa menentang hobi Jisoo. Jennie tidak ingin melewatkan apa pun tentang yang Jisoo rasakan.
Orang itu muncul juga, seseorang yang selalu memenuhi hati dan pikiran Jennie. Kehadiran Jisoo bersama sepiring makanan menarik bibir Jennie hingga membentuk senyuman. Jennie memang lapar.
Jisoo menyerahkan makanan itu pada Jennie. "Jangan makan di ranjang. Aku mau mandi dulu."
"Iya, Eomma."
Jisoo tidak berniat membantah panggilan Jennie itu, tapi dia memutuskan berbalik arah pada Jennie karena teringat sesuatu.
"Jennie-ya, karena aku tidak boleh keluar selain untuk ke kampus, bisakah aku memintamu pergi malam ini?"
Jisoo memiliki hobi dan mungkin juga berbakat dalam menulis. Lagi pula ibu mereka adalah seorang penulis. Wajar saja Jisoo bisa menerbitkan beberapa buku fiksi best seller. Halangannya hanya satu, Hwang Jeewon.
Jeewon merasa hal yang Jisoo lakukan itu tidak berguna dan hanya membuang-buang masa, tenaga, dan pikiran. Jisoo sudah beberapa kali kepergok Jeewon masih menekuni aktivitas itu bahkan masih berani menerbitkan tulisannya. Maka tidak ada izin dari Jeewon untuk Jisoo keluar rumah kecuali hanya untuk ke kampus.
Jisoo sudah lebih berhati-hati. Young Sooyaa adalah nama pena yang Jisoo gunakan supaya terhindar dari amukan Jeewon.
"Aku harap itu bukan cuma usahamu untuk menjauhkanku dari rumah."
"Tidak. Bukuku sudah diterbitkan dan penjualannya lancar. Aku tidak bisa menerima uang dengan nomor rekeningku karena pasti akan ketahuan Appa. Bisakah kau menemui Seulgi malam ini? Dia akan memberikan sebuah cek padamu."
"Apa kau sungguh butuh uang itu?" Jennie tidak meremehkan jumlahnya. Hanya saja Jennie tidak ingin meninggalkan Jisoo sendirian. Jennie tidak bisa membiarkan Jeewon memukuli Jisoo sesuka hati.
"Meskipun tidak, tapi itu hasil dari kerja pikiranku. Kau paham, kan?"
Jennie memandang Jisoo dengan tatapan bermakna tidak begitu percaya padanya.
"Tidak pernah ada yang mendukungku selain kau. Aku tau kau sangat memahamiku." Jisoo berusaha membujuk dengan sedikit memelas.
"Oke."
KAMU SEDANG MEMBACA
Twins
Fanfic[REMAKE VERSION] Pasti akan ada satu titik di mana kita semua dipaksa bersatu, benar-benar bersatu.