TO BE; 22

507 85 0
                                    

22; Mereka Terikat dengan Masa Lalu

•chapter twenty two; start•

"Bang Junkyu!"

Mau tidak mau Junkyu harus membalikkan badannya kala seseorang memanggilnya. Tak jauh darinya, Jihoon tengah berjalan ke arahnya dengan raut wajah yang terlihat sangat serius. Jujur saja Junkyu tak pernah melihat Jihoon seserius ini, bahkan ketika sedang dalam pembelajaran.

"Kenapa?"

Jihoon menatap kesana kemari memastikan tempat ini sepi. Ia kembali menatap Junkyu, "Gue, mau ngomong sesuatu. Tapi sebelumnya, gue minta maaf..."

Junkyu tersenyum getir,

"Gue udah tau."

"B-bang..."

"Lo kalo mau ngomongin hal yang sama, gue nggak ada waktu." ujar Junkyu singkat ingin beranjak dari sana namun Jihoon segera menahan lengannya.

"Bisa kita ngobrol sebentar?" tanya Jihoon penuh harap, bahkan ia sampai melirihkan suaranya pasrah.

"Udah gue bilang, gue nggak ada waktu buat bahas hal yang sama. Lo tau? Kalian udah nyakitin gue dengan harapan palsu yang kalian kasih." balas Junkyu berusaha sebisa mungkin menahan amarahnya yang sudah berada di ujung tanduk.

"Gue bisa jelasin, bang." pinta Jihoon memohon.

"Mau Lo jelasin sepanjang dan sedetail apapun, itu nggak akan mengubah kenyataan bahwa kalian udah ngehianatin gue. Udah cukup, gue bisa sendiri." balas Junkyu dengan mata tajam yang terlihat malas itu.

Jihoon menelan ludahnya perlahan,

"Bang, setidaknya Lo harus dengerin penjelasan dari sudut pandang gue..."

"Why? Kenapa harus Lo?" tanya Junkyu terdengar meremehkan.

"Karena... Lo adalah gue di masa lalu. Kehadiran Lo ngingetin gue di masa lalu. Nasib kita nggak beda jauh, bang... Lo, mau dengerin gue 'kan?" jelas Jihoon penuh harap menatap dalam ke arah netra malas Junkyu yang mulai meluruh.

"10 menit, jelasin semua alasan dari sudut pandang Lo dalam 10 menit." ujar Junkyu singkat yang berhasil membuat kelegaan di hati Jihoon.

•••

"Bang? Lo kenapa manggil gue?"

Hyunsuk harus menolehkan wajahnya secara paksa setelah satu pukulan ia terima di pipinya. Junkyu yang merupakan pelaku dari tindakan itu hanya menatap tajam ke arahnya. Wajah datar tanpa emosi, namun di dalam sana Junkyu sedang merasakan kecewa untuk sepupunya ini.

"L-lo kenapa mukul gue?" tanya Hyunsuk tak percaya. Meski Junkyu memang galak, namun pria itu tak pernah berani memukul keluarganya. Tapi apa ini?

"Lo ngapain ngehancurin hidup anak orang, hah?" tanya Junkyu dengan tatapan mengintimidasi.

"Maksud Lo apa?"

"Gue tau. Gue udah tau alasan kenapa kalian seberusaha itu buat nutupin semuanya. Jihoon 'kan salah satu alasannya? Dan itu ulah Lo, Choi Hyunsuk." ujar Junkyu yang membuat Hyunsuk membeku seketika.

"Tahun lalu, Jihoon yang masih berstatus anak baru harus sekamar sama siswa kelas 12 yang nggak salah lagi adalah Lo. Kalian deket, 'kan? Hubungan yang semula sedeket nadi sekarang harus merenggang karena ulah Lo sendiri."

"Owh, atau gue bisa bilang kalau hubungan kalian ini bukan hanya sebatas teman?" tanya Junkyu menaikkan sebelah alisnya.

"Gue yakin kalo Jihoon pernah bilang ke Lo bahwa salah satu harapan besarnya cuma mau punya kehidupan sekolah yang tenang. Dan dengan gobl*knya, Lo justru ngasih tau semua hal ke dia yang jelas-jelas nggak mau tau apapun? Lo punya otak nggak sih?!"

"Sekarang Lo liat! Gimana keadaan Jihoon sekarang?! Lo liat? Jihoon udah kehilangan dirinya yang dulu cuma karena kegobl*kan Lo yang nggak bisa ditoleransi! Mental dia kena gara-gara suatu hal yang nggak ingin ia tau sejauh itu. Maksud Lo apaan sih?"

Hyunsuk hanya terdiam tak dapat menjawab. Ia merasa bersalah, sangat bersalah. Namun bibirnya tak sanggup terbuka untuk menjawab pertanyaan Junkyu yang terasa begitu menusuk dirinya. Semua yang terjadi pada Jihoon memang ulahnya.

"Dan kalo kalian mikir nasib gue akan berakhir sama kayak Jihoon, kalian salah besar."

Junkyu meletakkan kedua tangannya di pundak Hyunsuk untuk beberapa saat,

"Hyunsuk..."

"Lo yang udah nyeret dia masuk ke lubang setan yang Lo buat. Dan Lo yang harus tanggung jawab, Hyunsuk." ujar Junkyu dengan kemarahan yang sedikit mereda.

Hyunsuk menundukkan kepalanya cukup dalam,

"Gue, nggak bisa..."

"Cuma Lo yang bisa nolongin dia, bang. Cuma Lo..." lanjut Hyunsupk lirih.

"Lo ngapain nekat kalo akhirnya Lo nggak bisa tanggung jawab, hah? Gila Lo?" balas Junkyu tak mengerti dengan jalan pikiran Hyunsuk.

"Maaf..."

"Nggak guna Lo minta maaf sekarang." balas Junkyu seraya memijat pelipisnya merasa pening.

"Tapi, emang Lo satu-satunya harapan yang dia punya, bang... Lo satu-satunya harapan yang, kita punya..." jelas Hyunsuk tetap menundukkan kepalanya.

"Lo bilang kayak gitu, tapi kalian bikin rencana di belakang gue? Nggak salah denger gue? Simbiosis mutualisme?" tanya Junkyu tak percaya disertai nada meremehkan yang kentara.

"Setidaknya kita harus nempatin Lo di posisi yang aman dulu, bang... Tuan Park, tau semua yang udah Lo perbuat selama ini." jelas Hyunsuk lirih.

"Maksud lo?" tanya Junkyu sedikit terkejut namun masih tak ingin percaya.

"Mata dia ada dimana-mana. Dan Lo nggak akan tau siapa mereka, sebelum—Lo tau mereka." jelas Hyunsuk.

"Termasuk sekarang?" tanya Junkyu menatap ke sekeliling.

Hyunsuk mengangguk pelan, "Mereka ada di setiap sudut YG High School. Dan nggak ada tempat yang dikecualikan."

•••

Jihoon tengah menatap detail wajahnya yang terpantul pada cermin di hadapannya. Kantung mata yang menghitam menjelaskan bahwa ia tak cukup baik-baik saja. Beberapa hari terakhir ia kekurangan istirahat. Begitu banyak pikiran yang terus berlalu lalang di otaknya.

"Lo... Bodoh, Jihoon." ujar Jihoon lirih.

Ditatapnya keran wastafel yang masih meneteskan beberapa tetes air meski Jihoon sudah menutupnya, kendala seperti ini sudah biasa terjadi.

Jihoon membuka keran kemudian menadahkan tangannya menyimpan air yang akan ia gunakan untuk membasuh wajahnya yang terasa kaku. Namun sesuatu hal mengganjal terjadi kala ia melihat pantulan cermin di hadapannya.

Ia dengan cepat membalikkan badannya, namun nihil. Tak ada siapapun disana selain dirinya seorang. Seketika hal itu membuat bulu kuduknya meremang, jantungnya berdetak semakin kencang akannya. Tadi, siapa?

Jihoon berusaha menetralkan nafasnya yang terdengar tak beraturan. Ia kembali menghadap cermin untuk melakukan rutinitas sebelum tidurnya, yakni cuci muka.

Ia kembali membalikkan badannya dengan cepat kala pantulan itu kembali ia lihat dari cermin. Namun nihil, tak ada siapapun lagi disana seperti sebelumnya. Apakah Jihoon sedang berhalusinasi? Atau ia sudah gila?

"Hei? Ada orang?" tanya Jihoon mengedarkan pandangannya.

Jihoon mengerjapkan matanya beberapa kali dengan cepat. Ia segera membereskan semuanya dan bergegas keluar dari sana. Ini gawat!

Ia tidak memiliki teman sekamar!

•chapter twenty two; finish•

jangan lupa tekan vote dan tinggalkan komentar di sepanjang jalan cerita

ikuti akun penulis untuk mendapatkan kisah menarik lainnya

Minggu, 2 Juli 2023

TO BETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang