2| When It Began pt.2

18 7 0
                                    

"Ta-tapi aku gak bilang kalau kamu pacarku. Jadi, gak, aku gak jual nama kamu."

Deg.

Oliv tanpa sadar melepaskan cekikannya, lalu kembali duduk di tempatnya. "Oh."

Tentu saja. Leo tidak pernah menganggapnya lebih dari teman. Harusnya Oliv sadar lebih cepat. Bukannya terbawa oleh perkataan teman-temannya dan imajinasinya sendiri. Sekarang semuanya sudah jelas. Dia tidak perlu lagi berandai-andai tentang hubungan mereka.

Dalam lima menit ke depan hanya terdengar suara mereka mengunyah jagung bakar dan angin malam yang membawa aroma laut. Oliv menikmati pemandangan yang penuh ketenangan yang ditawarkan laut padanya. Bahkan bintang-bintang terlihat lebih terang di langit. Semuanya terlihat sangat indah sampai-sampai perasaan pahit yang dia rasakan memudar seperti diterbangkan angin.

Namun, begitu membalikkan wajahnya, Oliv mendapati Leo sedang menatapnya. Senyum pria itu merekah begitu mata mereka bertemu.

Lagi-lagi jantung Oliv seperti berada di luar kendalinya. Dia mengamati mata Leo yang tidak melepas pandangan darinya. Angin pantai menerbangkan ujung-ujung rambut Leo yang sudah agak panjang. Tangannya tergoda untuk memainkannya, tapi Oliv segera menahan dirinya. Isi pikirannya memaksanya untuk mengatakan sesuatu, tapi tatapan Leo membuatnya mematung.

Oliv tidak tahu hal aneh apalagi yang ada di kepala pria itu, tapi yang pasti Oliv tidak ingin lagi dibuat bimbang olehnya.

"Berhenti menatapku seperti itu," sahut Oliv tanpa melepaskan pandangan.

"Seperti apa?" tanya Leo. Satu sudut bibirnya terangkat.

Oliv bisa merasakan jantungnya memompa terlalu keras dan membawa darah ke wajahnya sampai-sampai dia merasa agak linglung. Dia kemudian mengambil napas gugup, membasahi bibir, lalu mengalihkan wajah pada pantai yang gelap. Dia kalah. Dalam hati, dia hanya berharap Leo tidak menyadari wajahnya yang tiba-tiba memerah seperti tomat.

"Mubesnya tadi gimana?" tanya Leo akhirnya dengan nada tanpa beban seperti biasa.

Oliv menegukkan ludah satu kali untuk menenangkan dirinya, kemudian menjawab, "tadi sempat diundur setengah jam karena pada anak-anak terlambat datang. Terus kan tadi pemaparan dari divisi pubdok, untungnya semua anggotnya pada hadir. Tapi ada satu anggota yang lama hilang. Dia yang menjadi sumber masalahnya. Tadi dia sempat digoreng sama senior-senior. Pembelaannya itu karena dia sibuk cari uang karena orang tuanya udah gak kerja. Dia juga sempat ingin ngundurin diri, tapi ditahan sama koordinatornya. Dia gak banyak dikasih tugas tapi untungnya semua tugas yang dikasih ke dia selesai semua. Dan menurutku, itu solusi yang bagus. Jika dibandingkan dengan divisi lain ada anggotanya yang hilang benar-benar tanpa kabar.

Trus kemarin ada dari divisi penelitian, koordinatornya sibuk. Dia punya banyak organisasi di luar himpunan dan banyak juga dia ikuti kegiatan-kegiatan di kampus, jadi tanggung jawabnya sebagai coordinator jadi terbengkalai. Apalagi kita kemarin kan KKN, jadi banyak anggota yang gak bisa dihubungi. Makanya waktu itu sempat kacau."

Oliv terus berbicara dan berusaha sesantai mungkin seakan sebelumnya tidak terjadi apa-apa. Seakan jantungnya tidak pernah berdegup kencang hanya karena ditatap oleh pria itu.

Sementara itu, Leo mendengarkan semua yang dikatakan Oliv tanpa memotong. Sesekali mengangguk, atau berkomentar, "oh, iya," "gak bisa gitu dong," "kok bisa?" Terkadang Leo akan membuat lelucon untuk membuat Oliv tertawa dan itu selalu berhasil.

Dia terus berbicara sampai tidak sadar jagung bakarnya sudah habis.

Tanpa mengatakan apa-apa, Leo membuka tutup botol dan memberikan botolnya ke gadis itu.

Oliv menerimanya tanpa sadar seolah apa yang Leo lakukan adalah hal yang biasa baginya. Gadis itu menjadi termenung. Apakah teman biasanya bersikap seperti ini? Apakah ada batasan-batasan dalam berteman yang tidak dia ketahui? Apakah yang Leo lakukan sebenarnya tidak wajar bagi seorang teman seperti yang dikatakan Aliyah?

Perfect Shade of Red [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang