Sumbu Bakar (1)

17 4 0
                                    

Gumitir menjalani kehidupan barunya sebagai orang yang lebih baik dari sebelumnya. Ia tak lagi takut bertanya pada gurunya saat ia tidak mengerti, ia tidak takut untuk mengajak lebih dulu orang lain berbicara, ataupun ia tidak takut lagi meminta tolong pada orang lain. Gumitir berhasil mengejar ketertinggalan dirinya dalam pelajaran, guru-gurunya pun banyak yang memuji dirinya. Geng Mely pun tidak lagi melakukan perundungan pada dirinya, ia bahkan jarang melihat mereka masuk sekolah. Gumitir perlahan memiliki hubungan dengan teman sekelasnya ataupun teman lain di sekolahnya. Dia sering dihubungi kala orang mencari novel yang bagus, ia juga membuat hubungan baik dengan teman-temannya, bahkan ia dipercaya untuk menjadi anggota pengurus perpustakaan. Gumitir perlahan bangkit dari kegundahan hidupnya dan semua itu ia ceritakan pada ayahnya setiap ia mengunjungi makam ayahnya.

Ibunya masih tidak peduli dengan dirinya, namun Gumitir tidak terlalu mengkhawatirkan hal itu. Gumitir membereskan tasnya kala gurunya mengatakan hari ini pulang lebih dulu karena ada rapat besar dengan pihak yayasan. Semua murid hore dan pulang. Gumitir hendak mampir ke Kafe Kusuma dan mengabari Bentala dia akan mampir, namun balasan dari Bentala ialah Bentala sedang tidak di kafe— justru Bentala hendak mengajak Gumitir jalan-jalan. Gumitir melambaikan tangannya pada temannya yang dijemput oleh supirnya, Gumitir menolak pulang bareng dan menunggu di gerbang sekolah yang lebar nan tinggi.

Tak lama kemudian motor yang dikendarai Bentala menepi di depan Gumitir yang tengah menunggu. Bentala membuka helm lalu mengacak rambutnya sendiri "sudah siap pergi?" ucapnya penuh semangat pada Gumitir, Gumitir membalasnya dengan senyuman semangat. Bentala tanpa aba-aba langsung mengenakan helm yang ia bawa pada kepala Gumitir, lalu mengancingkan kunci helm di bagian bawah dagu Gumitir— wajah mereka jadi berdekatan, apalagi tangan Bentala sempat memegang kulit pipi Gumitir. Hal itu membuat wajah Gumitir memerah dan degup jantungnya naik namun bukan karena cemas seperti biasanya. Gumitir sesaat masih terdiam sampai dia harus dipanggil Bentala untuk naik ke motor sebanyak dua kali.

Akhir-akhir ini Bentala sering mendengar cerita Gumitir yang menjadi anggota pengurus perpustakaan, menemukan teman yang seru untuk membicarakan novel, menemukan kesamaan dengan temannya, ataupun bercerita tentang dirinya yang semakin baik dalam mengikuti pelajaran di kelas. Bentala bersyukur itu artinya masalah Gumitir di sekolah sudah berkurang ataupun justru hilang seluruhnya, mungkin dia sudah tidak dirundung lagi di sekolahnya— tatapan yang Gumitir berikan pun lebih cerah bukan seperti mata ikan di pasar yang kehilangan kehidupannya. Dari cara Gumitir menyampaikan ceritanya membuat Bentala yakin satu hal, Gumitir memulai lembaran hidupnya yang baru. Karena ia juga mengalaminya— saat dia patah hati dulu, semua yang dia capai perlahan merosot dan setiap hari dia hanya mengenang kegagalan hubungannya dan terus mengenang rasa sakit karena telah dikhianati. Namun titik balik hidup Bentala membuat Bentala mengubur dalam-dalam kesedihannya dan memulai kehidupan di lembaran yang baru, walaupun lembaran hidupnya yang sekarang adalah tidak mencintai siapapun.

Bagaimana dengan Gumitir? Bentala pikir mungkin Gumitir juga hanya menjadi salah satu dari banyak orang yang hinggap di hati Bentala lalu pergi, Bentala masih belum siap untuk membuat dirinya jatuh cinta walaupun sekarang perasaan itu perlahan ia rasakan. Bentala hanya menunggu waktu apakah itu benar-benar cinta atau rasa kekaguman semata. Namun yang Bentala tidak tahu cinta kadang tidak membutuhkan waktu, atau membutuhkan kesiapan tertentu— cinta datang begitu saja, siap atau tidak. Mungkin Bentala juga sadar perlahan dia mulai jatuh cinta pada Gumitir, namun lagi-lagi luka masa lalunya menghalangi. Mencegah dia untuk merasakan cinta. Bentala masih belum siap untuk sakit hati lagi.

Motor Bentala parkir di parkiran alun-alun Kota Cirebon. Tidak terlalu ramai, karena ini bukan akhir pekan. Bentala mengajak Gumitir untuk duduk di atas gapura yang terbuat dari bata merah kokoh yang disusun sedemikian rupa dan juga berundak-undak. Bentala menuntun Gumitir untuk duduk di undakan paling tinggi yang bisa diduduki walaupun tidak terlalu tinggi. Ada pedagang asongan yang berkeliling, ada geng Ibu-Ibu yang heboh saling foto sana-sini. Bahkan salah satu Ibu meneriaki Bentala untuk memintanya mengambilkan foto grup, Bentala tak bisa menolak dan mengambil foto geng Ibu-Ibu lalu geng itu berlalu dengan suara berisik ingin mencoba empal gentong khas Cirebon.

Gumitir cekikikan kala melihat Bentala yang disuruh ini itu saat diminta untuk mengambil foto. "Kalau menolak bisa kena karma lho" ucap Bentala "jadi ya mau gimana lagi" Bentala memilih undakan yang tak terkena cahaya matahari langsung, mereka duduk di bawah timpaan bayangan gapura sehingga tidak panas.

"Kamu sering bilang soal ibu kamu, kamu begitu dekat dengan ibu kamu ya?" ucap Gumitir mencolok cilok pemberian Bentala.

"Ibu ku yang memberikan namaku Bentala. Arti Bentala adalah Bumi, Ibu bilang aku harus memiliki hati yang lapang dan dapat menjaga orang lain sama seperti Bumi dan seperti bumi, Ibu berharap aku memberikan rasa nyaman pada semua orang— artinya aku harus berbuat baik pada semua orang, tidak mudah— namun aku terus berusaha menjadi lebih baik dan mengemban nama yang diselipkan doa dan harapan oleh Ibu. Oh iya, nama Gumitir diambil dari nama bunga kan?" entahlah, Gumitir mengangkat bahu— dia tidak terlalu ingat "yang aku tahu bunga gumitir membawa kehangatan untuk sekitarnya" Bentala juga mencolok cilok dan memakannya. Gumitir jadi ingat perkataan ayahnya yang mengatakan dirinya membawa kehangatan untuk hidup ayahnya "aku— aku pun, merasa diberikan kehangatan olehmu" duh, Bentala harusnya tidak mengatakan itu— dia jadi tersedak lalu terbatuk sampai mengeluarkan air mata.

"Kamu baik-baik saja? Duh, ini minum" Bentala terbatuk lalu kembali minum sampai lega "bilang apa kamu tadi?"

"Hm? Ah, kamu lapar? Di sini ada banyak makanan lho" ucap Bentala mengalihkan perhatian Gumitir dan bertindak bego dengan berlagak tidak mengucapkan apapun yang penting.

Bentala membawa Gumitir makan di gang Tanda Barat dekat alun-alun Kota Cirebon, tempat yang biasa dijadikan wisata kuliner oleh orang-orang. Di satu gang ini banyak orang yang menjual makanan. Mulai dari makanan berat, camilan dan berbagai minuman tersedia dengan ruko-ruko yang berjejer sepanjang gang. Bentala membawa Gumitir untuk makan bubur yang disiram kuah pedesan ayam yang sudah menjadi langganannya.

"Bubur pak, pedasannya paha— bikin dua ya pak" Gumitir ikut saja apa yang hendak dimakan Bentala. Tapi Gumitir belum pernah mendengar makanan yang namanya pedesan. Sepanjang gang sedikit ramai oleh pengunjung yang hendak makan, dan didominasi oleh anak muda ataupun orang dewasa.

"Kamu sering makan-makan ya? Kok paham banget makanan enak?" Gumitir yang pertama kali mencoba pedasan dan langsung menyukainya sedikit heran dengan Bentala— dia kok paham di mana harus menemukan makanan enak?

"Aku kan hobi makan, makannya jadi bumil" Bentala mengelus perutnya dan tertawa, Gumitir pun ikut tertawa. Bubur putih yang lembut, lalu disiram dengan kuah pedesaan dan paha ayam yang bumbunya meresap membuat lidah Gumitir menari sejak tadi. Rasanya pedas, sedikit asam, sedikit manis dari kecap dan gula merah dan wangi rempah yang memikat.

"Enak kan?" Gumitir geleng-geleng, itu artinya enak sampai tidak bisa berkata-kata— Bentala tersenyum puas. Mereka mengobrol ke sana ke mari, mengobrolkan hal-hal remeh. Bentala bercerita tentang bagaimana ia pertama kali menyukai novel, lalu bercerita hal-hal konyol yang membuat hati Gumitir hangat dan sesekali tertawa sampai lepas mendengar cerita Bentala. Gumitir berharap hal ini tidak akan pernah berakhir, dia bisa bepergian ke mana pun dengan Bentala yang memandu jalan, Gumitir menginginkan waktu terus melambat agar dirinya dan Bentala bisa berlama-lama membicarakan hal yang tidak penting sama sekali. Namun hal yang tidak penting itu berhasil mengisi tiap ruang kosong di hati Gumitir, tiap Gumitir mendengar cerita Bentala yang penuh ekspresi— Gumitir tidak merasakan kekosongan di dalam hatinya, tidak seperti hari-harinya yang dulu. 


p.s. 

Rekomendasi aku kalau kamu berkunjung ke Cirebon adalah pedesan ayam atau itik atau bebek. Dijamin nagih. Apalagi selesai makan langsung menyantap es durian, sangat rekomended. 

Cirebon dan Pohon Balas Dendam (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang