stay vote
.
.
.
Galang tiba-tiba saja menghubungiku dan berkata akan menjemputku ketika pulang kerja. Aku menolak dengan keras namun Galang mengancam untuk langsung datang jika aku tak menyetujuinya.
"kenapa lo gak ajak Dimas aja sih?" kini aku sudah berdua dengannya, tengah menikmati seporsi bakmie di rumah makan yang aku rekomendasikan. Rasa kesalku masih tersisa karena tidak berhasil menolak pria ini.
Dia menatapku mengkerut kemudian menjawab "gak penting"
"dan stop ngomong lo-gue, lama di Bandung bikin aku gak biasa dengan bahasa itu"
"perasaan kemarin ngomongnya lo-gue" protesku.
"hanya menyesuaikan dengan kalian, aslinya mulut aku udah gatel. Udah ya, stop lo-gue"
Galang benar-benar aneh tapi lebih aneh lagi aku yang terus saja mengikuti keinginannya meski terpaksa.
Ini tidak benar! aku begitu anti padanya tapi sekarang aku justru menemaninya makan hingga menonton.
Mendadak perasaan was-wasku datang, bagaimana jika ada yang mengenal kami lalu menganggap kami memiliki hubungan?.
"Galang..." panggilku lamat. Kini kami berjalan bersisihan setelah keluar dari bioskop.
"lo aneh banget" dia tiba-tiba menatapku tajam, aku menyadari jika aku lupa menggunakan bahasa yang ia inginkan.
"Tiba-tiba ngajak jalan, yang kamu ajak aku lagi" aku membenarkan bahasaku.
"memangnya kenapa?"
"aku ngerasa aneh aja, kita gak sedeket itu untuk jalan bareng kayak gini" aku merasa aneh dengan semua yang terjadi hari ini.
"justru aku mengambil kesempatan yang udah lama aku tunggu"
"hah? Gak jelas banget!" dengusku tak mengerti sementara Galang hanya terkekeh.
"lagian jalan berdua begini, kamu udah ijin sama Citra?. Aku gak mau ya kalau sampai ada omongan macem-macem"
Galang menghentikan langkahnya kemudian menatapku serius.
"kenapa aku harus ijin sama Citra?" tanyanya tampak bingung, alisnya menukik tajam.
"ha? Ya kan pacar kamu, Gimana sih!" desisku kesal juga gemas.
Pria itu mendongak sebentar kemudian menghembuskan napas panjang.
"kamu benar-benar gak tahu apapun tentang aku ya?" gumamnya pelan.
"gimana?"
"Citra bukan pacarku"
Aku melotot tak percaya. "jangan ngaco! Aku aduin kamu"
Pria itu malah terkekeh "sana aduin, kontak dia aja kamu gak punya"
"masalah kontak itu gampang. Sekarang kita udah dewasa, kamu jangan main-main sama hubungan kamu" ujarku menceramahinya, entah kenapa aku jadi sensitif.
"siapa yang main-main? ini aku lagi serius deketin kamu"
Aku kembali melotot lalu memukul lengannya cukup keras. Pria ini jika bercanda memang tidak kira-kira.
Melihatnya yang malah semakin terbahak aku mendengus marah kemudian berjalan meninggalkannya.
"hey, jangan ngambek" pria itu menyusulku kemudian memegang tanganku.