26. ʜᴀʀᴀᴩᴀɴ ᴅᴀɴ 'ᴩᴇʀɢɪ'

0 0 0
                                    

"Elangpun datang dengan iris tajamnya, datang menjemputku untuk pergi pada lingkaran purnama"

Ada jeda cukup lama setelah aku mengatakan janji itu, Atlas terdiam cukup lama sampai ia membuka suara "aku tidak bisa berjanji, tapi akan ku usahakan"

Hantaman meteor muncul secara tiba-tiba, wujudnya memang tidak terlihat tapi suaranya dapatku dengar dan meteor itu tepat menghantam diriku.

Rasa kecewa baru saja mandatangiku. Baru kali ini, lelaki itu membuatku kecewa.

Dia mengatakan bahwa dia akan menjadi harapan ku hidup di dunia ini, tapi kenapa dia tidak mau berjanji akan selalu ada di sisiku? Jika dia tidak yakin akan selalu bersamaku lantas mengapa dia mengatakan akan menjadi satu-satunya harapanku?

"Kalau tidak bisa berjanji kenapa mengatakan itu, kalimat yang kamu ucapkan sudah memberi isyarat bahwa kamu akan terus bersamaku" suaraku sedikit tercekat, nafasku terasa semakin sesak. Kenapa dia dengan beraninya berkata seperti itu padahal dia tidak berani berjanji.

"Maaf"

Anak itu menghembuskan nafas panjang, aku tidak ingin menatap wajahnya, hatiku benar-benar sakit saat ini. Kepalaku masih bertumpu pada pundaknya, sebenarnya aku sangat ingin mengangkat kepala dan menjauh dari nya sebelum kata-katanya menghentikan rencanaku.

"Mungkin aku tidak akan bisa selalu berada di sisimu, tapi aku berjanji akan selalu membersamaimu"

"Itu sama saja seperti ibu, dia tidak lagi berada di sisiku, tapi akan tetap membersamaiku. Jika tidak yakin jangan berjanji" nada suaraku sangat terdengar seperti seorang yang kecewa, terdengar begitu dingin yang bahkan mungkin akan membuat lelaki itu menjadi membenciku. Tapi kembali pada keadaan sekarang, dia yang telah mebuatku kecewa terlebih dahulu.

"Aku serius pada ucapanku, aku tidak benar-benar tau kapan aku harus pergi"

"Aku mohon, jangan ungkit perihal 'pergi' lagi" aku mengangkat kapalaku dan beranjak dari sofa. "Aku ingin sendiri, sekarang sudah larut malam sebaiknya kamu pulang" nada bicaraku semakin terdengar begitu kasar, kata-kata itu begitu saja meluncur dari mulutku tanpa persetujuan dari otakku.

"Gerhananya?"

Aku menoleh menatap irisnya tajam, kali ini aku tidak akan takut manatapnya sekalipun dia memperhatikanku dengan intens.

"Terima kasih untuk hari ini, maaf jika di malam ink aku sangat tidak kurang ajar" acapku datar lalu membuka pintu balkon dan berjalan menuju kasur, selimut putih tebal menutupiku agar tidak bisa melihat lelaki itu begitupun sebaliknya. Aku tidak peduli kapan ia akan pergi dari balkon itu, kapan dia akan lewati memasuki kamarku untuk membuka pintu dan keluar dari rumahku, aku tidak peduli dengan pintu luar yang terkunci atau tidak, dan bahkan aku tidak peduli sama sekali dengan gerhana bulan yang selalu aku tunggu-tunggu kedatangannya sejak tadi.

Karna sekarangpun, keadaan sudah sangat gelap.

•••

POV ATLAS

Setelah gadis itu mengusirku secara halus dan pergi memasuki kamarnya, aku segera membereskan teleskop tanpa suara bising sedikitpun.

Aku mengerti perasaannya, dia pasti sangat kecewa padaku. Tidak seharusnya aku berkata seperti itu padanya, bodoh sekali aku.

Gerhana bulan akan tiba, namun bumi belum sepenuhnya menutupi cahaya matahari dari bulan. Aku harus segera pulang sebelum jalanan akan gelap gulita.

Aku membuka kenop pintu balkon yang menghubungkannya pada kamar milik gadis itu, aku melirik ke arah kasur. Azura sedang meringkuk di balik selimutnya, apa dia sedang menangis? Atau sedang tertidur.

Aku mendekat ke arahnya, namun langkahku terhenti, tidak seharus nya aku mengganggu gadis itu setelah aku membuatnya hancur saat setelah dia menangisi kepergian ibunya.

Kenapa aku begitu bodoh, dasar pengecut.

Seharusnya aku menghibur dirinya dan membantunya kembali seperti sedia kala sebelum kepergian ibunya. Kenapa aku malah membuatnya beribu kali merasakan sakit?

Aku juga tidak tau kapan aku pergi, aku tidak tau apakah aku akan selalu berada di sisinya. Jauh dari lubuk hatiku, aku sangat ingin selalu bersamanya, menemaninya setiap saat. Tapi aku tidak tau kapan sesuatu itu datang dan mengharuskan ku untuk pergi.

Aku tidak pernah menanti hal itu, karna semestinya keinginan ku untuk bersamanya adalah hal yang membuatku di pertemukan dengan gadis itu.

Aku masih berdiri di atas karpet bulu yang berada tidak jauh dari kasurnya, seluruh tubuhku sepenuhnya masih bergelut dalam pikiranku.

Aku melirik keadaan di luar melalui pintu balkon transparan yang terbuat dari kaca, bagian bumi yang kami tinggali sudah sepenuhnya gelap. Mungkin ini akan menjadi malam penyesalan terbesarku dan malam kekecewaan terbesar gadis itu.

Aku melangkah menghampirinya, menulis sesuatu pada selembar kertas yang ku ambil di atas mejanya lalu meletakkannya di atas nakas dekat kasur gedis itu.

Menatapnya sekilas, lantas pergi meninggalkan kamarnya serta seseorang di dalam sana.

Sekali lagi, aku minta maaf.

Aku menyayangi mu lebih dari apapun, bahkan lebih dari rasa cintamu terhadap langit, planet uranus dan bintang sirius mu.

******

Hai gess, ini pertama kalinya aku buat melalui sudut pandang si Atlas. Mungkin dari situ kalian akan sedikit mengerti dengan perasaan lelaki itu, dia tidak ingin berdusta pada Azura karna nyatanya dia sendiri juga gak tau apakah dia akan selalu ada untuk gadis itu atau ngak.

Nah itu tujuan aku buat POV ATLAS , agar kalian tau gimana di menggambarkan atau merespon tentang percakapannya dengan Azura yang berakhir tidak menyenangkan.

Sekian gitu ajah, maaf kalau cerita yang aku tulis belepotan dan gak ngerti dengan maksud yang di ceritakan. Kalau bingung langsung tanya aja di komen, aku bakal jawab kok // <3

Jangan lupa vote nya yaa

Hargai kerja keras Author ⭐🪐

Azura 🧚🏻‍♀️

Universe SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang