Chapter XVII

1.4K 178 52
                                    

Apa bagian terbaik dari jatuh cinta?

Sebagian orang dapat menjelaskannya dengan berbagai cerita, ratusan kalimat pujian bagi yang tercinta. Tapi bagi Junghwan, bisa bersama Doyoung hingga hari ini rasanya tidak dapat ia jelaskan dengan kata-kata.

Maka saat ia mendengar kabar bahwa Doyoung mungkin akan segera menikah, dengan cepat ia berangkat ke kampung halamannya, melupakan fakta bahwa masih ada rentetan masalah yang pasti akan menunggu setelahnya.

Setelah kembali dari rumah sakit, Junghwan menuntun suaminya berjalan masuk ke dalam ruang kerja, mereka berdiri tepat di depan figura besar foto keduanya, foto yang mereka ambil saat Junghwan memenangkan lomba.

Tangan Junghwan bergerak ke sisi buram yang ada di belakang mereka, "Kamu liat orang ini? Ini Jiho. Dia ikut lomba yang sama dan jadi juara di sana." Jelasnya.

Netra Doyoung membulat tidak percaya, pantas saja sosok Jiho terasa tidak asing saat pertemuan pertama. Bukan di pigura yang berjejer di atas meja, sosok Jiho sama sekali tidak nampak di sana, tapi malah di foto yang mereka ambil saat mereka masih bersama. "Sejak saat itu, dia pakai kemampuannya buat cari tau semua hal tentang aku." Lanjut Junghwan.

"Dia bahkan daftar ke kampus yang sama, jurusan yang sama, dan tinggal di daerah yang sama kayak aku waktu itu. Sayangnya aku gak langsung sadar, butuh beberapa tahun buat tau kalau Jiho ternyata punya maksud lain di balik caranya yang lumayan normal buat deketin aku."

Doyoung diam, seakan mempersilakan Junghwan untuk melanjutkan kalimatnya.

"Terakhir aku ketemu dia pas intern, aku juga ngerasa bodoh karena harus nunggu ada korban buat bikin dia ngejauh sepenuhnya dari aku."

Junghwan mulai berjalan keluar ruangan, diikuti dengan Doyoung yang mengekor di belakang. Keduanya pun duduk di sofa ruang tamu yang masih nampak berantakan karena tidak sempat dibereskan, Doyoung bahkan baru sadar kalau darah Junghwan banyak berceceran di lantai apartemen mereka.

"Dia ngira aku pacaran sama salah satu partner ku di sana, bisa dibilang beruntung karena Jiho cuma nyerempet dia tepat di depan gedung kantor, karena Jiho sama sekali gak ngerasa bersalah saat berhasil dikejar sama orang yang ada di tempat kejadian."

Sebelah tangan Doyoung bergerak menarik tangan Junghwan yang tidak terbalut perban, ia mengusap tangan besar suaminya dengan lembut karena raut Junghwan cukup berbeda dari biasanya, Doyoung dapat menangkap ketakutan yang Junghwan sembunyikan entah sejak kapan.

"Makanya pas kita ketemu Jiho waktu itu, aku cuma bilang kamu sahabatku karena aku gak mau dia berbuat sesuatu yang buruk sama kamu, Doyoung."

"Kenapa kamu gak jelasin semuanya dari awal?" Tanya Doyoung begitu Junghwan selesai bicara.

Kepala Junghwan bergerak, ia menoleh ke arah suaminya yang malah melempar senyum termanis yang pernah Junghwan lihat. "Aku takut, aku takut kamu malah lari. Waktu itu kamu sendiri yang bilang kalau pernikahan kita bukan karena cinta, gimana kalau kamu justru pergi ninggalin aku begitu tau faktanya?" Jawab Junghwan.

Doyoung menggeser tubuhnya untuk mendekat ke arah Junghwan, melingkarkan kedua tangan di pinggang suaminya begitu melihat Junghwan mulai menangis. "Maaf, maaf karena kamu harus ngadepin itu semua sendirian." Ucap Doyoung, tangannya bergerak mengusap lembut punggung lebar Junghwan.

Dapat ia rasakan sebelah bahunya basah karena air mata Junghwan, Doyoung terkekeh karena lagi-lagi ia menyaksikan sisi lain yang akhirnya Junghwan tunjukkan.

Saat di sekolah, Junghwan jarang bicara, Junghwan jarang mengeluarkan pendapat jika tidak ditanya, Junghwan jarang mengikuti kegiatan selain akademik dan lebih sering berkutat dengan buku tebal di kursinya.

Buttercup [Hwanbby]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang