Dalam sudut pandang:
Annaya
Rintik hujan membasahi pekarangan rumah Annaya sejak pagi. Gadis berusia 22 tahun itu terduduk di depan jendela tua rumah itu sambil menggenggam sebuah kopi di tangannya. Hampir dingin, namun cukup menghangatkan. Perhatiannya tertuju pada rintik air yang jatuh ke helaian daun dari tanaman di depan rumahnya, sebelum akhirnya terpecahkan oleh deringan telepon di atas meja tua itu.
Tring..tring...
Annaya menoleh ke sumber suara, sedikit terkejut namun ia lantas mengambil telepon dan membuka suara.
"Halo?" Sapa Annaya sopan.
"Cah ayu.." Mata Annaya terbuka lebar mendengar suara di ujung telepon. Ibu. Batinnya saat itu.
"Ibu?" Tanya Annaya perlahan, sedikit terdiam beberapa saat ketika mendengar napas kecil dari seseorang di ujung telepon itu.
"Iya ndhuk..ini ibu. Gimana kabarmu?" Tanya ibu dengan suara halusnya. Cukup halus hingga menghangatkan suasana dingin di tengah hujan ini. Annaya menghembuskan napas sebentar, menutup matanya sepersekian detik.
"Annaya baik bu..ibu apa kabar?" Tanyanya kemudian. Terdengar ibu menghela napas lega.
"Yo alhamdulillah..Ibu lega Annaya, tau kamu sehat-sehat aja. Disini ibu sehat. Bapak yo sehat." Jawab Ibu. Mendengarnya Annaya tersenyum kecil, manik hitam di mata nya hampir mengeluarkan air.
"Gimana kerjaanmu di Jakarta?" Tanya Ibu kemudian. Annaya terhenti sebentar sebelum akhirnya menghela napas dan menjawab pertanyaan Ibu.
"Alhamdulillah baik-baik bu, aku baru dapet promosi dari atasanku sebulan yang lalu. Ya walaupun agak lebih menguras waktu tapi aku seneng." Jawab Annaya.
"Ibu juga seneng, ndhuk." Kata Ibu setelah tertawa kecil, ada bahagia dari nada bicaranya. Annaya pun tertawa, tidak sampai ia mendengar kalimat Ibu kemudian.
"Annaya, kapan kamu mau balik? Bapak ibu kangen lho, ndhuk." Kata Ibu dengan lirih. Annaya terdiam, napasnya terasa berat.
"I..iya bu, Annaya belum tahu. Aku cuma, masih belum ingin balik lagi kesana. Disini banyak hal baru yang bikin Annaya jadi..sedikit lebih bahagia." Jawab Annaya.
"Sebenarnya.." Kata Ibu sebelum ia terdiam untuk beberapa detik. Meninggalkan Annaya yang sedikit khawatir dengan kalimat yang akan Ibu katakan.
"Ada orang yang mengirimi kamu paket beberapa waktu lalu, ibu bingung gimana caranya kasih ke kamu.." Lanjut Ibu dengan halus.
"Pa..paket?" Tanya Annaya gugup.
"Sudah beberapa bulan yang lalu..sepertinya dari temen kampus mu, ndhuk. Mungkin dia gak tahu kalau kamu udh gak menetap di Jogja." Jawab Ibu. Annaya mendengarnya dengan seksama, sambil menatap kosong ke arah yang tidak tentu dengan menggenggam telepon tua itu.
**
Waktu berganti selang beberapa hari. Annaya kembali di tempatnya beberapa hari yang lalu tepat kala ia mendapat telepon dari ibu. Terduduk, memandangi hujan yang seminggu ini setia menghujani Jakarta. Pandangannya masih teralihkan oleh rinai-rinai hujan, sebelum akhirnya terpecahkan kembali bukan dari telepon namun dari panggilan seorang pengantar paket yang mengetuk pintu gerbang rumahnya.
"Permisi, paket.." seru seorang pemuda yang mengantarkan paket sambil mengetuk pintu gerbang.
Annaya menoleh ke arah pintu, terdiam sesaat lalu menaruh gelas kopinya dan beranjak.
"Iya?" Jawabnya halus, sedikit bingung.
"Paket, bu." Kata sang pengantar paket. Tak butuh berapa lama, ia menandatangani penyerahan paket itu dan bergegas masuk ke rumahnya saat pengantar paket itu pergi.