Derasnya suara hujan mampu menutupi setiap suara yang keluar, membuat kita hanya mendengarkannya saja. Hujan tak pernah berdusta karena selalu berjanji untuk kembali bersama setiap kenangan yang ada. Hujan selalu datang secara tiba-tiba layaknya sebuah perasaan yang selalu datang tiba-tiba tanpa peduli apakah kita siap atau tidak.
Gadis itu duduk di halte menunggu bus yang akan datang, ia duduk melamun ditemani gemericik hujan dan aroma aspal yang basah. Hal yang selalu disukainya. Revaya Khafara Amberley yang tak pernah menghianati hujan, ungkapan ini mungkin sedikit berlebihan tetapi kenyataannya memang begitu Revaya selalu menanti kapan datangnya hujan.
Terkadang Revaya bingung mengapa sebagian orang membenci hujan, mungkin mereka mempunyai alasannya masing-masing dan Revaya paham akan hal itu. Datangnya hujan terkadang membuat perjalan sebagian orang harus terhenti, mereka harus menunggu entah sampai kapan hujan reda dan berbagai kendala lainnya yang diakibatkan hujan. Bagi Revaya hal ini bukanlah suatu alasan untuk membenci hujan, karena hujan juga membawa banyak dampak positif misalnya menyuburkan tanah dan tumbuhan, membawa hawa sejuk, dan menambah persedian air.
Revaya yang sedari tadi asik dengan pikirannya tanpa memedulikan keadaan sekitar, seketika tersadar ketika orang-orang disekitarnya mulai berjalan keluar dari halte, yang menandakan bahwa hujan telah reda. Revaya pun mulai bangkit dari duduknya dan berjalan menaiki bus. Ia berencana untuk pulang.
Di tempat lain seseorang sedang tertidur pulas, sangking pulasnya hingga dia tak menghiraukan suara ketukan pintu yang begitu kencang. Nyaman, itulah yang ia rasakan. Ia sangat nyaman dengan selimut tebal, lampu kamar yang redup, ruangan yang sunyi, dan dinginnya hujan, serta tempat tidur king size dilengkapi dengan kasur yang empuk. Pantas saja ia tidak bangun, ternyata dia terlalu nyaman dengan alam bawah sadarnya.
Suara ketukan pintu pun mulai sirna perlahan-lahan. Orang diseberang pintu sepertinya mulai meyerah karena sang empunya kamar tak kunjung bangun.
Ruangan dengan pintu kamar berwarna coklat ebony beserta Lukisan Galaksi dan benda langit lainnya di sisi atas pintu selalu memancarkan auranya tersendiri, aura yang diciptakan sang empunya kamar. Tak ada seorang pun yang memiliki akses bebas untuk masuk ke ruangan itu. Ruangan yang dianggap sebagai tempat untuk pulang bagi virgo Brigell celestial
Di dalam ruangan itu ia tertidur sangat pulas seolah-olah ingin hari ini berlalu begitu saja, tanpa melakukan apapun.
~~~••~~~
Jam dinding menunjukan pukul 20.40, revaya sedang berada dalam kamarnya bersama dengan satu buah buku putih tebal bertuliskan Matematika dan sebuah buku tulis dihadapannya, tentu ia sedang mengerjakan pr. Revaya selalu menggunakan metode belajar 25/10 yang dibagi menjadi 2 babak, dengan tiap babaknya selama 25 menit dan waktu untuk break selama 10 menit. Menurutnya cara ini sangat efektif dalam belajar.
Waktunya untuk break. . . .
Alarm belajar revaya telah berbunyi pertanda untuk break dan untungnya pr matematika pun sudah selesai. Tepat waktu. Revaya memasang timer 10 menit untuk waktu breaknya dan beranjak menuju balkon kamarnya.
Tenang, itu yang revaya rasakan sekarang. Di balkon kamar lantai dua itu revaya berdiri, memejamkan matanya dan menghirup udara sebanyak mungkin yang ia bisa. Udara sehabis hujan, aroma tanah yang lembab, dan daun yang basah. Hal yang tanpa disadarinya mulai menjadi candu.
10 menit terasa lebih lama ketika digunakan untuk menunggu, menunggu kapan waktu ini berakhir. Revaya berdiri, melamun dan menunggu hingga waktu breaknya berakhir. Ia menunggu sambil melamun memikirkan banyak hal yang ada di pikirannya. Hal-hal yang akhir-akhir ini selalu nyaman berada di pikirannya.
Malam itu pun berakhir, Revaya pun telah selesai dengan segala PR dan masuk ke alam bawah sadarnya, menikmati mimpinya di alam bawah sadar.
Tak berbeda dengan gadis yang bernama revaya itu, di dimensi yang sama namun tempat yang berbeda terdapat siluet seorang pria yang sepertinya belum lelap.
Dalam kamar yang sunyi itu terdapat seorang pria yang sedang terduduk dan bersandar pada kepala tempat tidurnya yang berukuran king size. Pria itu memejamkan matanya namun tak kunjung terlelap, sepertinya ia terlalu lama tertidur saat hujan tadi. Pria itu mengacak-acakan rambutnya dan mengusap mukanya frustasi karena sudah berkali-kali ia mencoba memejamkan matanya namun tak kunjung terlelap. Perlahan ia menatap kearah jendelanya yang setengah tirainya tidak menutupi jendela sehingga dapat terlihat benda langit berbentuk seperti titik-titik berwarna putih dan berkilau yang memenuhi langit malam, bintang.
Perlahan sebuah senyuman terbit di bibir pria itu. Nyaman dan tenang, itu yang ia rasakan dan ia tidak lagi memaksakan dirinya untuk tertidur. Pria itu lebih memilih untuk menikmati pemandangan langit malam beserta kilauan bintang-bintang yang indah.Tinggg!
Satu suara notifikasi dari bendah pipih berwarna hitam dilengkapi dengan logo buah apel, berhasil mengalihkan perhatiannya dan membuyarkan ketenangannya. Ia langsung melirik kearah nakas yang berada disamping tempat tidurnya. Melirik layar lockscreen dan membaca pesan itu.
Oiiii, virgil lo belum tidur? Lobby kuy
Buang-buang waktu, itu yang terbesit dalam benaknya. Dalam sunyi virgo menlanjutkan kegiatannya menatap langit malam bersama beribu kilauan bintang yang menghiasi gelapnya malam. Terlihat begitu tenang, namun apakah pikirannya setenang itu? Tentunya tidak.
Kelopak mata yang tertutup sempurna itu mengeluarkan bulir-bulir Air mata yang sudah mengalir membasahi pipi dan sekitarnya, pertanda pria itu menangis. Virgo menangis dalam ketenangan yang ia sendiri ciptakan. Tangisan yang belum bisa di pastikan apakah itu tangisan kebahagiaan? Kesedihan? Kekacauan? Ketenangan? Tangisan yang hanya ia sendiri yang paham maknanya. Kemudian perlahan-lahan dia mulai terlelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIRGIL
Fiksi RemajaJika ada hujan maka tidak akan ada bintang jika ada bintang pertanda tidak akan turun hujan. Sepertinya memang hujan dan bintang tidak ditakdirkan untuk bersama di langit.