BAB 3 Bersabarlah!

16 6 0
                                    

Semalaman Inara menunggu Dafa pulang, bahkan Inara sampai tertidur di sofa ruang tengah. Paginya, ketika azan subuh berkumandang Inara bangun dan mengetahui bahwa Dafa tidak pulang. Tanpa mengabari Inara sama sekali. Inara segera mandi dan menunaikan sholat subuh sendirian. Setelah itu ia menyiapkan sarapan pagi seperti biasanya jikalau Dafa pulang sebentar lagi pria itu bisa langsung makan.

Namun rasa kecewa kembali masuk ke relung hati Inara. Sampai jam 9 pagi Dafa sama sekali belum nampak batang hidungnya. Inara menghembuskan nafas kasar, sudah beberapa kali ia menelfon sang suami tapi hanya suara operator yang terdengar.

"Bi, ini makanannya nanti dihangatkan ya kalau mas Dafa sudah pulang." Ujar Inara pada bi Siti yang sempat lewat di depannya.

"Baik nya." Jawab bi Siti.

Inara pergi ke kamarnya untuk bersiap. Hari ini ia akan berkunjung ke rumah orang tuanya yang lumayan jauh dari rumahnya saat ini.

Hari ini Inara mengenakan gamis bunga-bunga berwarna putih ditambah balutan hijab panjang berwarna senada. Seperti biasa, Inara tidak memoleskan make up yang berlebihan pada wajahnya. Wanita itu lebih menyukai berpenampilan sederhana.

Setelah bersiap-siap, Inara kembali melihat ponselnya yang tidak memunculkan notifikasi apapun dari Dafa. Padahal ia sudah berharap hari ini akan berkunjung ke rumah orang tuanya ditemani Dafa. Inara sengaja pergi hari sabtu karena tentunya Dafa libur kantor dan bisa leluasa jalan-jalan berdua. Tapi sampai saat ini pun Dafa belum juga pulang ke rumah.

Inara menghembuskan nafas kasar. Sudah jam 10 pagi ia harus bergegas ke rumah orang tuanya. Inara keluar dari kamar sambil memasukkan ponsel ke dalam tas selempangnya.

"Mas!" Kaget Inara saat hampir menabrak Dafa yang baru saja pulang. Untungnya ia tetap menjaga keseimbangan. Kalau tidak sudah pasti wanita itu akan segera jatuh di tangga.

"Mas kamu baru pulang? Sini biar aku bawa tas dan jasnya." Ujar Inara setelah menyalami tangan Dafa.

"Tidak usah." Tolak Dafa.

Inara memperhatikan raut wajah datar sang suami. Apa yang terjadi dengan suaminya?

"Mau kemana kamu?" Tanya Dafa.

"Mas lupa? Hari ini aku mau ke rumah ayah bunda." Jawab Inara.

"Oh ya." Hanya jawaban singkat yang diberikan oleh Dafa.

"Mas, enggak jadi nemenin aku?" Tanya Inara menatap Dafa ragu.

"Enggak Inara, saya cape." Balas Dafa kemudian melewati Inara begitu saja.

Inara berbalik menatap Dafa.

"Tapi kamu sudah janji, mas." Kata Inara lagi.

"Kamu enggak lihat kalau saya baru pulang? Saya cape, Inara!" Bentak Dafa berbalik menatap istrinya yang berdiri mematung di tangga. Lelaki itu langsung masuk ke kamar tanpa peduli pada Inara yang terkejut mendengar bentakannya.

Inara yang ditinggal pun kemudian tersadar dari keterkejutannya. Suaminya Dafa, belum pernah membentak Inara selama mereka menikah. Apa yang terjadi dengan Dafa? Ah, mungkin saja Dafa sangat lelah dan butuh waktu untuk sendiri. Inara meyakinkan dalam hatinya. Setelah menghembuskan nafas panjang, Inara kembali melanjutkan perjalanannya.

35 menit berlalu di dalam taxi akhirnya Inara tiba di depan rumah minimalis yang tidak terlalu besar namun sangat nyaman. Wanita itu memasuki pekarangan rumah dan langsung disambut dengan taman bunga ibunya yang sangat indah.

Ting tong

Inara menekan bel depan rumah. Tidak lama kemudian, seorang perempuan cantik dengan balutan hijab birunya keluar membukakan pintu.

Hujan di Jendela HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang