Abnormalitas Botani (2)

13 4 0
                                    

Pandangan Bentala begitu gelap, dia tidak bisa mendengar apapun. Lama dia merasakan kekosongan, bahkan suara yang ia keluarkan tidak terdengar. Lalu suara-suara memanggil dirinya, pandangannya mulai menampakkan sesuatu— langit-langit putih, kain hijau dalam bentuk tirai, ada yang menusuk di tangan kanan miliknya terasa sakit begitu ia menggerakkannya sedikit. Dia mendengar suara-suara memanggil dirinya. Dia kenal suara itu, itu suara Sari, lalu Indah iparnya, dan Ancala kakaknya. Dia mengangkat tangan kanannya, terasa sakit— ternyata akibat selang infus. Dia meraih-raih sesuatu namun tangannya digenggam oleh tangan kakaknya.

"Apa yang kamu rasakan, Tala" ucap kakaknya, suaranya tidak begitu jelas namun dia bisa memahami perkataan kakaknya yang penuh kekhawatiran itu. Bentala hanya menggelang pelan, dia ingin mengatakan dirinya baik-baik saja, juga ingin menanyakan Rian.

"Kalau kamu mencari Rian, dia sedang bersama Herlambang di taman rumah sakit" ucap Indah mengusap air matanya. Bentala menggeleng, Herlambang bisa mengajarkan hal buruk pada Rian— harusnya jangan bersama Herlambang, Bentala ingin mengatakan itu namun tidak ada suara apapun yang keluar dari mulutnya.

"Kamu mau makan? Abang bisa beli bubur, sate, soto, nasi padang— apapun" kakaknya kena sikut Indah yang menatapnya dengan tajam mana mungkin orang sadar dari koma mau makan aneh-aneh.

"Kami semua panik, kamu koma selama lima jam. Syukurlah kamu segera sadar" Sari di samping kiri sendirian mengusap air matanya. Sari benar-benar khawatir akan kondisi Bentala.

Pikiran Bentala benar-benar kosong. Dia koma selama lima jam? Yang dia ingat adalah dirinya yang mengejar Gumitir lalu pusing dan pingsan, terasa begitu singkat. Dia masih harus mengejar Gumitir, mungkin dengan menghampiri rumahnya dia dapat menjelaskan semuanya, dia ingin mengutarakan apa yang ia rasakan. Ia tidak peduli jika hatinya tidak siap, dia hanya ingin terus bersama dengan Gumitir. Tiga hari senyap tanpa kehadiran Gumitir, itu yang dia rasakan. Dia ingin menemui Gumitir sekarang, namun tubuhnya benar-benar lemas— dia bahkan kesusahan untuk bangkit. Yang bisa ia gerakan hanya tangannya saja, dia juga merasakan betapa pusing kepalanya.

Ancala benar-benar khawatir dengan keadaan Bentala, jika apa yang dikatakan dokter dan melihat sikap Bentala belakangan ini yang suka melamun juga melihat keadaan Gumitir yang tak pernah lagi menyambangi kafe beberapa hari belakangan. Apa adiknya kembali dikhianati sehingga trauma masa lalu menelan adiknya hingga membuat adiknya begitu menderita secara fisik seperti ini? Tidak, lebih tepatnya Bentala menderita secara mental dan berdampak pada kesehatan fisiknya.

"Dia kelelahan, ada baiknya jika ia sadar nanti tolong diistirahatkan setidaknya lima sampai tujuh hari— dan, jika ada yang mengganggu mentalnya tolong diselesaikan. Karena kelelahan yang dialami Bentala berhubungan dengan kelelahan mentalnya, hal itu berdampak pada kesehatan fisik Bentala. Jika dibiarkan seperti itu, mungkin kesehatannya akan terus menurun" Ancala benar-benar takut dari pernyataan dokter tentang kondisi Bentala, dia benar-benar takut Bentala seperti ibu mereka yang sakit-sakitan akibat hatinya yang terlampau sakit. Dia bahkan membatalkan pertemuan dengan kolega bisnis demi melihat kondisi adiknya, dia membatalkan penerbangannya ke Bali. Dia tidak peduli bagaimana dengan kafe dan bisnisnya, itu bisa diurus nanti dan yang paling penting adalah kondisi Bentala.

Tapi, bagaimana cara Ancala untuk membantu Bentala dalam permasalahan yang sedang adiknya hadapi? Dia tidak tahu di mana Gumitir tinggal dan tidak tahu bagaimana untuk menghubungi Gumitir. Indah menyarankan untuk menanyakannya langsung pada Bentala, namun Ancala berpikir untuk sekarang bukankah topik mengenai Gumitir masih sensitif bagi Bentala? Dia bahkan tidak tahu masalah apa yang dihadapi adiknya, apakah dengan membicarakan Gumitir di depan Bentala di saat seperti ini baik saja?

Sari menatap Bentala yang kini benar-benar kehilangan kecerahan di sorot mata orang yang ia kagumi itu. Dia tidak kuat melihat Bentala begitu sengsara, Bentala bahkan tidak tidur, kelelahan dan seperti kehilangan harapan. Dia sempat mendengar kondisi Bentala dari dokter yang memeriksa Bentala. Apa itu ada hubungannya dengan gadis yang bernama Gumitir itu? Sari mengusap air matanya sekali lagi, lalu menghubungi temannya yang bekerja sebagai staf TU di sekolah Gumitir. Sari tahu karena seragam yang biasa Gumitir kenakan.

"Bisa kau carikan aku alamat Gumitir? Siswa yang bersekolah di sekolah tempat kau kerja, aku butuh sekarang" ucap Sari sembari berjalan ke arah parkiran.

"Bisa sih, tapi untuk apa? Tumben" ucap temannya di seberang telepon, Sari tidak bisa banyak bercerita. Dia sedang terburu-buru, Jika Gumitir yang Bentala ingin temui— maka dia akan menyeret Gumitir bagaimanapun juga.

"Cepat kau berikan alamat siswa bernama Gumitir, nanti aku berikan voucher makan ramen" bentak Sari, di seberang telepon terdengar temannya kegirangan— cara itu selalu berhasil. Begitu menerima pesan yang berisikan alamat Gumitir, Sari langsung membelah jalanan dan pergi untuk menyeret Gumitir.

Sesampainya Sari di rumah Gumitir, dia langsung berdebat dengan tukang kebun di sana dan dua pembantu rumah Gumitir bahwa Gumitir tidak ada di rumah sejak pagi. Sari tidak langsung percaya sampai terus mendesak masuk bahkan sampai mengecek satu per satu ruangan rumah Gumitir dengan mata kepalanya sendiri. Agaknya Ibu Gumitir sedang tidak ada di rumah, hanya ada para pembantu dan tukang kebun. Sari merasa kesal, ke mana gadis itu?

Hari-hari yang selanjutnya Sari lihat adalah Bentala yang masih terbaring di rumah sakit dengan sorot mata yang redup, kecerahan yang dimiliki orang yang dicintai itu musnah. Sari tidak sanggup melihat Bentala yang terus menyebut nama Gumitir kala Bentala tak sadarkan diri atau menggigil dan terus menyebut nama Gumitir entah dia sadar atau tidak— lalu yang terjadi setelahnya Bentala yang termenung seolah jiwa sudah pisah dari sang tubuh. Sari tidak sanggup melihat keadaan Bentala yang seperti ini, Sari memahami rasa cinta yang Bentala miliki pada Gumitir— rasa cinta yang tak pernah ia dapatkan.

Sepulang dari rumah sakit tidak mengubah banyak hal, Bentala masih redup sinar di matanya meskipun kini dia sudah bisa diajak bicara tidak seperti di rumah sakit. Namun sikap yang diberikan Bentala lebih dingin, jauh lebih dingin dari apapun yang pernah Sari sentuh. Bentala menjawab pertanyaan orang lain seperlunya, berbicara seperlunya— hilang sudah Bentala yang hangat, Bentala yang memberikan perhatian pada semua orang dan Bentala yang memberikan kenyamanan yang kini tak pernah lagi Sari rasakan. Sari mulai menanyakan siapa pria yang tengah berdiri di belakang mesin kopi itu, pria yang sebelumnya hangat pada semua orang. Wajah Bentala kini selalu lesu, tatapan itu seperti ikan yang dijual di pasar, dan pandangan yang selalu tertunduk.

Ke mana gadis yang bernama Gumitir itu, apa dia sengaja membuat Bentala menjadi seburuk ini? Apa sebenarnya tidak ada rasa gadis itu pada pria yang ia kagumi ini? Jika sedari awal dia tidak bisa membuat pria yang ia kagumi ini merasakan kebahagiaan, setidaknya jangan beri dia harapan, jangan beri dia kesempatan untuk membuka hatinya dan menggantungkan harapnya. Gadis itu membuat pria yang ia kagumi sebegini sakit hatinya, Bentala kembali merasakan sakit hati, pria yang ia kagumi kembali merasakan luka dan akan sangat sulit ke depannya untuk menyembuhkan luka Bentala.


p.s. 

Siapa yang menyesal karena pernah ragu dengan perasaan sendiri? 


Aku juga nulis cerpen di Ig (IG: @andipati17) follow ya :) 

Cirebon dan Pohon Balas Dendam (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang