Inara seharian berbaring di kamarnya. Setelah kemarin ia sering mual dan pusing, tubuh Inara menjadi lemah sehingga Dafa menyuruhnya untuk beristirahat hari ini. Inara bahagia ternyata Dafa masih peduli padanya walaupun tidak ada lagi raut wajah hangat seperti biasanya dari lelaki itu tapi Inara bersyukur setidaknya Dafa tidak mengabaikan kondisi Inara.
Ting
Inara mengambil ponselnya dan membaca pesan yang baru saja masuk dari nomor yang tidak dikenal. Keningnya berkerut tanda wanita itu sedang bingung.
+62 8...
Jangan terlalu percaya pada orang-orang disekitarmu atau kamu akan hancur!Begitulah pesan yang Inara baca. Apa ini? Apa Inara sedang di teror? Inara melamun memikirkan maksud dari pengirim pesan ini. Namun lamunan Inara tak berlangsung lama saat mendengar gebrakan tak sabar dari arah pintu.
BRAK BRAK BRAK
"Inara, buka pintunya!" Suara Ariana terdengar dari luar kamar.
Inara buru-buru bangun sehingga ia lupa mengenakan hijabnya. Rambut hitam panjangnya menari-nari seiring langkah Inara.
"Ada apa, ma?" Tanya Inara.
"Ada apa, ada apa. Kamu enggak usah malas-malasan. Kerjaan rumah udah menumpuk! Cepat keluar dari kamarmu!" Bentak Ariana.
"Tapi ma, Inara lagi enggak enak badan." Kata Inara. Benar, Ariana dapat melihat raut wajah Inara tampak kelelahan, bibirnya pucat dan suaranya lemah. Tapi wanita itu tidak peduli pada kondisi Inara.
"Saya enggak mau tau!" Setelah mengatakan itu, Ariana langsung turun ke bawah.
Inara menghembuskan nafas lelah. Ia menangis dalam diam mendapat perlakuan tidak mengenakkan dari ibu mertuanya sendiri. Padahal di rumah mewah ini memiliki 5 pembantu tapi kenapa harus Inara yang disuruh-suruh oleh Ariana? Apalagi ditengah kondisinya yang sedang tidak baik-baik saja.
Inara mengambil jelbab di gantungan dan mengenakannya asal. Ia segera turun ke bawah sebelum nyonya Atmaja kembali memarahinya.
***
Tepat pukul 8 malam, Dafa baru menginjakkan kaki di rumah. Inara yang sedari tadi menunggu Dafa pulang langsung menghampiri suaminya.
"Sini mas." Inara mengambil tas dan jas kantor Dafa setelah menyalami lelaki itu.
"Wajahmu terlihat lelah, Nara. Kamu tidak beristirahat?" Tanya Dafa.
"Ah, aku bosan mas. Jadi aku ngerjain beberapa pekerjaan rumah." Jawab Inara berbohong. Tidak mungkin ia mengatakan yang sebenarnya pada Dafa. Ia tidak yakin suaminya itu akan membelanya setelah melihat tanggapan lelaki itu akhir-akhir ini.
"Mas udah makan?" Tanya Inara.
Dafa mengangguk singkat kemudian langsung naik ke lantai dua. Inara yang ditinggalkan begitu saja hanya bisa menghembuskan nafas kasar. Ia sudah terbiasa dengan sikap Dafa yang seperti itu akhir-akhir ini.
Saat mengangkat jas Dafa, tidak sengaja Inara mencium bau asing di hidungnya. Inara mematung. Dengan rasa penasaran yang tinggi Inara menghirup bau di jas Dafa. Bukan, ini bukan bau suaminya. Setelah lama berumah tangga dengan Dafa, Inara tau betul bau tubuh dafa serta parfum yang lelaki itu pakai. Bau parfum di jas ini sangat asing di penciuman Inara. Seperti bau parfum...wanita?
Ting
Inara merogoh ponsel di saku gamisnya. Ia membuka pesan dari nomor yang sama. Nomor asing yang tadi siang mengiriminya pesan.
+62 8...
Mbak tolong berhati-hati. Selidiki orang-orang disekitarmu sebelum kamu semakin hancur.Inara terdiam. Apa yang harus ia lakukan? Seketika pikirannya berkelana, tidak-tidak ia tidak boleh bersuudzon pada sang suami. Tidak mungkin Dafa melakukan hal kotor di belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan di Jendela Hati
RomanceTidak ada yang tau kapan penyesalan datang. Juga, tidak ada yang tau kapan rasa percaya runtuh akibat pengkhianatan dari orang terdekat. 2 tahun telah mengabdikan diri pada sang suami, tidak pernah Inara sangka jika kepercayaannya dihancurkan begitu...