⊚ 5 ⊚

115 27 2
                                    

Perlahan-lahan matahari ke ufuk barat beriringan udara dingin menerpa ke bumi, menandakan selesainya latihan di sore ini. Sudah seminggu berturut-turut kegiatan tersebut berlangsung dan kini Taehyung bergegas keluar menuju ruang klub.

"Tae! Mau ke mana?"

"Aku ada urusan. Maaf, ya, Jack!" Serunya terburu-buru tanpa menengok sepintas pun si rekan yang keheranan sebab gelagatnya.

Di tempat lain di koridor, Jimin berjalan lesu menuju klub. Tubuhnya cukup lelah, dia berniat langsung pulang setelah para anggota klub siap mengemasi barang-barang mereka. Saking penatnya, dia sama sekali tak menyadari langkah serupa penguntit di belakang. Taehyung mengendap-endap di balik punggungnya, berniat mengejutkan.

"JI!" Yang dipanggil terperanjat, refleks memutar badan untuk membagikan rona sangar di garis wajahnya yang manis. "Aduh, juteknya ... mau marah, ya?" Alis tebalnya naik turun, gencar menggoda Jimin yang saat ini masam mukanya. "Sudah kukatakan berulang-ulang, jangan suka melamun, Ji. Masih saja."

"Terserah deh, beruang! Aku malas berdebat denganmu!" Kontan hardikannya menerima sentilan keras dari jemari Taehyung. "Aw! Sakit!"  Jimin mengaduh sembari mengusap-usap keningnya.

"Bicaranya dijaga. Tidak usah kasar begitu, tidak ada pantas-pantasnya."

"Yang mulai siapa sih sebenarnya? Kok aku yang dipukul?! Kalau datang itu beri tanda, Tae. Ini tidak, malah kayak setan gentayangan. Aduh, sakitnya!" Dia merengek lagi dini jentikan serupa mendarat di jidatnya yang lapang. "Aku bisa gegar otak, loh. Tanganmu itu tenaganya kuat, tahu!"

"Oh, mau disentil lagi?!" Telapak Jimin kontak terangkat untuk membekap mulutnya saat melihat jari-jari panjang Taehyung sudah siaga di hadapannya.

"Tae, sudah!" Jimin menggeleng-geleng sambil melangkah mundur perlahan, menjauhkan diri dari Taehyung yang juga melangkah maju mendekati dia dan berhasil menghimpitnya ke tembok.

"Si bodohku yang manis--" lalu, berganti jemarinya mengacak-acak puncak kepala Jimin.

"Taehyung, ternyata kamu di situ." Namjoon tiba-tiba memanggil, berjalan hanya beberapa meter jaraknya dari mereka.

"Selesaikan pekerjaanmu, setelah itu kita pulang. Aku tunggu di luar," bisik Taehyung langsung ke telinga dan itu nyaris menyentuh titik sensitifnya. "Ada apa, Hyung?"

"Aku pikir sudah pulang."

"Pekerjaan Jimin belum selesai, kita berdua 'kan selalu bareng pulangnya."

"Kalau begitu, ikutlah denganku sebentar! Ada yang ingin kubicarakan soal pertandingan kita nanti." sejenak pandangan Namjoon tertuju ke para anggota yang sekarang keluar masuk ruangan secara bergilir.

"Kalian semua, tolong dengarkan ini! Taruh pakaian kotor di keranjang yang sudah disediakan, ya. Jangan sembarangan melempar barang-barang. Jimin bukan pengasuh yang harus mengurusi semuanya untuk kita. Jika tetap seperti ini bisa-bisa tidak akan ada yang tahan menjadi manajer di klub basket." Namjoon mengumumkan sebelum mengajak Taehyung ke tempat lain untuk melanjutkan obrolan mereka.

"Maafkan kami ya, Jimin," ucap Jackson pula. Dia adalah anggota basket sekaligus teman sekelas Taehyung dan Jimin.

"Kurasa Namu Oppa agak berlebihan." Jimin tertawa canggung.

"Tapi, perkataan Namjoon Hyung benar. Kau bukan pengasuh kita--tenang saja, mulai sekarang aku bakal bantu mengawasi mereka." Dengan senyum menggemaskan, Jimin berkata terima kasih kepadanya.

Pada menit berikutnya para anggota kelihatan teratur mengikuti arahan dari sang ketua. Mereka menaruh pakaian kotor ke dalam keranjang di sudut ruang. Loker yang biasanya berantakan, mereka mulai menatanya rapi agar bisa ditutup.

"Ya ampun, baunya menusuk sekali. Aku harus keluar dari sini."  Jackson tertawa keras usai mendengar kejujuran itu terucap dari bibir Jimin.

"Keringatku beraroma kayu cendana. Kau mau mencobanya, Jimin?!"

"Oh, tidak Jack! Tidak sampai kapanpun. Terima kasih untuk tawaran itu."  Dan gelak tadi justru bertambah riuh memenuhi ruang klub basket.

-----

(END) Lowkey in Love with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang