Chapter XVIII

1.5K 181 86
                                    

Doyoung menemukan beberapa teman kuliah Junghwan di rumah duka, menyapa sebagian kecil dari mereka yang mengenali sosok Doyoung dari potret dirinya yang selalu Junghwan bawa kemana-mana.

Kakinya pegal karena terus duduk bersimpuh, baru kali ini ia menghadiri pemakaman di Seoul yang adatnya cukup berbeda dari Iksan. Di Iksan biasanya acara sebelum jenazah dikremasi diadakan di rumah, tapi di sini mereka memiliki gedung khusus yang dapat dipakai oleh siapapun.

Yang hadir memang tidak banyak, tapi cukup untuk menguras tenaga, tidak biasanya ia melihat manusia sebanyak ini di sekeliling. Doyoung ingin pulang tapi polisi berkata bahwa mereka masih membutuhkan kesaksiannya dan di mana lagi mereka dapat bertemu jika tidak di sini.

Doyoung jelas tidak ingin bertemu mereka di rumah, itu hanya akan menambah masalah dan membuat kasus tidak cepat selesai ditangani.

Ponselnya yang ada di saku celana bergetar, menandakan satu panggilan masuk, dan Doyoung bernapas lega begitu melihat nama salah satu detektif yang menyelidiki kasus tabrakan Junghwan dua hari sebelumnya.

Doyoung melambaikan tangan begitu melihat dua orang dengan pakaian rapi berdiri di depan pintu, detektif itu dengan cepat mendatangi Doyoung yang duduk sendirian di barisan meja paling ujung.

"Maaf menunggu lama, CCTV yang ada terlalu banyak dan kita cuma berdua. Butuh banyak waktu buat liat itu satu-satu."

Doyoung menggeleng, "Jadi gimana? Semua keliatan jelas kan disana?"

Detektif pun menjelaskan bahwa pekerjaan mereka hampir selesai, hanya butuh beberapa persetujuan untuk menutup kasus tersebut. Doyoung yang paham pun mengangguk, memberi tahu di mana detektif itu dapat mengunjunginya jika suatu waktu mereka butuh kesaksian Doyoung lebih lanjut.

Dalam hati Doyoung berharap agar detektif itu tidak menghubunginya lagi, berurusan dengan mereka membuatnya takut, meski umurnya hampir menyentuh angka tiga puluh tapi kata polisi tidak pernah membuatnya tenang.

Laki-laki berambut cokelat itu bangkit, berpamitan dengan teman Junghwan yang masih ada di sana dan berjalan cepat ke depan gedung, taksi yang ia pesan sejak tadi sudah menunggu untuk membawanya pergi.


***


"Lama banget sih?" Ucap Junghwan yang duduk di atas ranjang rumah sakit begitu Doyoung membuka pintu ruang rawat inapnya.

Doyoung menghela napas, meletakkan kantong belanja di atas nakas lalu duduk di sisi kosong kasur, bersandar pada tubuh Junghwan yang untungnya cukup kuat untuk menahan bobot dirinya.

Ia menyempatkan diri untuk membeli banyak makanan sebelum datang ke rumah sakit, Junghwan terlalu pemilih dan berkata bahwa lebih baik dirinya kelaparan daripada harus mengonsumsi makanan rumah sakit yang hambar.

"Ribet banget urusan sama polisi tuh, aku bahkan harus dateng ke pemakaman Jiho cuma buat ngasih kesaksian ke mereka tau gak." Protes Doyoung.

Kecelakaan dua hari lalu ternyata bukan hanya melukai Junghwan, insiden itu merenggut nyawa Jiho seketika. Psikopat gila itu tidak mengenakan seatbelt ketika berkendara, membuat tubuhnya terlempar keluar dari mobil dan langsung dihantam oleh truk yang ada di belakang.

Sedangkan Junghwan hanya menerima luka kecil di kepala juga tangan kanan akibat pecahan kaca yang mengarah langsung ke tubuhnya.

Dan Doyoung, sebagai salah satu saksi yang ada harus menerima banyak pertanyaan dari polisi yang menyelidiki kasus tersebut karena kecelakaan yang Junghwan alami tidak hanya melibatkan mereka.

Buttercup [Hwanbby]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang