"Lebih baik harapan yang melayang dari pada cinta pun harus di ikut sertakan"
•
•
"Kamu menyukai mataku?"
Aku terdiam, mataku berhenti berkedip, rasanya perih karna kering. Namun sangat susah untuk menutup mata sekali saja.
Aku mengalihkan pandang karna sedari tadi mata kami saling bertemu, aku mendongak menatap langit sore di balik jendela. Aku tertawa hambar, ada rasa penyesalan setelah aku mengungkapkan tentang kesukaan ku terhadap mata galaksinya.
Atlas masih terus menatapku, tatapannya begitu dalam sampai-sampai aku tidak bisa bernafas.
Arwah-arwah yang berterbangan, tolong bawa aku pergi dari hadapannya sekarang juga. Ku mohon..
"Matamu indah, wajahmu juga tidak seburuk yang kamu katakan, kenapa kamu malah menjelek-jelekkan dirimu sendiri?" aku mendelik sebentar ke arahnya lalu kembali pada jendela persegi di sampingku.
Atlas pun ikut tertawa hambar, kini terdengar lebih miris dari tawaku sebelumnya "kamu tidak tau, mungkin bukan sekarang waktunya aku harus memberi tau mu"
Aku menolehkan kepalaku, netra kami saling bertabrakan. Jantungku seperti tercekat mendengar perkataannya "kamu merahasiakan sesuatu?"
Lelaki itu menggeleng dengan senyuman manis di bibirnya "lupakan"
Tak lama bus menghentikan kami di halte ke dua, jalanan aspal yang di hiasi persawahan di sisi kanan dan kirinya.
Atlas menuntunku berjalan di tapi sawah, jalanan tanah kecil yang kira-kira selebar panjang satu tanganmu jika di rentangkan.
"Rasanya waktu kita sangat singkat untuk bermain, hanya waktu sore hingga senja setiap lima hari sekali ketika kamu pulang sekolah" Atlas masih menggenggam tangan ku erat padahal aku bisa sendiri menyeinbangkan tubuh tanpa tanpa di tuntun seperti anak kecil.
"Ada waktu sabtu dan minggu, kita bisa habiskan waktu berdua seharian!" seru ku sedikit berlompat yang membuat Atlas memelotot kan matanya ke arah ku "hati-hati, nanti jatuh!" raut wajahnya sekarang sangat menggemaskan, aku suka ketika wajahnya memancarkan kekhawatiran terhadapku, aku merasa di perhatikan dan benar-benar di jaga olehnya.
"Aku bukan anak kecil tau!" aku menyenggol bahu nya yang membuatnya hampir tercebur ke lumpur kalau saja aku tidak menahannya menggunakan kedua tanganku.
Satu hal yang membuatku kaget, tubuhnya tidak seringan yang aku kira.
Kami berdua tertawa lepas setelah insiden Atlas yang hampir terpelesat, senang rasanya bisa mengerjai anak itu.
"Kita mau kemana?" aku bertanya setelah sampai di jalan setapak di dekat pemukiman warga.
"Ada peternakan di dekat sini, mau ku kenalkan dengan teman ku tidak?"
Aku menoleh, "katanya kamu tidak punya teman?"
Anak itu seperti menahan tawa yang membuatku curiga "lihat saja nanti" hanya itu yang dia ucapkan, setelah nya kami diam dalam hening, menikmati perjalanan santai ini dengan hembusan angin sore yang memenangkan.
Kami sampai di sebuah bagunan besar yang terbuat dari kayu berwarna merah, seperti gudang, namun aku teringat pada film-film peternakan yang menampilkan rumah serupa dengan yang berada di hadapanku, pasti itu adalah rumah dari para hewan yang di ternak.
Melihat di sekitarnya ada beberapa kuda yang sedang memakan rumput membuat ku semakin yakin itu adalah peternakan kuda.
Pasti pemilik ternaknya adalah teman yang di maksud Atlas.
"Emang boleh masuk tanpa izin pemiliknya?" aku bertanya setelah di ajak Atlas untuk masuk ke dalam bangunan kayu itu.
Lelaki itu mengangguk sekali dan melanjut kan langkahnya menuju sebuah kandang salah satu kuda "ini teman ku" Atlas mengelus sebuah kuda berwarna putih bersih, warnanya berseri-seri.
"Jadi yang kamu maksud itu kuda?"
"Ini bukan sembarang kuda, ini unicorn" anak itu berucap sambil menunjukkan wajah sombongnya.
Aku tergelak mendengarnya, bisa-bisanya dia menyebut kuda putih ini unicorn? "Ini kuda poni, bukan unicorn!" aku menatap sinis ke arahnya dan di balas cengiran menyebalkan di wajahnya.
"Memang apa bedanya?, unicorn terdengar lebih bagus"
"Teman mu itu kuda poni, dia hanya memiliki poni yang cantik di kepalanya. Sementara unicorn memiliki tanduk ajaib di kepalanya, seperti sebuah sihir tanpa mantra. Satu lagi ada pegasus, dia memiliki sayap yang dapat membuatnya terbang."
"Unicorn dan pegasus itu hanya makhluk mitologi, dan tidak nyata!" aku menyilangkan kedua yangan di dada, menaikkan satu alis menatap Atlas yang memperhatikan dengan seksama penjelasan singkatku.
"Tidak nyata?, mereka nyata kok. Makhluk mitopogi itu nyata di dunia ku" Atlas mengusap punggung kudanya yang membuatku pun ikut mengelus wajah kuda itu, "dunia mu?"
Anak itu terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu "dunia imajinasiku, semuanya ada di situ" dia tertawa singkat dan kembali mengelus kudanya.
Aku mengerutkan alis, seorang lelaki remaja memiliki imajinasi tentang unicorn dan pegasus seperti anak perempuan kecil?
Bukan manusia biasa.
Aku menggeleng-geleng pelan, dunia imajinasiku bukan tentang dunia fantasi kekanakan seperti dirinya. Dunia luar angkasa dengan para bintang dan planet yang berubah menjadi manusia dan menjadi teman dekatku.
Tapi sama saja, aku dan dia sama-sama sinting.
•
•
•
Azura 🦄
KAMU SEDANG MEMBACA
Universe Sky
Fantasy"Ketika Langit mempertemukan kita di langit fajar dan mengakhirinya pada langit senja" "Aku pecinta Langit biru, dan kamu pecinta Langit malam" hanya di saat matahari terbit dan terbenam kita bisa bertemu bercerita tentang Langit tertawa bersama alu...