Setelah sadar, Arya langsung disodorkan minum oleh Rangga. Masih dengan perasaan shock dan air mata yang menitik, Arya tak menolak itu. Ia meneguk setengahnya air dari gelas yang Rangga pegang.
Lantas ia kembali menangis, mengingat ternyata selama ini seorang papa yang ia rindukan telah tiada bertahun-tahun yang lalu. Arya hanya bisa menangis. Mengumpati dirinya yang sempat membenci dan mencaci papanya yang telah meninggalkannya sewaktu kecil.
Padahal pada kenyataannya papanya itu dijebak dan meninggal dunia dalam sel tahanan. Bukan semata-mata meninggalkan Arya karena tak berharap Arya lahir ke dunia, seperti yang selalu dikatakan Ferdi.
"Seperti yang tertulis di sini, Bu Kinan dan pak Faisal benar dituduh korupsi."
Bi Sumi menutup kembali buku diari Kinan setelah dibacanya. Sebelum melanjutkan, Bi Sumi menyeka air matanya.
"Hukum gak adil saat itu, den. Hukum gak berpihak kepada pak Faisal dan bu Kinan."
Arya menangis sampai punggungnya gemetar. Di pangkuan Rangga, Arya sampai merintih dan suara tangisnya begitu terdengar memilukan.
Orangtua kandung yang selama ini ia rindukan dan ia benci, ternyata merasakan hidup yang begitu menyakitkan.
Tak ayal betapa bencinya sekarang Arya pada diri sendiri. Selalu menyalahkan mereka yang bahkan hidupnya lebih menyedihkan dari yang Arya rasakan. Dan kenyataan bahwa Ferdi dengan Anjani hanya memperalat Arya, jelas membuat Arya makin sakit hati.
Perlakuan selama belasan tahun yang selalu menyiksa Arya bahkan ketika Arya hanya melakukan kesalahan kecil sudah cukup menjelaskan semuanya. Mereka bukan mengangkatnya sebagai anak dengan hati yang tulus. Namun ada niat terselubung disana.
"Bibi harap setelah ini, den Arya bisa nyelesain semuanya. Sesuai pesan dari Bu Kinan, dia pengen banget ketemu kamu, nak."
"Kita cari sama-sama, Ya." Lirih Rangga.
Wildan mengangguk setuju. "Jangan khawatir, Ya. Kita selalu di samping lo."
Arya tak menanggapi. Ia hanya menangis dan merutuki diri sendiri.
......
Gelap dan suasana begitu mencekam. Itu yang Barka rasakan ketika baru saja pulang ke rumah. Tak biasanya, apa mungkin sedang mati lampu? Pikirnya.
Barka mulai melangkah menaiki anak tangga menuju halaman rumah. Merinding sekujur tubuh ia hiraukan demi bertemu dengan kasur yang empuk di kamarnya.
Saat membuka pintu yang tak terkunci itu, Barka sempat terperanjat mendapati Arya yang duduk di dalam kegelapan dengan raut wajah yang begitu menakutkan.
Seraya memegang sebuah buku dan beberapa surat di tangannya. Tak hanya itu, surat-surat lain berceceran di lantai.
"L-lo ngapain di sini? Gak ada kerjaan?" Barka merutuki dirinya karena berbicara terbata-bata.
"Gue gak ada urusan sama lo. Mending lo masuk ke kamar sebelum gue habisin lo di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
BIFURKASI RASA [SEGERA TERBIT]
Novela JuvenilBifurkasi Rasa Tentang rasa yang terbagi dua Tentang luka yang pilu Tentang senyum penyembuh Dan Tentang rasa sesal yang tak akan pernah bisa mengembalikan waktu seperti sedia kala Aku tahu, menyesal tak akan pernah mengubah waktu. Namun biarlah r...