Sehari sebelum ia benar-benar berangkat ke Bandunb untuk mencari Kinan, Arya menyempatkan diri untuk pergi ke kampus. Sudah 5 hari ini ia tidak masuk, Arya harus memberi keterangan kepada dosen.
Dan tujuan selanjutnya adalah Nara. Arya begitu merindukan gadis itu. Pesannya pun tak dibalas sama sekali. Arya pikir bertemu langsung, Nara tak akan menghindar. Merogoh ponsel yang berada di dalam saku celana, Arya melihat jam.
Kini sudah waktunya Nara keluar dari kelas. Lantas tanpa menunggu lama Arya berlari kecil menuju gedung fakultas Bahasa. Berharap ia akan mengobrol panjang dengan Nara dan mendiskusikan kembali perihal putusnya mereka.
Apalagi sekarang sudah tak ada lagi perjodohan yang menjadi penghalang mereka. Arya tak ingin jauh dari Nara terlalu lama.
"NARA!" panggil Arya dengan suara yang tinggi ketika Nara baru saja keluar dari kelasnya dengan pandangan heran kepada Arya. Arya berlari menghampiri Nara.
"Apa kabar?"
"Ngapain kamu di sini?" padahal Nara sendiri begitu senang ketika Arya datang padanya.
"A-aku mau nemuin kamu, Nar."
Nara tampak celingak-celinguk. "Gak sama Siska? Atau nanti dia nyusul?"
"Narr.. aku udah gak sama dia."
"Oh berarti sebelumnya kamu beneran sama dia? Jadi kasusnya kalian selingkuh nih?"
Arya merutuki dirinya sendiri. Kenapa bisa mengatakan hal itu? Padahal perjodohan itu Arya setujui karena terpaksa. Bukan dia yang menginginkannya.
"Aku mau pergi, Ya. Ada urusan."
Arya mencekal tangan Nara. "Aku pengen ngobrol sama kamu."
"Aku gak ada waktu."
"Nar.."
"Arya." Ia menatap Arya yang juga menatapnya.
"Kamu pengen tau semuanya, kan? Kamu selalu nuntut penjelasan dari aku. Sekarang aku mau jelasin semuanya ke kamu."
Dengan kasar Nara menghempas cekalan itu. "Aku udah gak butuh penjelasan itu lagi, Arya. Seharusnya kamu ngejelasin semua sebelum kita putus."
"Nar, tolong."
Mata Nara berkaca-kaca, runtuh sudah pertahanannya. Ia pun merindukan Arya, selalu mencari pemuda itu, namun rasa sakit di hatinya mengubur semua.
"Aku kecewa sama kamu, Arya." Hanya itu, lalu Nara meninggalkan Arya di sana.
Arya menundukkan kepalanya. Entah harus dengan cara apalagi ia membujuk Nara atau sekedar berbicara dengannya.
Semua karena Ferdi, tetapi Arya yang menanggung akibatnya. Di saat seperti ini yang ia butuhkan adalah dukungan dari Nara.
Sebelum akhirnya Arya benar-benar menjelajahi tempat untuk menemukan sang ibunda tercinta.
Berat bagi Arya terus-terusan merasakan pedih seperti ini. Rasanya untuk melangkah pun Arya seperti melayang tak menapaki tanah. Ia seperti mayat hidup dengan pandangan kosong, mengharapkan sesuatu yang kini sudah bukan miliknya lagi.
Terkadang Arya membenci Tuhan yang memberikannya hidup menyakitkan yang bertubi-tubi. Tak pernah berhenti, hanya sekedar menjeda lalu lanjut lagi. Namun bagaimana pun Arya harus mensyukuri hidup yang diberikan olehNya.
Arya tak ingin menyerah, ia mengejar Nara yang terus berjalan cepat di depannya. Berharap gadis itu berhenti, berbalik lalu memeluknya erat.
Melantunkan rindu dan mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja. Akan tetapi pada kenyataannya, Nara terus berjalan menghindar meski tahu Arya ada di belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIFURKASI RASA [SEGERA TERBIT]
Teen FictionBifurkasi Rasa Tentang rasa yang terbagi dua Tentang luka yang pilu Tentang senyum penyembuh Dan Tentang rasa sesal yang tak akan pernah bisa mengembalikan waktu seperti sedia kala Aku tahu, menyesal tak akan pernah mengubah waktu. Namun biarlah r...