Hari demi hari telah berlalu, sudah berbagai tempat Arya singgahi berbekal sebuah foto. Entah sudah berapa banyak orang yang Arya tanyai mengenai ibunya.
Meski tak kunjung menemukan, Arya tidak menyerah begitu saja. Ia akan terus mencari sang ibunda karena ia tahu Kinan masih hidup dan berada di sekitarnya.
Di tempat lain, Nara makin terlihat murung. Arsen yang selalu menghibur pun tak membuat Nara benar-benar terhibur. Gadis itu banyak melamun tanpa memberi respon kepada Arsen seperti biasa.
Awalnya Arsen bahagia ketika Nara terang-terangan memilihnya, ia kira Nara telah menerimanya untuk menggantikan posisi Arya. Tetapi setelah dipikir-pikir ia salah besar.
Meskipun dengan lantang Nara memilihnya di hadapan Arya, tetapi sorot matanya menunjukkan bahwa masih ada Arya di sana. Nara masih mencintai Arya.
Di saat seperti ini Arsen tak bisa apa-apa selain menunggu. Terus berusaha membuat Nara tersenyum dan melupakan rasa sakitnya dan memulai lembaran baru dengannya.
Arsen tahu ini terlalu cepat. Tetapi Arsen yakin, semakin Nara sering bersamanya, maka akan tumbuh perasaan. Jatuh cinta perlu waktu dan keyakinan.
Jadi, Arsen akan tetap menunggu dan menunggu sampai tiba waktu dimana Nara benar-benar memilihnya.
"Nara.."
Memandangi senja di pelupuk sana, semilir angin berhembus menyisir rambut Nara. Gadis itu bergumam tanpa sedikitpun untuk menoleh ketika Arsen memanggil namanya.
"Aku tau, aku bukan Arya yang bisa membuat kamu jatuh cinta sedalam itu ke dia. Tapi aku adalah Arsen yang janji bakal selalu ada buat kamu kapanpun dan sayang sama kamu."
Arsen menyentuh punggung tangan Nara, menatap gadis itu dalam.
Nara menundukkan kepalanya. Bingung dengan isi hatinya sendiri.
Mungkin Nara memang memutuskan memilih Arsen, tapi hatinya masih gamang.
"Nar.." panggil Arsen saat tak ada respon sama sekali dari Nara.
Untuk sesaat Arsen menghela napas, mencoba memahami Nara yang masih terjebak dalam luka yang ia rasa. Arsen tak mau terburu-buru. Biarlah semuanya berjalan sesuai waktu.
"Aku nunggu, Nar."
Sekarang Nara merespon, namun ia tak bicara. Hanya sebuah senyum sampai matanya berbentuk bulan sabit.
Lantas Arsen menyelipkan rambut Nara yang berterbangan tertiup angin. Sekali lagi menatap wajah cantik Nara yang menjadi candunya setiap waktu.
......
Nara berjalan seorang diri dengan senyum sumringah. Ia baru saja menyerahkan tugas yang selama satu minggu ini membuat Nara begitu penat ke ruang dosen.
Kini ia bisa bersantai dulu sebelum disuguhkan dengan tugas-tugas lain. Saat hendak berbelok ke arah taman belakang kampus–menemui Vina dan Agis yang sedang menunggunya, seseorang menarik rambutnya dengan kasar.
Mulutnya didekap sehingga Nara tak bisa berteriak bebas. Nara meronta hebat, namun tenaganya tak sebanding dengan beberapa orang yang menarik paksa Nara menuju gudang penyimpanan barang.
Lalu ia dihempaskan begitu saja menabrak tembok sampai Nara merasa kepalanya sangat sakit dan pusing. Dengan pandangan kabur Nara mencoba melihat siapa saja mereka yang memperlakukan Nara seperti ini.
"Hai, cantik!"
Siska tersenyum miring, tetapi ia belum puas dengan yang dilakukan teman setongkrongannya–Teguh dan satu laki-laki yang membantunya merundung Nara. Sementara Siska membawa ikut serta Luna dan Rania.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIFURKASI RASA [SEGERA TERBIT]
Ficção AdolescenteBifurkasi Rasa Tentang rasa yang terbagi dua Tentang luka yang pilu Tentang senyum penyembuh Dan Tentang rasa sesal yang tak akan pernah bisa mengembalikan waktu seperti sedia kala Aku tahu, menyesal tak akan pernah mengubah waktu. Namun biarlah r...