01. You Are Mine

660 125 14
                                    

Haloo, aku ucapkan selamat datang di cerita terbaru aku! Aku harap kalian menyukainya! Setelah baca jangan lupa tinggalin vote dan komennya ya! Karena dengan kalian ngasih vote dan komen di cerita aku, aku ngerasa kayak diapresiasi dan dihargai banget. So, aku harap kalian terus mendukung aku dengan cara ngasih komen positif❤️

***

"Gimana hari ini sayang? Moodnya baik atau buruk? Ada yang ngeselin gak hari ini? Baterai sosialnya tinggal berapa?" cerocos Jendra sambil terkikik pelan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gimana hari ini sayang? Moodnya baik atau buruk? Ada yang ngeselin gak hari ini? Baterai sosialnya tinggal berapa?" cerocos Jendra sambil terkikik pelan. Ia membantu saat gadis kesayangannya hendak memakai cardigan rajut.

"Pertanyaannya banyak banget. Itu pertanyaan apa rumusan undang-undang?" balas Naya tertawa geli.

Jendra tertawa renyah, ia mengacak puncak kepala Naya dengan gemas. "Abisnya aku liat-liat kamu masih semangat banget. Padahal biasanya kalau udah jam segini kamu loyo."

Naya cemberut, menatap Jendra sedikit jengkel. Ia ingin protes, tetapi ia sadar, apa yang Jendra katakan memang benar. Dirinya yang akan kehabisan baterai sosial jika bertemu orang banyak. Belum lagi moodnya yang cepat berubah.

"Emang aku apaan loyo," ketus Naya.

Jendra menyengir lebar memamerkan deretan giginya yang rapi.

"Kita mau langsung pulang atau mau mampir dulu?"

"Enaknya gimana?" Naya bertanya balik.

"Mampir dulu gak sih? Kita nongki-nongki santai gitu sayang," balas Jendra seraya memainkan alisnya menggoda.

Naya mendengus sambil memutar bola matanya. "Pulang aja deh, aku udah capek soalnya. Lagian sebentar lagi kak Dewa bakal pulang."

"Tau dari mana kalau kak Dewa pulang siang ini?" tanya Jendra mengernyit.

"Kak Dewa tadi WhatsApp aku, katanya dia mau pulang cepat."

"Tumben banget, biasanya malah gak pulang," sahut Jendra tertawa kecil.

"Sembarangan! Emang kak Dewa bang Toyib apa yang gak pernah pulang," dengus Naya berdecak.

Tawa Jendra semakin nyaring. Ia mencolek hidung Naya geram. "Gak gitu maksudnya sayang. Ihh ... lucu banget sih pacar aku," ujar Jendra menguyel-uyel pipi Naya.

"Jendra! Sakit tau!" seru Naya galak. Ia menepis tangan Jendra yang mencubit pipinya.

"Sini, sini biar gak sakit harus dicium sama pangeran Jendra dulu," canda Jendra enteng. Naya melotot, ia memukul lengan Jendra kesal. Bisa-bisanya laki-laki itu berbicara frontal tanpa memelankan suaranya. Kalau ada yang dengar bagaimana?

"Ngeselin banget sih!!" Jendra hanya tertawa-tawa puas melihat ekspresi wajah penuh kekesalan dari gadis di depannya.

"Na, lihat deh," ucap Naya sambil menunjukkan sebuah burung kertas berukuran kecil pada Jendra. "Lucu, ya."

Burung Kertas untuk NayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang