Sebuah motor sport hitam dengan campuran warna merah terlihat memasuki sebuah pekarangan rumah tiga lantai yang berada di komplek blok B. Si pengendara memarkirkan kuda besinya di garasi di mana terdapat sebuah mobil Civic putih dan vespa warna biru milik para penghuni rumah.
Naya turun dari atas boncengan motor Jendra, ia lalu melepas helmnya dan memberikannya pada Jendra.
"Kak Gara gak ngampus?" Jendra bertanya sambil memasukkan kunci motor ke dalam kantong celananya.
"Gak tau, tapi mobilnya ada di rumah," jawab Naya sambil mengedikkan dagunya ke arah mobil putih milik sang kakak.
Mereka berdua melepas sepatunya sebelum melangkah memasuki rumah. Jendra juga melepas jaketnya dan menaruhnya di pundak.
"Duduk dulu Na, aku mau ke atas dulu ganti baju," kata Naya dan langsung diangguki oleh Jendra. Naya kemudian berjalan menuju kamarnya sedangkan Jendra sudah duduk bersantai di sofa ruang tengah. Jendra sudah seringkali berkunjung ke rumah Naya itulah mengapa ia tidak merasa canggung sedikitpun.
Selagi menunggu kekasihnya yang berganti pakaian, Jendra membuka handphonenya dan memainkan game yang akhir-akhir ini sering ia mainkan bersama geng janur.
Jendra terlihat sangat fokus dengan game yang sedang dia mainkan. Sesekali umpatan kasar keluar dari mulutnya. Namun tiba-tiba ia terperanjat kaget ketika seseorang memukul kepalanya lumayan kuat.
"Akh!" pekik Jendra seraya mendongak dan bangkit posisinya yang rebahan. Giginya yang rapi terlihat begitu jelas ketika ia tersenyum kuda.
Jendra menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal sama sekali. Si pelaku yang tidak lain adalah Sagara mendengus melihat tingkah konyol pacar dari adiknya itu. Bagaimana bisa adiknya yang sangat cantik jelita bisa terpincut dengan modelan laki-laki kardus seperti Najendra? Sagara tidak habis pikir. Apa menariknya dari Jendra?
"Mulut lo minta dirobek hah?!" gertak Gara melotot galak.
Jendra hanya cengengesan tidak jelas. Ia menghentikan aktivitasnya lalu menyimpan kembali ponselnya.
"Gak ngampus, Kak?" tanya Jendra basa-basi.
"Kalau gue ngampus gak mungkin sekarang gue ada di depan lo Bocah!" desis Gara tajam. Sagara Kalingga, mahasiswa akhir fakultas hukum yang sedang dikejar-kejar deadline tugas dan skripsi.
Jendra semakin kikuk. Iya juga ya? Kenapa gue bego banget. Jendra menertawakan kebodohannya sendiri.
"Ngapain lo di sini?"
"Main," jawab Jendra seadanya.
Gara memutar bola matanya jengah. Ia bosan melihat Jendra yang tak pernah absen mengunjungi adiknya.
"Gue kangen sama lo, Kak," celetuk Jendra dengan cengiran andalannya. Gara kontan bergidik mendengarnya. "Najis!" decak Gara merinding.
Perhatian keduanya lantas teralihkan ketika suara langkah kaki memasuki ruang tengah. Orang itu berhenti di dekat tangga menatap Gara dan Jendra yang sedang duduk di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Burung Kertas untuk Naya
Teen FictionKatanya, kalau kita berhasil membuat 1000 burung kertas, satu keinginan kita akan terwujud. Namun, apakah itu juga berlaku untuk Jendra? Jendra ingin membuat satu permohonan kepada Tuhan. Jendra ingin Tuhan memberinya kesempatan kedua untuk membahag...