6. The Missed Call

1.7K 218 14
                                    

〔༻ 🌠 ༺〕

Dua minggu berlalu, selama itu pula Nila jarang bertemu Arel di apartemen. Suaminya itu sedang disibukkan oleh pekerjaan yang akhir-akhir ini lebih banyak dari biasanya.

Saat pagi mereka tidak sempat bertemu karena Nila berangkat ke kantor lebih dulu. Nila hanya sempat membuatkannya sarapan dan kadang meninggalkan selembar sticky notes bertuliskan kata semangat menjalani hari atau semacamnya. Saat malam Arel pulang larut sedangkan Nila sudah tertidur. Begitu terus siklus tiap harinya.

Sore ini Nila terduduk menyandar di sofa sembari memainkan ponsel. Bunyi bel tiba-tiba menyita perhatiannya. Nila lekas bangun dan berlari kecil ke pintu utama.

Ketika melihat monitor kamera bel, senyum mengembangnya sirna. Tadinya ia kira yang berada di depan itu Arel tapi ternyata bukan. Lagi pula bisa-bisanya tadi Nila tidak terpikirkan kalau orang itu memang Arel harusnya ia tidak perlu menekan bel untuk masuk sebab dia tahu pin pintunya. Efek jarang melihat pria itu selama hampir dua minggu membuatnya agak kurang fokus.

Baiklah, katakan saja Nila merindukan Arel. Nila sendiri tidak dapat menampiknya sebab kenyataannya memang begitu.

Kembali lagi ke seseorang yang membunyikan bel, dia adalah Ajie, adik Arel satu-satunya, juga adik iparnya. Nila sempat memikirkan ada urusan apa Ajie kemari bahkan masih dengan seragam sekolah?

"Ajie?"

"Kak Nila!"

"Ayo masuk, Jie."

Ajie tidak juga beranjak dari tempatnya. Matanya malah menelisik ruangan dalam apartemen dengan was-was. Dia lalu berbisik, "Ada Kak Arel gak?"

"Nggak ada, dia belum pulang."

"Gak ada? Yes!" Ajie mengepalkan tangan kanannya dan berseru senang kemudian menyelonong masuk ke unit apartemen.

Nila yang keheranan melihat tingkah adik iparnya itu mengerutkan kening. Dia menyusul Ajie yang kini sudah terduduk nyaman di sofa ruang keluarga.

"Kalau ada Arel emang kenapa, Jie?"

"Kalau ada Kak Arel aku pasti gak dibolehin masuk dan bakal langsung diusir. Kakak juga tau kan, Kak Arel tuh galak?"

Nila terkekeh mendengarnya. "Iya sih, bener, tapi masa mau masuk aja gak dibolehin?"

"Soalnya aku bukan cuma mau mampir, Kak," jelas Ajie ragu-ragu.

"Terus mau ngapain lagi?"

"Ngungsi."

"Ngungsi?"

"Maksudnya ... mau nginep di sini. Boleh gak, Kak?" tanya Ajie lalu mengangkat dua jarinya. "Dua malem aja."

"Ooh, maksud kamu nginep?" Nila baru paham maksud Ajie. "Boleh dong! Anggep aja kayak rumah sendiri, Jie."

"Asik, makasih, Kak! Kak Nila emang Kakak gue yang terbaik!" seru Ajie hingga Nila tertawa dibuatnya.

Untuk menghilangkan rasa bosan, Nila dan Ajie memutuskan untuk menonton film bersama. Nila sedang memegang remote, fokus mencari film yang menarik untuk ditonton.

"Kamu suka film genre apa, Jie? Horor? Thriller? Action?"

Ajie yang baru kembali dari dapur dengan kedua tangan yang dipenuhi snack sontak menggeleng. Anak itu benar-benar menganggap apartemen kakaknya seperti rumah sendiri. "Aku lebih suka film animasi sih, kayak film-film disney gitu."

"Oh ya?" Nila terkesiap sesaat. Sepertinya adik iparnya itu agak berbeda dari cowok remaja lain. "Film disney yang paling kamu suka apa?"

"Frozen, hehe," jawab Ajie agak malu-malu.

520 | aedreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang