Arc 1 : Redemption : Prolog

6 0 0
                                    

"Kyaaaa!!!"

Suara jeritan, pedang yang beradu dan aroma darah menguar begitu saja dari salah satu mansion sihir. Kota Atrium tidak lagi aman ditempati oleh keluarga vampir karena adanya dekrit perburuan yang dilakukan oleh para senat dan gereja.

Wanita bersurai platina menengok ke arah belakang, melihat suaminya tengah beradu pedang dengan seorang pria bersurai blonde panjang yang di kepang. Simbol sayap dan salib tampak jelas di dadanya.

Wanita itu semakin panik.

Keluarga itu adalah keluarga terakhir yang menjadi sasaran perburuan. Sang ayah tengah mengulur waktu sementara ibunya memeluk sang bayi di tangan dengan erat, membawanya berlari sejauh mungkin.

Suara langkah kaki yang dipacu secepat mungkin oleh seorang wanita. Ditangannya tampak seorang bayi dengan mata merah keemasan yang menatapnya dengan polos.

"Mama... Kenapa kita pergi?" Anak bersurai perak itu hanya bertanya dengan tatapan datar yang bingung.

"Karena di rumah banyak monster mengerikan, jadi kita harus lari supaya selamat..." Jelas sang bunda sembari menahan tangisannya.

Ia sudah tahu bahwa sang suami mungkin saja sudah tewas saat ini. Ia menggigit bibirnya.

"Nak, ingatlah pesan mama. Jangan pernah biarkan ada satu orangpun yang meminum darahmu, jangan biarkan dirimu lengah atas apa yang terjadi. Dan... Jangan pernah berbuat buruk." Tiba-tiba saja, ucapan yang mirip seperti petuah di berikan pada anak kecil yang tidak tahu apapun. Ia hanya mengangguk sebelum memeluk ibunya sendiri.

Tenaga yang kian menipis membuat wanita itu memilih untuk menghentikan langkahnya di tengah hutan. Mencari sebuah lubang di antara pohon besar sebagai tempat bersembunyi.

Anak itu hanya bisa menatap kebingungan.

"Mama... Lelah?"

Wanita itu menggeleng, "Tidak. Mama baik-baik saja..."

Iris bulat merah keemasan hanya bisa menatap netra yang sama milik bundanya dengan khawatir. Kenapa banyak sekali orang jahat yang mengincarnya? Padahal, keluarga mereka selalu baik pada siapapun, menolong siapapun.

Tapi, kenapa ini semua terjadi.

"Mama, kenapa orang-orang jahat itu menjahati kita? Apa kita berbuat salah?"

Wanita itu bersandar pada kepala sang anak yang masih berusia empat tahun. Gaunnya tampak kotor dan lusuh namun ia tetap berusaha memeluk sang anak yang nampak khawatir.

"Kita tidak salah, mungkin mereka hanya takut kalau kita menyakiti mereka, jadi kamu juga jangan sampai membenci mereka meski mereka seperti ini..."

Anak itu hanya menatap tidak mengerti. Namun, ia memang sudah di ajari untuk selalu mendengarkan apa kata orang tua dengan patuh.

Dia mengangguk.

"Mama juga menekankan padamu, jika kamu ingin memberikan darahmu pada seseorang, maka, buatlah dia bersumpah atas jiwanya. Karena darah kita bukanlah darah yang sama seperti para senat itu, sayang."

"Kenapa?"

"Karena mereka yang meminumnya akan membuat mereka menjadi sangat kuat. Jadi, kamu harus sangat berhati-hati dan mengikat leher orang yang meminum darahmu, kau mengerti kan?"

"Aku tidak mengerti tapi akan aku coba pahami, mama."

"Mikhail memang anak yang pintar. Mama sayang pada Mikha..."

Mikhail tersenyum, pipi gembulnya mengembang seiring dengan senyuman manis di bibirnya.

"Mikhail juga sayang mama..."

Keduanya saling berpelukan, sementara mata Mikhail semakin lama semakin terpejam karena kantuk yang tiba-tiba menghampiri.

Sang bunda menggunakan sisa sihirnya untuk melakukan perubahan fisik dan ingatan pada anaknya, berharap sang anak akan mendapatkan kehidupan yang layak saat ia meninggalkannya.

Surai perak nyaris putih itu berubah warna menjadi cokelat, iris merah keemasan yang menjadi ciri khas keluarga vampir darah murni perlahan berubah menjadi warna ungu.

Ingatan tentang apa yang terjadi malam itu seolah tidak pernah ada, dan Mikhail ditinggalkan begitu saja oleh sang bunda di dalam rongga pohon yang hangat.

*****

Chirp... Chirp...

Iris sewarna violet perlahan terbuka, sosok pria bersurai blonde menggenggam tangan anak berusia empat tahun itu dengan erat dengan wajah yang lega. Mikhail bisa melihat sosok pria dengan wajah cantik bak matahari duduk disampingnya.

"Siapa...?" Suara anak itu parau khas orang yang baru bangun tidur.

Pria itu langsung memberinya chek up singkat sebelum tersenyum lega.

"Aku Kronus Union... Aku menemukanmu dalam kondisi pingsan didalam pohon Banyan. Siapa namamu, nak?"

"Mikhail..."

"Kau tahu dimana rumahmu?"

Rumah? Mikhail tampak terdiam sejenak sebelum menggeleng. Ia tidak ingat dimana rumahnya, hal yang benar-benar dia ingat adalah nama dan umurnya, selain itu Mikhail tidak ingat apapun lagi.

"Keluargamu?"

Lagi, kepala bersurai cokelat itu menggeleng. Kronus menghela napas, Mikhail bisa mendengar pria itu berguman seperti mengatakan.

'Amnesia? Apa karena penyerangan di kediaman vampir bangsawan kemarin? Anak ini berarti korban... Karena yang kuingat, mereka selalu membawa orang dari kawasan bawah.'

Mikhail entah kenapa bisa mendengar ucapan kelewat pelan dari Kronus. Namun, Mikhail hanya bisa memiringkan kepalanya tidak mengerti.

Ia mendengar Kronus menghela napas panjang.

Lagipula ini semua salahnya karena ia tidak memikirkan apa yang akan terjadi pada manusia yang tinggal bersama keluarga vampir bangsawan itu. Terlebih, Kronus menatap Mikhail yang memang sedang kebingungan.

"Bagaimana kalau aku mengadopsi mu?"

Mengadopsi adalah kata asing yang tidak di mengerti Mikhail. Namun, ia hanya mengangguk.

****

Notae Scriptae per Mikhail Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang