"Dhary, besok-besok jangan lupa ambil dokumentasi tiap kalian ngerjain project-nya ya."
Ucapan Bu Salwa sanggup membuat alis Dhary naik sebelah. Cepat-cepat dia turunkan sebelum dicap tidak sopan oleh guru pembimbing sendiri. Amit-amit deh dipersulit ini itunya, hehe.
Tapi beneran deh, tiba-tiba banget?
Tahu benar wajah muridnya satu itu keheranan, Bu Salwa tersenyum. "Buat jaga-jaga aja, Ry. Soalnya pengalaman tahun lalu disuruh buat recap project dadakan. Disuruh posting di media sosial. Mana waktu itu dikasih tahunya pas projectnya udah selesai, jadi dokumennya pada sedikit2 semua."
"Saya upload filenya aja gimana, Bu?" cengir Dhary. "Mayan tuh kalau ada yang liat, walaupun cuma di website aja sih sebenernya."
"Boleh tuh, jangan lupa foto-foto kalian pas ngerjain juga."
"Lah yang itu buat apaan, Bu?"
"Buat Ibu upload dong. Masak kedapetan anak rajin kayak kalian berdua nggak dipamerin?"
Cuma haha-hihi yang keluar dari mulut Dhary. Bu Salwa nih boleh aja kelihatan sangat disiplin timeline waktu, tapi sebenernya doi sangat eksis. Masih pagi aja WhatsApp story-nya udah muncul foto bapak ibu guru pake baju krem khas guru negeri sambil makan bubur ayam di warung depan sekolah. Apalagi waktu acara qurban tahun lalu, story WA-nya sampai mirip kode morse.
Sebenarnya permintaan Bu Salwa tidak sulit. Iya, tidak sulit kalau Dhary sama Jihan masih baik-baik aja.
Pagi hari tadi Dhary mengirimkan pesan, meminta mereka membuat jadwal untuk bertemu dan mulai mengekstraksi alga. Hal itu ia lakukan dengan asumsi Jihan sudah sembuh setelah dua hari tidak masuk. Sebenarnya bisa-bisa saja Dhary melakukannya sendiri, tetapi dengan tabiat Jihan yang tidak mau jadi peran bengong dalam kerja kelompok, Dhary memilih untuk mengabarinya.
Di luar prediksinya, Jihan langsung menjawab dengan cepat seolah ia ada di ruang percakapan dalam menit yang sama. Tapi jawabannya bikin deg-degan.
Boleh, nanti istirahat siang kita bicarain ya
Ada yang mau gue omongin juga soalnyaIngat sekali Dhary sewaktu ia refleks berdiri sampai kursinya jatuh ke belakang. Bikin kaget satu kelas yang lagi hening karena pagi-pagi gitu siapa coba yang nyawanya udah kekumpul? Cuma Dhary yang bisa melek 200%.
Dhary mengakhiri sesi 'mengumpulkan tugas'-nya itu dengan balik kanan keluar ruang guru. Tapi di belokan, dia malah bertemu mata dengan gadis yang ingin ditemuinya. Jihan kelihatan kaget, tapi lebih kaget Dhary. Berasa lihat makhluk hidup untuk yang pertama kalinya.
Jihan mengakhiri kecanggungan itu sambil tersenyum tipis. "Gue ngumpulin tugas dulu, ya. Nanti gue ke kelas lo."
"Oh...disini aja. Gue tunggu."
"Hahahaha emang lo tahu gue mau ngapain?"
"Katanya lo mau ngomong?"
Lagi-lagi Jihan tersenyum. Matanya menyiratkan sesuatu yang tidak bisa Dhary baca. "Yaudah, tunggu gue ya. Nggak lama."
Tidak sampai lima menit, Jihan sudah keluar dan kini mereka duduk di bangku besi dekat ruang guru. Satu hal yang Dhary perhatikan. Jihan tak sebahagia dulu, senyumnya tidak lepas, dan matanya masih terlihat sedih. Mungkin efeknya habis sakit juga, Dhary tidak tahu. Tapi satu hal yang pasti, gadis itu masih memaksakan senyumnya. Namun, itu saja lebih baik daripada tidak sama sekali.
"Thanks, ya, Ry. Waktu itu lo udah nemenin gue nangis. Bahkan sampai beliin paracetamol juga, kayak lo tahu gue bakalan sakit. Maaf juga gue tiba-tiba ngejauhin lo sebelum itu. Nggak ada kabar nggak gimana-gimana, padahal kemarinnya kita masih baik-baik aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Final Project
FanfictionLika-liku projek, studi pustaka, dan playlist belajar galau. Si keras kepala dan si paling sensitif sedang berusaha meraih title "Projek Terbaik" sekaligus belajar gimana caranya dua orang asing harus bertukar pikiran.