36. Sesuatu yang Hilang

776 68 17
                                    

"Tunggu, Allan, mau ke mana kamu membawaku? Pestanya baru saja dimulai!" protes Helia.

Meski begitu, Helia yang kalah dalam segi kekuatan dengan Allan, tak bisa melepaskan diri dari cengkeraman Allan. Tubuh Helia yang ringan setengah diseret oleh Allan dengan langkah yang terburu-buru; terkesan tak sabaran, seolah-olah ingin segera lari menuju tempat yang hanya bisa diraih keduanya.

Ketika Helia berusaha untuk mengatakan kalimat protesannya, Allan tak mendengarkan, hanya fokus dengan pandangan ke depan, sorotnya pun dingin dan tajam, membuat Helia tanpa sadar bergetar samar.

Allan yang tak lagi lembut, membuat Helia sedikit takut.

Allan menarik Helia keluar dari ruang pesta, menuju lorong raksasa di mana kisi-kisi jendela ditelusupi oleh peraknya cahaya purnama. Suara langkah keduanya mulai bergema setelah mereka menjauhi hiruk-pikuk pesta.

Meski lorong sudah separuh sunyi, Allan masih tak berhenti. Dia membawa Helia keluar dari Istana Juliet, hingga kesiur angin malam menerpa tubuh Helia yang tak tertutup oleh kain dalam gaunnya.

Saat ini, ada beberapa perbedaan di mana cengkeraman Allan begitu berbanding terbalik dengan milik Casterius. Kala Allan menggenggamnya, itu erat dan hangat, tetapi juga posesif. Seolah-olah apabila tautan keduanya lepas, maka Helia akan ikut lepas. Sebaliknya, Casterius mengenggamnya dengan hangat, tetapi tak memaksa, begitu lembut seakan takut Helia hancur karena terlalu erat tautan mereka.

Bahkan kala Allan menghentikan langkahnya di pekarangan Istana Juliet, lalu menghadap Helia dengan tatapan dingin, Helia mulai merasa terintimidasi. Apakah tatapan dari sebuah bentuk cinta akan terasa seperti ini? Lantas, mengapa Helia tak merasakan detak nadinya bertalu-talu karena antusias, tetapi karena takut?

Perlahan, Helia mengangkat kepalanya. Berusaha mencari kehangatan yang semoga saja masih tersisih dari bola mata biru yang menyorot dingin. Mungkin apabila Helia mencari lebih dalam lagi, dia bisa menemukan kehangatan dalam cinta Allan.

"Kamu mencari Casterius di ruang pesta, bukan?" tanya Allan, dingin sekali, seakan-akan dia bicara pada seorang musuh, bukan pada yang terkasih.

Helia menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak, Allan, kamu salah. Aku tidak mencari Caste. Sudah kukatakan, aku mencari Kak Demian."

Jeda. Namun, di dalam sebuah jeda tersebut, udara seolah tengah mencekik Helia setiap kali napasnya ditarik. Itu begitu menyesakkan, menakutkan, dan mengintimidasi. Sebab, sebuah cinta tak akan mungkin diungkapkan dalam bentuk yang membuat Helia merasa takut. Itu berbeda dengan rasa cinta yang Helia kenali.

Helia merasakan jemari Allan mengelus pipinya, lalu turun untuk mencengkeram dagunya. Cengkeraman itu tak terlalu kasar, tetapi Helia bisa merasakan betapa kerasnya Allan menekan rahangnya.

"Helia, aku tidak peduli." Allan mendekatkan wajahnya pada Helia, lantas menyipitkan mata. "Saat kamu bersamaku, atensimu hanya boleh tertuju padaku. Lupakan Casterius dan Demian, atau siapa pun mereka. Saat aku ada di hadapanmu, kamu hanya boleh memandangku, kamu tidak boleh beralih pada apa pun dan pada siapa pun, Helia."

Saat Allan mendekatkan bibirnya pada telinga Helia, Helia bergetar kala deru napas Allan menelisik lehernya. Allan lantas mulai berbisik, nadanya sedikit pecah, tetapi pula tajam, "Helia, kamu tahu aku mencintaimu, bukan? Maka dari itu, aku tidak suka kamu mengalihkan pandanganmu selain padaku. Lihat saja aku, Helia. Lihat, tatap, perhatikan."

Helia perlahan menolehkan kepalanya ke samping, untuk menemukan sepasang manik safir yang seharusnya menyimpan rasa kasih yang lembut, telah berubah menjadi rasa kasih yang kasar. Melihat sorot yang seakan berniat untuk menjerat Helia dalam sebuah sangkar, membuat tubuh Helia mengeluarkan keringat dingin.

END | Ignore Me, Your Majesty! [S2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang