1. TOS

3 0 0
                                    

Ulangan harian ataupun ujian sekolah adalah hal yang disukai oleh anak-anak pintar. Benarkah begitu? Menghabiskan waktu dengan belajar, mengerjakan soal, berkutat dengan alat tulis dan menatap serius lembaran pertanyaan yang sangat menguras pikiran itu merupakan hal yang dinantikan oleh orang jenius.

Namun, hal itu tidak berlaku untuk Deynara Latusha atau yang kerap disapa Dena. Siswi kelas 12 jurusan IPA itu sangat membenci ulangan harian terlebih pada mata pelajaran matematika dan hitung-hitungan lainnya. Ia harus menerima takdir selama tiga tahun bertahan di jurusan yang tidak ia inginkan. Entah pikiran apa yang terbesit saat interview pemilihan jurusan dulu hingga ia memilih IPA sebagai jurusan prioritas. Lucu sekali.

KRINGGG! Bel pulang sekolah telah berkumandang.

"Ayo, ayo, ayoo! Taruh alat tulis kalian di meja dan angkat tangan! Tidak ada yang memegang alat tulis!" seru Bu Rini lantang membuat panik seisi kelas.

Semua siswa masih gaduh, ada yang menoleh ke belakang, melihat jawaban teman sampingnya, dan tak sedikit yang berbisik-bisik.

"Ibu bilang angkat tangan malah masih ada yang megang pulpen. Kumpulkan lembarannya sekarang! Ibu hitung mundur dari 10 kalau tidak segera, ibu tidak akan menerima lembaran kalian. 1...2...," ucap Bu Rini mulai berhitung mundur.

Seluruh siswa tergesa-gesa hingga bertabrakan satu sama lain. Bu Rini juga sambil melangkah pelan menuju ke pintu. Selepas semua lembaran terkumpul, Bu Rini langsung keluar kelas dengan tersenyum puas dan melambai tangan kepada seisi kelas. Guru matematika paling killer satu sekolah itu tak jarang membuat kesal muridnya sebab kerap kali membuat soal ulangan diluar nalar. Tapi untungnya, beliau tidak pelit nilai dan selalu menaikkan nilai muridnya setiap semester.

Selama diajar oleh Bu Rini, nilai matematika Dena selalu naik walaupun ulangan harian sering dapat nilai dibawah 70. Tidak masalah baginya, selagi itu bukan mata pelajaran favoritnya.

Dena berjalan santai tanpa beban ke bangkunya. Setelah membereskan perlengkapannya, ia menoleh ke rekan bangkunya untuk mengajak pulang. Namun, keningnya mengernyit melihat Citra, sahabatnya yang berwajah muram.

"Kenapa lo?" tanya Dena. Citra terdiam sejenak sambil melirik Dena lalu menghela nafas.

"Gue takut ulangan gue dapet jelek. Gimana, Den? Barusan gue inget kalo typo hasil hitungannya dan gak gue ganti karena buru-buru," jawab Citra dengan nada lirih.

Citra memang sangat resah dan panik dengan nilai akademik khususnya matematika. Ia takut akan dimarahi oleh orang tuanya jika sampai nilainya turun. Ia pun juga berencana ingin mengambil program studi lanjutan matematika. Jadi, mau bagaimanapun nilainya harus dituntut sempurna.

"Yailah gara-gara itu doang? Udah lah, ulangannya tuh udah selesai. Kerjakan, kumpulkan, lupakan, beres!" jawab Dena dengan santainya.

"Ada apa gais?" sahut Luna dari bangku belakang setelah sibuk touch up.

"Biasalah, panik dia," jawab Dena sedikit malas dan mengalihkan pandangannya ke ponsel miliknya.

"Aduh, sudah Cit, gak usah melulu dipikir. Kan masih ada remidi. Tapi gue percaya sih sama lo ga bakal ikut remidi," ucap Luna yang berusaha menenangkan Citra. Begitu pula dengan Maira yang juga berdiri di samping Citra tapi seperti kebingungan sambil mengangkat telepon.

"Tapi gue gak mau remidi, Lun. Nanti kalau tambah jelek gimana?" jawab Citra dengan raut muka yang tetap saja memelas.

Citra itu pribadi yang sering pesimis akan suatu hal yang sudah dilakukan atau akan dilakukan. Seperti hopeless dan mengira kalau apa yang dilakukannya akan selalu gagal. Padahal sifat seperti itu justru akan merusak mentalnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 28, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NAKARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang