Semua orang menampilkan muka khawatir. Tidak henti bibir mereka merapal doa untuk kesembuhan Asya. Keadaan Asya sudah sangat buruk. Dokter bilang bukan hanya jantungnya yang bermasalah, namun kini organ lainnya sudah tidak berfungsi maksimal lagi.
Indri yang baru saja dari ruangan dokter, menggelengkan kepala lemah pada Andra yang tengah menunggu di depan ruang VIP.
Dari jendela mereka memperhatikan tubuh Asya yang tengah di pasangkan alat-alat medis untuk menunjang kehidupannya.
"Sus, apa boleh saya liat putri saya?" Indri segera berlari begitu pintu terbuka.
"Boleh, tetapi hanya diperbolehkn satu orang saja,"
Andra mengangguk mempersilahkan Indri terlebih dahulu.
Namun, tidak sampai lima menit Indri berlari keluar dengan menyerukan dokter Aiman membuat Andra kaget dan khawatir bercampur aduk.
"Dok, jantung anak sayaa, tolong, dia berhentiii,"
Perkataan Indri sontak membuat Andra mematung. Kakinya sudah tidak melangkah mengikuti Indri. Dia sangat yakin kalau telinganya salah dengar. Asya tidak akan semudah itu menyerah. Dia sudah janji untuk berjuang lalu sembuh. Perempuan hebat seperti Asya pasti menepati janji kan?
Mata Andra menatap kosong ke arah dokter dan suster yang berlarian menuju kamar rawat Asya. Lalu matanya beralih kepada Indri yang tengah meraung di kursi tunggu. Andra tidak mengeluarkan sepatah katapun selain mengusap punggung wanita paruh baya itu.
"Andra ... Asya kayaknya dia sudah lelah," lirih Indri di sela tangisnya.
"Nggak. Tante gak boleh bicara kayak gitu. Asya kuat. Dia pasti sembuh." Dengan suara bergetar Andra mencoba meyakinkan Indri. Tidak bisa dipungkiri jauh dari lubuk hatinya, ada keraguan dari sana.
"Tapi jantungnya sudah berhenti berdetak, tante liat sendiri, Dra..."
Andra menutup matanya perlahan membuat satu bulir bening keluar dari sudut matanya. Dadanya terasa sesak menerima fakta bahwa jantung Asya sudah berhenti berdetak. Andra tidak mau mengakui kalau Asya sudah pergi. Sungguh dia sangat menyayangi gadis itu.
Suara pintu terbuka mengalihkan atensi mereka. Tidak lama dokter Aiman keluar dengan raut muka lega. Baik Andra dan Indri segera berlari ke arah dokter tersebut.
"Alhamdulillah, keadaan Asya membaik. Jantungnya sudah kembali berdetak. Pasien hanya mengalami henti jantung mendadak."
Perkataan dokter Aiman bagai sebuah keajaiban. Mata Indri berkaca-kaca tidak bisa menahan tangis bahagia. Begitupula dengan Andra, nafas lega keluar melalui bibirnya.
"Ini benar-benar kuasa Tuhan. Keadaan Asya bisa dikatakan membaik walau dengan bantuan alat medis,"
Mendengar Asya kembali bernafas saja sudah membuat keduanya bersyukur. Masih ada setitik harapan untuk gadis itu bertahan hidup. Dari luar Andra melihat Asya yang sedang terbujur kaku. Andra menarik napas dalam-dalam lalu tersenyum lebar. Tangannya sedikit bergetar menarik tuas pintu.
Sekarang dirinya berdiri di samping ranjang yang ditempati Asya. Melihat keadaan gadis itu membuat matanya memanas. Alat medis yang menjadi penunjang kehidupan gadis itu...
"Hai..."
"Sya ... bangun lagi ya? Jangan nge-prank kaya tadi." Di akhir kalimatnya Andra tertawa sumbang. Kemudian tangannya mengusap kasar pipinya, menghilang kan bulir air mata yang lolos begitu saja. Dia mencoba terlihat tegar.
"Katanya mau ke pasar malem lagi iya? Makannya segera sembuh nanti aku traktir apapun yang kamu mau. Nanti aku cash bond deh sama si Ibu Kedai Es biar bisa bayarin makanan kamu. Makannya kamu jangan dulu pergi..."
KAMU SEDANG MEMBACA
PERGI
ContoPutus sekolah, dipecat sebagai anak, lalu di vonis jantung koroner. Banyak sekali rintangan hidup di usia 18 tahun. Akankah sang pemeran utama hidup bahagia di penghujung cerita? Kalian percaya 'Setelah gelap terbitlah terang' setelah badai akan ada...