Surat Terakhir untuk Ayah

469 16 0
                                    

Dear Ayah,

Hai Ayah, apa kabar?
Asya yakin ayah baik-baik saja, kan?
Maaf kalo tulisan Asya jelek, karena saat ini tangan Asya bergetar hebat. Badan Asya juga sangat lemas, Yah. Kata dokter umur Asya gak akan lama lagi. Percuma kalau Asya di operasi pun cuman ada kemungkinan 3% untuk sembuh.
Mungkin ayah lebih tahu keadaan Asya ketimbang Asya sendiri. Sudah banyak ratusan orang ayah selamatkan dengan kemampuan ayah sebagai spesialis jantung terhebat. Asya tidak meragukan kehebatan ayah..

Asya bangga punya ayah hebat seperti ayah...

Sekarang aku bahagia di sini,Yah, setidaknya tidak merasakan sakit lagi. Asya... Asya bahagia karena di sini ada Bunda. Ada yang sayang sama Asya. Ada yang memperhatikan Asya. Bunda tidak akan membiarkan Asya sendirian lagi.

Ayah di sana tidak sendiri kan?
Ada Mama Indri, ada Anja juga. Sekarang Ayah bisa hidup bahagia bersama keluarga kecil ayah yang tentunya tanpa kehadiran Asya di sana.

Ayah,

Di sini Asya tenang dan damai. Jadi Ayah gak usah khawatir ya? Tapi Asya punya pertanyaan terakhir yang pingin Asya sampaikan. Awalnya Asya mau tanyakan sewaktu Ayah menjenguk Asya di rumah sakit... tapi Ayah gak datang-datang. Jadi di surat ini Asya mau tanya, apa ayah ada setitik rasa sayang buat Asya?

Asya harap... setelah Asya pergi, Ayah bisa sayang sama Asya ya. Jengukin Asya ya, yah. Jangan lupain Asya ❤️

Ayah, sudah dulu ya rasanya tangan Asya gak kuat kalau nulis banyak-banyak. Ini juga tangan Asya bergetar maaf kalau tulisan Asya makin jelek semoga kebaca sama ayah.

Salam,

Asya

Bagas kembali melipat kertas lusuh itu. Setiap kali dia menjenguk Asya dia tidak lupa membaca surat terakhir putrinya. Kini sudah 3 tahun Asya pergi. Dan Bagas selaku ayah yang gagal selalu menjenguk putrinya di setiap tanggal 6 September, hari ulang tahun Asya.

Bagas menatap makam putrinya, rumput-rumput liar ikut menghiasi rumah terakhir Asya.

Tangan Bagas bergerak membelai nisan bertuliskan Asyanda Maura binti Bagas Sukandja. Seolah tengah membelai kepala putrinya-hal yang tidak pernah Bagas lakukan semasa Asya hidup. Dia benar-benar Ayah terburuk. Bagas membiarkan air matanya mengalir.

"Maafkan Ayah, Sya."

Isak Bagas terdengar. Dia sungguh menyesali semua perbuatan buruknya dulu. Bahkan di waktu terakhir putrinya dia malah menyibukkan diri mengurusi pasien dan menolak panggilan Indri.

"Ayah terlambat, Sya."

Setelah berdoa dan memandang makam Asya cukup lama, Bagas beranjak dari sana. Dia melirik arloji yang ternyata sudah menunjukkan pukul 04.02. berarti dia sudah hampir 3 jam di sana.

"Maafkan ayah sekarang ayah harus pamit pulang, berbahagialah di sana, Nak."

Sebelum benar-benar meninggalkan Asya, Bagas mendaratkan kecupan lembut di nisan putrinya. Cukup lama sampai tidak sadar dia menitikkan kembali air matanya.

Langit sore yang biasanya cerah kini sudah berselimut awan gelap. Mungkin akan terjadi pergantian musim. Dan sebentar lagi awan gelap di atas sana akan berubah menjadi tetesan air.

"Hai Asya, gimana kamu udah senang di sana? Ayah kamu sudah menyayangi kamu, Sya."

Sebuah buket bunga daisy diletakkan berdekatan dengan batu nisan.

"Setelah tiga tahun, besok aku akan tunangan sama pilihanku sendiri, Sya. Dia baik dan cantik seperti kamu. Tapi tetap kamu yang mendapatkan tempat special di hati aku. Sampai sekarang aku masih mencintaimu, Asyayang."

***

PERGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang