Surat 08: Suku Haya

10 4 0
                                    

Semoga para Dewa masih memberkahimu dengan kesehatan yang panjang.

Dalam perjalanan dari Sicylayn ke Kerajaan Taymar, karavan yang kutumpangi harus melintasi tanah gersang yang membentang dari laut ke jauh di barat. Sebuah kisah yang beredar dari mulut ke mulut di Sabaran mengatakan bahwa tempat ini dulunya ramai dengan kehidupan. Lalu untuk berbagai alasan, mereka dihukum oleh para Dewa dengan dijauhkan dari air hujan, dan membuat gurun mendekati tanah mereka. Beberapa kisah menyebutkan bahwa semua penduduknya mati ditenggelamkan oleh gurun, dan beberapa kisah lain mengatakan bahwa sejumlah penduduknya berhasil melarikan diri dan menetap di kota-kota sekitar.

Di area ini, puluhan monster liar berkeliaran. Kebanyakan dari mereka hidup berkelompok dan umumnya menjauh dari manusia dan monster lainnya. Karena itulah jalur ini dianggap sebagai salah satu jalur teraman bagi karavan niaga dibandingkan jalur lainnya. Terlepas dari minimnya persediaan air dan rerumputan di sekitar.

Di tengah perjalanan, karavan kami berpapasan dengan Suku Haya. Mereka adalah suku nomadik yang hidup berdampingan dan bergantung pada monster di daerah ini. Mereka menunggangi monster raksasa yang tingginya dua kali dari kereta karavan. Mereka memiliki telinga lebar dan tipis seperti sayap kupu-kupu. Monster itu juga memiliki sebuah lengan panjang yang menyentuh tanah dan membuat suara yang menggetarkan telinga. Di atas punggung monster itu adalah semacam keranjang raksasa berisikan berbagai komoditas seperti permadani, buah-buahan, kristal berkilau, hingga senjata-senjata besi.

Aku kira Kakak akan tertarik tentang mereka, jadi aku menanyakan dan mencoba bicara dengan mereka. Suku Haya memiliki bahasa yang nampak sangat asing, bahkan dalam standar Negeri Sabaran. Hampir di setiap akhir kalimat, mereka membuat suara "klik" dan siulan dengan suara yang tinggi dan keras. Seolah mereka sedang berteriak pada kami, tapi pembicaraan mereka dengan Tuan Mershan berlangsung dengan mudah, dan karavan kami bertukar beberapa komoditas.

Aku akan mengakhiri surat ini disini. Semoga para Dewa terus melindungimu hingga surat selanjutnya tiba di tanganmu.

TRAVELSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang