Bel istirahat berbunyi dengan nyaring, para siswa dan siswi berhamburan keluar kelas dengan wajah bahagia. Kafetaria mulai di penuhi oleh suara gaduh dan tawa, meja-meja mulai terisi begitu juga dengan dentingan sumpit terdengar di setiap sudut ruangan.
Suasana riuh penuh bahagia karena dapat mengisi kosongnya perut itu adalah hal biasa bagi kebanyakan orang bahkan dinanti-nanti kan. Tapi tidak untuk Hashimoto Nami, setiap hari setelah bel istirahat berbunyi adalah neraka baginya.
Seperti hari ini dia ditahan di toilet oleh dua orang perempuan yang mana mereka teman sekelasnya. Sebenarnya ditahan atau dikunci di toilet merupakan hal biasa. Mereka bahkan bisa lebih parah lagi jika dia tidak menuruti perintah atau jika mood mereka sedang buruk.
"Heh jalang seperti yang ku minta kemarin, berikan uangnya!"
Seorang gadis berambut ikal panjang mengulurkan tangannya tepat di depan wajah Nami. Nami merogoh ke dalam saku jasnya dan memberikan sejumlah uang pada gadis itu.
"Bagus bagus kau jadi lebih penurut ya akhir-akhir ini. Anak pintar karena kau hari ini menurut jadi tidak ku pukul"
"Dan besok bawa lagi uangnya mengerti?"
Nami mengangguk perlahan dan kedua siswi tadi melenggang pergi dari sana. Nami bersyukur setidaknya hari ini dia tidak diapa-apakan. Uang tabungannya mungkin akan habis, tapi dia harus bertahan hingga bukti-bukti yang ia kumpulkan cukup.
Awal mula dia di perlakukan seperti ini karena Nami izin sakit saat jam pelajaran olahraga dan tidak segaja memergoki kedua gadis itu sedang membully adik tingkat. Walau Nami sudah pura-pura tidak melihat, keduanya malah menambahkan dirinya kedalam daftar orang-orang yang menjadi 'pesuruh' mereka.
Nami pernah melaporkan tindakan mereka kepada wali kelasnya, dan setelahnya berita pembulian itu menyebar, wali kelasnya diganti begitu saja. Dan gangguan yang diterima Nami mulai semakin parah.
Suatu ketika dirinya pernah disiram dengan sup miso yang masih panas saat berada di kafetaria, dilempar nampan yang masih full berisi makanan, dipukuli dan banyak lagi. Yang jika Nami ingat-ingat membuatnya semakin sedih. Nami berpikir mungkin ini karma karena saat itu ia pura-pura tidak melihat kejadian itu.
Beberapa teman yang bersamanya mulai menjauh, dan Nami mulai sendirian. Bahkan beberapa kali salah satu kakak kelasnya juga ikut andil dalam pemukulan Nami. Semua orang menutup mata dan telinga mereka, tak ada yang ingin menjadi bulan-bulanan para pengganggu itu.
Contohnya saja Mitsuya, kakak kelas Nami yang mencoba menolongnya dikeluarkan dari sekolah dengan alasan yang tidak jelas. Dan teman sekelasnya Chifuyu yang kini dirawat di rumah sakit karena mencoba melerai mereka dan berakhir dikeroyok sekelompok orang tak dikenal.
Tak ada lagi yang bisa Nami lakukan, selain mencari dan mengumpulkan bukti bahwa ada perbuatan tak manusiawi di lingkungan sekolah. Dan ia adalah salah satu korbannya.
Hari telah menjelang malam, jam di ponselnya menunjukkan bahwa makan malam telah lewat dua jam yang lalu. Sedari tadi perut Nami sudah berunjuk rasa meminta untuk diisi. Kereta masih terus melaju dan ia masih harus melewati dua stasiun lagi hingga sampai kerumahnya.
Saat sedang melamun seseorang menepuk pundak Nami, membuyarkan lamunannya.
"Hoi Nami masih ingat aku?"
"Oh Mitsuya senpai, maaf aku sedikit tidak fokus" Nami sedikit membungkukkan badannya
"Tidak perlu sekaku itu, maaf membuatmu terkejut"
"Tidak masalah senpai, aku memang melamun tadi"
Laki-laki dengan rambut Lilac pendek itu masih terlihat sama seperti beberapa bulan yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
; | Semicolon
Fanfiction[Bahasa Indonesia] ⚠️ Trigger Warning⚠️ [Karena cerita di book ini mengandung scene atau adegan su*c*de, dan kekerasan yang mungkin dapat mengganggu sebagian orang, harap bijak dalam membaca. Terima kasih] ___________________________________________...