MCB 3 : Modus

51 5 0
                                    

Setelah tidur siang, Alan merasa pikirannya kembali ke setelan awal. Ia tak lagi memikirkan hal yang rumit. Saat ini ia hanya ingin bersama orang terkasih. Ketidakpedulian Alan ke Dimas membuatnya lupa membelikannya air minum. Prioritasnya saat ini ialah mendekati doi yang super unyu dan imut ini. Selepas makan tadi. Riza dan teman-temannya masih berada di kantin. Kesempatan tidak datang dua kali, alhasil ia mulai memburu.

"Pulang sekolah main yuk."

"Hah? Kamu ngajak aku?"

"Iya. Pasti kamu mau kan?" Mata Alan tampak berbinar.

Pengganggu datang lagi, Dian masuk di tengah obrolan. "Jangan mau Za, yang ada ntar lo diculik lagi."

Alan mulai kesal. "Nyaut terus! Gue tuh ngajak Riza bukan elo. Please deh gak usah ganggu plus baper gitulah. Gimana Za? Kamu mau apa enggak?"

Dian membalas Alan dengan tatapan sinis berujung sadis. "Stoberi mangga apel. Sorry gak level!"

Riza memainkan jarinya di bawah meja, dengan kikuk ia menjawab, "Hm... a–ku...."

"Ayolah Za. Kemanapun kamu pergi, aku akan ikut kok!"

Dian berceletuk, "Ke Jurang ajah Za, biar ini orang ilang sekalian."

Alan tak mempedulikan nyamuk, ia sibuk membujuk dan memberi perintah ke Riza, "Pokoknya kamu harus mau. Gak ada penolakan! Pulang sekolah nanti aku ke kelas kamu. Oke? Love u full," ucapnya berlalu sambil ber-kiss bye ria, tidak lupa mengedipkan mata genitnya.

Melihat Alan yang kelewat gila. Dian menyipitkan mata. "Lo seriusan mau diajak tuh setan, Za?"

"Namanya Alan, bukan Setan!"

"Terserah gue gak kenal. Pokoknya lo harus nolak dia, gak mau tau!"

Riza tertunduk dengan bisikan samar, "Bilang tidak juga aku gak berani."

Dian menepuk dahinya. "Hadeh, Capek deh. Gue rasa lo dipelet deh sama tuh orang. Tau ah! Lo atur aja. Oh Ya peringatan gue cuman satu. Kalau dia ngajakin lo ke tempat yang sepi jangan mau, pasti ada apanya. Lo  ngerti kan maksud gue?" Dian—selaku teman baiknya memberi Riza pesan untuk selalu waspada ke siapapun, tak terkecuali Alan.

"Hm iya. Kalau itu sih aku udah tau. Udah yuk ke kelas, bentar lagi bel."

"Oke!"

Rombongan Riza pun berlalu dengan tangan saling bergandeng. Satu-satu teman perempuan hanyalah Dian seorang, yang lainnya sekadar bayangan. 

****

Alan berjalan dengan wajah sumringah. Sesekali ia tersenyum lebar. Akhirnya ia bisa berkencan dengan Riza. Uhuy! Harus romantis dan tak seorang pun boleh menganggu. Lagi sibuknya ia merencanakan sesuatu, satu tepukan sukses membubarkan imajinasinya.

"Mana minuman gue?" Terdengar suara serak dengan aura intimidasi.

Alan membeku. Ia mengenal suara ini. Kala ia berhadapan dengan Dimas, seketika pikirannya kosong. Tatapan pemuda itu terlihat galak dan menyeramkan. Alan mulai mencari-cari alasan.

"Eh Dimas. Lo kok bisa di sini sih?"

Dimas menyudutkan Alan dan menatapnya dengan wajah serius. "Tadi lo pamit apa ke gue? Katanya mau beli minum. Tapi gak datang-datang. Pas dicari ternyata malah main serong di depan mata!"

Alan bersilat lidah. "Hahaha, mana ada. Ngaco lo. Pas gue mau beli tuh mendadak ada panggilan alam. Makanya gue gak balik lagi otomatis pesanan lo terlupakan. Ya yaudah deh gue beli nih sekarang biar lo tenang."

Seketika Alan berbalik, ingin melarikan diri. Akan tetapi, rencananya hancur total, dengan kejam Dimas menarik kerah bajunya dan mendorongnya ke dinding dengan bunyi yang sangat keras.

My Cute Boyfriend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang