Chapter : 10

1.1K 85 0
                                    

[•••]

Dera menunggu dengan duduk santai di pojok restoran. Tempatnya memang tidak tertutup, tapi paling tidak ini jauh dari jangkauan pengunjung.

Ia mengangkat kepalanya untuk melihat kondisi sekitar, tepat saat itu Lusi menoleh ke arahnya. Dera memberi senyum tipis ala dirinya. Tak lama Lusi berpaling, itu membuatnya kembali pada ponsel.

Setelah menyeruput minuman pesanannya, Dera merasa panggilan alamnya semakin di ujung tanduk. Berbagai cara ia coba lakukan untuk menahannya.

Menyilangkan kaki, mengangkat kedua kakinya di atas kursi dan lain sebagainya.

Dari awal tiba sudah Dera sudah merasakan dan ia abaikan. Ia rasa menunggu tak selama itu dan itu berbeda dengan fakta.

Pukul lima sore mereka tiba. Setelah memberi arahan pada Lusi ia menuju tempatnya saat ini. Setelah satu jam menunggu, tak jua pasangan kencan Lusi menunjukkan batang hidungnya.

Ingin pergi ke toilet pun sulit. Bagaimana jika orang yang mereka tunggu datang? Serba salah memang.

Hingga akhirnya Dera memutuskan lima beberapa menit sebelum orang yang ditunggu tiba Dera pergi ke toilet.

"Permisi, Mbak, toilet sebelah mana ya?" Dera berusaha bertanya senetral mungkin. Setelah diberi tahu arah menuju toilet, Dera pergi bersama kekehan pegawai restoran beserta temannya.

"Makasih, Mbak!" ucap Dera setengah teriak.

Selang beberapa menit Dera merasa beban hidupnya gugur bersama air seninya yang mengalir. Cewek itu bejalan dengan menepuk-nepuk perutnya. Rasanya sangat lega begitu selesai. Meski masih tersisa rasa sakit sedikit.

Dera menelusuri suasana restoran, memindai berapa banyak pengunjung yang datang setelah ia tinggal sebentar. Hingga obsidian coklat tua itu menangkap dua sejoli yang tengah asik menikmati makanan.

Alis Dera mengerut sejenak, kepalanya meneleng bingung. Bukankah itu Lusi dan itu pasangan kencannya kah? Katanya nggak suka terus mau bikin keonaran, mau batalin, kenapa adem ayem aja mereka?

Wah ini tidak bisa dibiarkan. Jika itu terjadi, Dera harus membayar utangnya sendiri nanti. Tidak bisa, Lusi harus tetap membayar biaya makannya di kantin.

Cewek dengan celana jeans hitam selutut itu berjalan penuh kekesalan. Tangannya menarik masing masing lengan hoddienya. Ia juga menurunkan tudung hoddienya yang semula ia naikkan semenjak duduk beberapa jam yang lalu.

Belum lagi setengah jalan langkah Dera menuju tempat Lusi, ia berhenti akibat seseorang yang menahannya dengan berdiri di depannya.

Dengan kesal Dera menatap tajam pelakunya. Detik berikutnya ia sedikit terkejut terlihat dari matanya yang sedikit melebar. "Lo..?"

"Yaps, ketemu lagi kita." sapanya dengan riang. Sayangnya, Dera menangkap sesuatu yang tidak mengenakkan dari senyumnya.

"Lo orang narsis tadi 'kan?" tanya Dera memastikan. Dari wajah memang tidak berubah, tapi outfitnya yang berbeda sedikit membuatnya pangling.

"Wah! Wah! Narsis dong." sahut orang lain di dekat mereka. Seorang cowok duduk di bangku restoran menatap Dera dan cowok di depannya ini penuh minat. Terlihat sekali di matanya jika ia menantikan pertikaian.

"Kalian.." gumam Dera.

"Apa kabar lo setelah pergi gitu aja setelah berurusan sama kita-kita?" tanya sinis cowok di depan Dera, Rion.

"Gue harap lo nggak baik-baik aja sih. Tapi, kayaknya nggak, terbukti dari lo yang memang terlihat baik." ucap cowok yang duduk bersama ketiga lainnya, Kaisan. Raut wajahnya ia buat sedih.

Behind the Script [Upload Ulang]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang