Epilog

6.3K 394 77
                                    

Lagu-lagu Kpop yang diperdengarkan dengan volume rendah menemani Aska yang sedang menikmati es amerikano di kafe yang berada di lantai dasar gedung Spectrum. Matanya juga fokus pada iPad dan beberapa berkas di hadapannya, sambil mencoret-coret beberapa bagian yang perlu direvisi.

Sesekali, kepalanya ikut bergoyang mengikuti alunan lagu, meski dia tidak tahu itu lagu apa dan siapa penyanyinya. Beberapa terdengar familier untuknya karena staf perempuan di divisinya banyak yang merupakan penggemar grup penyanyi dari negeri ginseng itu dan sering mendengarkan lagu-lagu kpop saat sedang santai.

Aska terlonjak ketika tiba-tiba punggungnya digebuk cukup keras. "BANGS—JENNA! Ngapain, sih?! Kaget, anjir!"

Si pelaku hanya nyengir lebar, lalu menarik kursi di hadapan Aska dan mendudukinya. "Soriii. Pas baru dateng, liat lo serius banget di sini. Yaudah, gue samperin."

"Nggak pake gebuk juga, kali. Lama-lama, lo ketularan barbar-nya Garvin."

"Hahaha, namanya juga bininya."

"Dari mana, by the way?" tanya Aska setelah menyesap kopinya.

"Embassy. Ambil visa," jawab Jenna sambil menepuk-nepuk map yang dia letakkan di atas meja.

"Jadi berangkat?"

Jenna mengangguk. "Jadi, lah. Durhaka banget gue jadi mantu. Udah 6 bulan lebih jadi istri Garvin, tapi belum pernah ke rumah mertua gue sama sekali."

Aska terkekeh. "Ya, salah sendiri nyari mertua yang rumahnya di ujung benua. Mau visit ke sana aja kudu ngurus banyak berkas. Belum ngurus cuti. Keluarin duit banyak. Duh."

"Sialan!" umpat Jenna diiringi gelak rendah. "Ya, gimana, dong, dapet jodohnya anak US soalnya. Bukan anak Jaksel."

"Aiihhh, sombong!"

Jenna mengibaskan rambutnya, pongah. Dia lalu tertawa, geli dengan tingkahnya sendiri.

"Nggak inget dulu nangis-nangis ke gue kayak apa?"

"Past is past, Aska. Move on. Jangan terjebak dalam masa lalu."

"Halah halah halah ...," cibir Aska.

"Tapi, gue sama Garvin beneran punya banyak utang budi sama lo, sih. Lo banyak banget bantuin hubungan gue sama Garvin."

Senyum Aska terukir. "Gue nggak niat nolongin sebenernya. Tapi, ya, gitu deh."

"Ya, pokoknya, gue makasih sama lo."

Aska manggut-manggut sebagai tanggapan. "Gue dapet apa kalau gitu?"

"Pahala."

"Kampret!"

Tawa keduanya kembali pecah.

"Itu lebih abadi, lho."

"Suka-suka lo, deh. Eh, ni lo masih mau di sini? Gue balik ke ruangan dulu, nggak apa-apa?" tanya Aska yang mulai mengemasi barang-barangnya.

"Eh, ikutan. Tapi, gue mau take away minum dulu, nggak apa-apa, ya?"

"Oke, gue tungguin."

Jenna kemudian memanggil salah satu pramuniaga yang bertugas. Dia meminta satu gelas es coklat untuk dibawa ke ruangan.

"Kapan lo berangkat ke US?" tanya Aska sembari menunggu minuman Jenna selesai dibuat.

"Dua minggu lagi."

Aska manggut-manggut. "Baguslah. Rest well di sana. Lo akhir-akhir ini lembur mulu."

"Ya, gue nyiapin semuanya dulu sebelum ditinggal cuti lama. Gue nggak di sini pas audit soalnya."

Pay Your Love ✓ [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang