Part 1

111 4 0
                                    

Kuhembuskan napasku yang terasa begitu berat. Lagi dan lagi aku harus menelan semua rasa pahit ini. Seharusnya aku telah dari dulu menyerah. Ya, menyerah untuk bertahan dalam perasaan yang telah lama tak terbalas ini. Tetapi, nyatanya aku tak bisa begitu saja membuang perasaan yang setiap waktu menyesakkan hatiku ini. Dia, ya sosok dia begitu kuat melekat dalam hatiku. Ya, dia dengan segala kesederhanaan dan keceriaannya mampu menyita fokusku.

"Hey, Kau Itik Betina Obesitas. Bisakah kau tidak menghalangi jalanku?" Bentak seorang wanita yang suaranya telah familiar di telingaku.

Aku mengalihkan pandanganku pada mereka.

"Ma, maaf," ujar gadis yang disebut Itik Betina Obesitas.

Aku menghela napasku. Ah, wanita itu rasanya tak pernah bosan mencari masalah. Seolah mencari masalah itu adalah sebagian dari hobbynya. Sejujurnya, sikapnya yang seperti ini sangat menyebalkan.

Aku beranjak dari tempat dudukku lalu menghampiri sumber suara tadi. Aku menarik tangan gadis yang disebut "Itik Betina Obesitas" tadi untuk pergi dari hadapan gadis-gadis menyebalkan di depanku ini.

"Hey, mau kemana kau?" tanya Maria, orang yang memanggil Eva dengan sebutan Itik Betina Obesitas.

"Pergi," jawabku santai.

"Hey, tapi aku belum menyelesaikan urusanku dengan Itik Obesitas ini," protes Maria seraya menunjuk ke arah Eva.

"Aku rasa urusanmu tidaklah penting."

Aku melihat ekspresi Maria yang terlihat kesal. Tanpa aku duga dia segera menjambak rambut Eva.

"Sakit, Maria. Sakit," rintih Eva.

"Sakit, ya? Tapi, kau pantas mendapatkannya. Dasar Itik Betina Obesitas!" Bentak Maria.

"Ta..tapi, apa salahku, Maria?" tanya Eva terisak.

Aku memerhatikan sekeliling kantin. Ternyata benar, sekarang ini kami sedang menjadi pusat perhatian. Menyebalkan.

"Maria, hentikan tindakkan konyolmu itu. Kau, memalukan!" Bentakku pada Maria.

Maria segera melepaskan jambakkannya. Ia kaget.

"Ma, Mario. Kenapa kau membentakku?" tanyanya.

Dasar, harusnya dia tahu sendiri apa alasanku membentaknya.

"Maafkan, Devan, Maria. Dia tidak sengaja membentakmu. Benarkan, Devan?"

Kau tahu, Evalah satu-satunya orang yang memanggilku Devan. Apa hubungannya dengan namaku? Ya hubungannya adalah karena namaku adalah Mario Devano. Dan aku merasa menjadi orang yang istimewa karena Eva memanggil namaku berbeda seperti kebanyakan orang yang memanggilku. Huh, tapi kenapa juga Eva harus minta maaf pada Maria?

Aku membuang pandanganku dari Eva. Padahal Eva tidak seharusnya minta maaf pada Maria, karena di sini Marialah yang salah. Kulihat Maria menatap geram pada Eva.

"Kau, Kau pasti telah meracuni pikiran saudara kembarku, benarkan? Dasar bitch," ujar Maria Murka. Dia kembali menjambak rambut Eva. Eva merintih sakit, tetapi tidak membalas menjambak rambut Maria. Oh, iya, Maria memanglah saudara kembarku. Nama lengkapnya adalah Maria Devana. Dan sejujurnya aku malas mengakuinya sebagai saudara kembarku.

"Hentikan, Maria. Hentiakan!" bentakku seraya memegangi tangan Maria.

Maria memandangiku dengan matanya yang berkaca-kaca.

"Dengar baik-baik, AKU TIDAK PERNAH MEMILIKI SAUDARA KEMBAR SEBRUTAL KAU!" ucapku seraya menekankan setiap kata yang aku ucapkan.

Aku lihat di sudut mata Maria mulai berkumpul buliran bening. Ah, aku tidak peduli.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 07, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Izinkan Aku Tetap BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang